Jumat, 27 Februari 2015

Filosofi Jarak ..

Filosofi jarak 2
Terlaludekatdengansesuatumembuatkitasulitmembacakeadaan, itulah mengapa jarak diperlukan
Kata 'jauh' dan 'menjauh' tuh emang seringnya diartiin sebagai sesuatu yang negatif. Nggak enak. Menjauh sama aja kayak merentang jarak lahir batin, memangkas kemungkinan interaksi yang seru dan bikin ingatan kita akan hal yang menjauh itu berkurang.

Karena itu lah banyak dari setelah lulus sekolah dan udah keterima di kampus luar kota jadi malah takut. Takut jauh dari kota yang kita udah suka banget, takut jauh dari orang tua, dari sohib seangkatan, dan bukan nggak mungkin, jadi menjauh sama pacar

Hasilnya, semua jadi berusaha untuk tetap berada di zona nyaman (comfort zone). Dan ketika udah berada di zona itu bakal muncul ego untuk memiliki, terus berdekatan dan takut berjauhan. Ogah berjarak. Pengin selalu rapat mendekap.

Tapi anehnya, ketika udah ada di comfort zone pun kita tetap mengeluh. Situasi kayak gini pun terjadi:
  • Jenuh sama pacar yang sebenernya kamu sayang banget.
  • Bosan sama kerjaan yang awalnya kamu suka banget
  • Kesel sama pergaulan yang isinya orang-orang yang bener-bener akrab sama kamu, atau
  • Muak tinggal di kota yang awalnya kamu idam-idamkan banget.
Ironis. Pada titik tertentu, sesuatu yang bener-bener kita cinta ternyata bisa bikin kita malah balik membencinya. Seketika itu, pasti akan muncul dilema luar biasa di dalam kepala. Bunyinya, "kayaknya mending putus deh.", "kayaknya gue mending resign" atau "Gue harus cabut dari sini."

Dari situasi itu, P! jadi inget peribahasa "Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak"

Lucu yah, bisa-bisanya  gajah yang besar dan dekat tapi nggak terasa keberadaannya. Sementara semut yang mini dan nyaris nihil nan jauh di sana justru bisa merebut perhatian kita.
 P! pun jadi bertanya, apa benar dekat bisa membuat kita menjadi intim dan makin mencinta. Dan apa benar menjauh bisa membuat kita renggang?

quote

Pergi untuk tahu betapa nikmatnya pulang

Suatu waktu, P! mewawancara Nadine Chandrawinata. Kakak traveler cantik yang doyan banget ngilang dari Jakarta dan tiba-tiba nongol di Pulau Komodo, tiba-tiba diving di Raja Ampat, tiba-tiba menclok di puncak Himalaya ini berkata bahwa dirinya tuh sering banget lupa seperti apakah keindahan itu sebenarnya ketika dia justru sedang dekat banget dengan keindahan alam itu.
Kata Nadine, saat berada di alam indah yang jauh dari rumahnya itu pun dirinya justru merasa sangat rindu dan butuh untuk merasakan hiruk-pikuk Jakarta. “Gue suka kangen sama macet dan panasnya Jakarta kalau lagi lama berada di alam terbuka,” repetnya.

Setelah diam beberapa saat sejak ia mengatakan itu, kakak yang pernah jadi miss Indonesia ini pun seolah menemukan kalimat yang bisa menyimpulkan esensi yang ia rasakan itu “Gue nggak bakal tahu betapa nikmatnya pulang kalau gue nggak berangkat pergi ke tempat yang jauh dan lama.”. Uuuuh. dalem banget yak.

Dari cerita itu kita bisa simpulkan bahwa kita baru tahu persis apa arti pulang setelah kita tahu juga artinya pergi. Kita akan merasa perlu mendekat (lagi) dengan sesuatu ketika kita sudah menjauh darinya.

Menjauh=Merindu

Banyak yang takut dengan jarak karena kemungkinannya untuk dilupakan dan ditinggalkan. Buktinya, banyak celotehan yang bilang kalau LDRan itu adalah sebuah keniscayaan. Nggak mungkin berhasil. "Ketika pasangan lo jauh, ya berarti hatinya juga menjauh. Siap-siap ditinggal deh."

Tapi, coba pikir-pikir lagi deh, apakah pernah pasangan pacar yang tiap hari ketemu merasakan kangen? Kayaknya, cuma mereka yang berjauhan aja tuh yang ngerasa kangen. Dan seperti yang kita tau, pertemuan yang diawali oleh rindu yang ditimbun itu bakal jadi spesial banget. Jauh lebih spesial dari martabak telor tiga.

Menjauh Untuk Melihat Secara Utuh

Kembali ke peribahasa gajah dan semut, pantas aja kita nggak akan bisa melihat gajah yang ada di pelupuk mata, karena yang akan kita lihat hanyalah abu-abu. Itu pun pasti buram. Kita perlu menjauh barang satu atau dua langkah untuk bisa mengetahui bahwa abu-abu itu adalah warna dari kulit gajah.
Kadang, terlalu dekat dengan sesuatu membuat kita nggak tahu apakah (esensi) sebenarnya sesuatu itu. Seperti rangkaian kata yang berhimpitan terlalu dekat. Nggak akan mudah terbaca.

Sekali pun sesuatu itu adalah kesukaan kita, terlalu larut melakukan hal yang itu-itu melulu ternyata bisa bikin kita jenuh dan begah. Kita butuh membuat jarak agar bisa membacanya lebih jelas. Kita perlu menjauh untuk melihatnya secara utuh, lalu melihat-lihat, meresapi, dan menikmati pemandangan lain di sekitar kita.
Ketika kamu akan meninggalkan teman-teman kamu kuliah ke luar kota jangan sedih berlebihan. Ketika pacar kamu di kirim ke planet pluto untuk penelitian, jangan minta putus. Ketika bosen sama tongkrongan jangan buru-buru bilang kalau tongkrongan kamu udah nggak asik lagi. Ketika kamu bosan dengan kerjaan, jangan buru-buru resign, coba berjarak aja dulu.

Jadi, Jangan takut menjauh, karena kita jadi bisa melihat secara utuh.  Jangan takut sama jarak, karena ternyata bermanfaat.  Apalagi kalau kata sopir angkot mah, mau jauh atau pun dekat, ongkosnya sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine