Jumat, 30 Juli 2010

Surat Terbuka Suzanne Weiss, Korban Holocaust yang Membela Palestina

Holocaust Memorial Day telah ditetapkan oleh Heritage Kanada dan jatuh setiap tanggal 11 April. Salah satu korban Holocaust yang selamat, Suzanne Weiss, selalu memperingatinya dengan setengah hati: di satu sisi ia mengenang seluruh anggota keluarganya yang meregang nyawa di kamp konsentrasi Nazi itu -- karena mereka berdarah Yahudi -- di sisi lain ia prihatin terhadap nasib bangsa Palestina yang tak lebih buruk dari Yahudi saat itu.

Dalam banyak kesempatan, ia menyuarakan aksi protesnya atas kekejian Israel di Palestina. Ia yang kini memilih hidup di Kanada ini aktif memperjuangkan hak-hak bangsa Palestina yang menyuarakan penghentian blokade di Gaza dan segala bentuk kekerasan di wilayah ini.

Kepada media Rabble yang berbasis di Kanada, aktivis Not In Our Name: Jewish Voices Against Zionism and of the Coalition Against Israeli Apartheid itu menulis surat terbuka. Berikut ini cuplikannya:

Benar, Holocaust yang dilancarkan Hitler unik. Orang Yahudi menjadi korban pembersihan etnis dan apartheid. Di kota keluarga saya di Polandia, Piotrków, 99 persen orang Yahudi tewas.

Namun bagi saya, tindakan pemerintah Israel terhadap rakyat Palestina membangkitkan kenangan mengerikan dari pengalaman keluarga saya di bawah Hitlerism: dinding tidak manusiawi, tempat pemeriksaan, penghinaan harian, pembunuhan, penyakit yang sengaja disebarkan. Tidak ada yang melarikan diri dari kenyataan bahwa Israel telah menduduki seluruh negara Palestina, dan mengambil sebagian besar lahan, sedangkan warga Palestina telah diusir, tidak berdinding, dan kehilangan hak asasi manusia dan martabat manusia.

Kanada baru-baru ini menyerang gerakan melawan apartheid Israel, mengatakan bahwa itu adalah gerakan anti-Yahudi. Ini aneh. Ketika Nelson Mandela yang menentang apartheid di Afrika Selatan, apakah ini anti-kulit putih? Tidak, Mandela mengusulkan bahwa semua Afrika Selatan, termasuk kulit putih, bergabung atas dasar demokrasi dan kesetaraan dalam membebaskan negeri ini dari penindasan rasial. Dan itulah usulan bahwa gerakan melawan apartheid Israel membuat semua penduduk Israel / Palestina.

Kami diberitahu bahwa orang-orang Yahudi Israel tidak akan pernah menerima sebuah solusi yang demokratis. Mengapa? Apakah ada sesuatu yang salah dengan gen mereka atau budaya mereka? Gagasan yang sangat tidak masuk akal - pada kenyataannya, logika adalah anti-Yahudi. Oposisi terhadap apartheid Israel didasarkan pada harapan - harapan yang didasarkan pada kemanusiaan umum penduduk wilayah Yahudi dan Palestina.

Keluarga saya dan komunitas mereka di Piotrków, Polandia, mengalami nasib yang keras di bawah Hitler. Nazi memaksa 25.000 orang Yahudi di kota itu ke dalam ghetto pertama di Polandia. Gerakan perlawanan di ghetto tidak dapat berhubungan dengan perlawanan luar. Hanya beberapa ratus orang Yahudi Piotrków yang lolos dari kematian.

Tetapi ibu dan ayah saya saat itu tinggal di Paris. Mereka aktif dalam Union des Juifs, sebuah organisasi perlawanan Yahudi terkait erat dengan partai-partai sosialis dan kelompok anti-Nazi lain. Ketika Nazi mulai mengumpulkan orang-orang Yahudi di Perancis, Union des Juifs menyembunyikan ribuan anak-anak Yahudi di antara anti-Nazi di seluruh negeri. Orangtuaku tewas. Tapi sebuah keluarga petani berani di Auvergne, dengan risiko besar, mengambil dan menyembunyikan saya. Dan itulah mengapa saya di sini hari ini.

Ada pelajaran di sini untuk kita hari ini. Hitler tampak sangat kuat pada saat itu. Tapi ia tidak bisa menghancurkan perlawanan, sebuah aliansi luas orang yang memeluk banyak agama dan banyak sudut pandang politik untuk melawannya. Kita perlu semacam aliansi dalam melawan penindasan saat ini - termasuk penindasan rakyat Palestina.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendefinisikan apartheid sebagai "tindakan tidak manusiawi yang dilakukan untuk tujuan membangun dan mempertahankan dominasi oleh satu kelompok rasial orang atas kelompok ras lain orang dan sistematis menindas mereka."

Konsep apartheid ditemukan di Amerika Utara ketika masyarakat adat yang terbatas untuk mendapatkan akses pada banyak hal terpencil di tanah yang dicuri dari mereka. Dan inilah yang saat sekarang kita temukan atas bangsa Palestina.

Pada tanggal 9 Juli 2005, 170 organisasi masyarakat sipil Palestina menyerukan boikot, divestasi dan sanksi (divestment and sanctions/BDS) terhadap lembaga-lembaga apartheid Israel. Gerakan BDS membantu untuk mengakhiri kejahatan apartheid Afrika Selatan. Sejak tahun 2005, gerakan BDS terhadap gerakan apartheid Israel telah memenangkan dukungan luas di seluruh dunia.

Nelson Mandela, pemimpin besar BDS terhadap Apartheid Afrika Selatan, mengatakan bahwa keadilan bagi rakyat Palestina adalah "masalah moral terbesar zaman ini."

Saya baru-baru ini menemukan bahwa nama saya termasuk dalam daftar website "7.000 orang Yahudi yang membenci diri sendiri." Mengapa pendukung Yahudi di Palestina diberi label sebagai "membenci diri sendiri"? Karena orang-orang yang membuat tuduhan ini telah mendefinisikan ulang Yudaisme dalam hal kebijakan ini dan karakter dari negara Israel. Mereka melihat Yudaisme tidak lebih dari alasan untuk menindas Palestina. Mereka semua menghina agama Yahudi dan budayanya!

Adapun 7.000 pembenci diri, para kritikus perlu menambahkan beberapa angka nol terhadap total angka itu. Dalam pengalaman saya, mendukung Palestina lebih kuat pada masyarakat Yahudi dari dalam masyarakat secara keseluruhan. Dan orang-orang Yahudi Palestina bekerja bersama saudara-saudaranya sebagai komponen yang kuat dari gerakan solidaritas Palestina.

Kesadaran Holocaust adalah waktu yang tepat untuk meninjau sejarah kita sendiri, dan memunculkan rasa kemanusiaan kita. Kami, sebagai pendukung Yahudi dari Palestina, berdiri pada tradisi terbaik dari Yudaisme. Kami menolak penindasan atas Palestina atas nama kami.

Suzanne Weiss, korban Holocaust

Inilah Kajian Al Ghazali tentang Konsep Ketuhanan Yesus

Imam al-Ghazali adalah salah seorang ulama klasik yang berusaha keras mematahkan hujjah ketuhanan Yesus. Melalui bukunya yang berjudul al-Raddul Jamil li Ilahiyati `Isa, al-Ghazali membantah ketuhanan Yesus dengan mengutip teks-teks Bibel. Buku ini menarik untuk dikaji karena diterbitkan oleh UNESCO dalam bahasa Arab.

Imam al-Ghazali adalah ulama yang sangat terkenal di zamannya sampai zaman sekarang ini. Nama lengkapnya, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At-Thusi Asy-Syafii (pengikut mazhab Syaf'i). AlGhazali lahir 450 H/1058 M dan wafat pada tahun 505H/1111M dalam usia 55 tahun.

Karyanya tidak kurang dari 200 buku, dan di antara karyanya yang sangat monumental adalah "Ihya `Ulumiddin" (Revival of Religious Sciences). Ia dikenal sebagai seorang filosof, ahli tasawwuf, ahli fikih, dan juga bisa dikatakan sebagai seorang Kristolog. Ini terbukti lewat karyanya al-Raddul Jamil, yang ditulisnya secara serius dan mendalam.

Dalam bukunya, Al-Ghazali memberikan kritik-kritik terhadap kepercayaan kaum Nasrani yang bertaklid kepada akidah pendahulunya, yang keliru. Kata al-Ghazali dalam mukaddimah bukunya: "Aku melihat pembahasan-pembahasan orang Nasrani tentang akidah mereka memiliki pondasi yang lemah. Orang Nasrani menganggap agama mereka adalah syariat yang tidak bisa di takwil" Imam al-Ghazali juga berpendapat bahwa orang Nasrani taklid kepada para filosof dalam soal keimanan. Misalnya dalam masalah al-ittihad, yaitu menyatunya zat Allah dengan zat Yesus.

Al-Ghazali membantah teori al-ittihad kaum Nasrani. Menurutnya, anggapan bahwa Isa AS mempunyai keterkaitan dengan Tuhan seperti keterkaitan jiwa dengan badan, kemudian dengan keterkaitan ini terjadi hakikat ketiga yang berbeda dengan dua hakikat tadi, adalah keliru. Menurutnya, bergabungnya dua zat dan dua sifat (isytirak), kemudian menjadi hakikat lain yang berbeda adalah hal yang mustahil yang tidak diterima akal.

Dalam pandangan al-Ghazali, teori alittihad ini justru membuktikan bahwa Yesus bukanlah Tuhan. Al-Ghazali menggunakan analogi mantik atau logika. Ia berkata, ketika Yesus disalib, bukankah yang disalib adalah Tuhan, apakah mungkin Tuhan disalib? Jadi, Yesus bukanlah Tuhan. Penjelasannya dapat dilihat pada surat an-Nisa ayat 157: "Dan tidaklah mereka membunuhnya (Isa AS) dan tidak juga mereka menyalibnya akan tetapi disamarkan kepada mereka".

Selain al-ittihad, masalah al-hulul tak kalah pentingnya. Menurut Al-Ghazali, makna al-hulul, artinya zat Allah menempati setiap makhluk, sebenarnya dimaksudkan sebagai makna majaz atau metafora. Dan itu digunakan sebagai perumpamaan seperti kata "Bapa" dan "Anak". Misalnya seperti dalam Injil Yohannes pasal 14 ayat 10: "Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku. Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu sendiri tetapi Bapa yang diam di dalam Aku, Dia-lah yang melakukan pekerjaanNya."

Dalam melakukan kajiannya, Imam alGhazali merujuk kepada Bibel kaum Nasrani. Dalam al-Raddul Jamil, al-Ghazali mencantumkan enam teks Bibel yang menurutnya menafikan ketuhanan Yesus, dan dikuatkan dengan teks-teks Bibel lainnya sebagai tafsiran teks-teks yang enam tadi.

Di antara teks yang dikritisi oleh alGhazali adalah Injil Yohannes pasal 10 ayat 30-36, "Aku dan Bapa adalah satu. Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: "banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-ku yang kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari aku? Jawab orang-orang Yahudi itu: "bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau menghujat Allah dan karena engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan dirimu dengan Allah. Kata Yesus kepada mereka: "tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: kamu adalah Allah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut Allah sedangkan kitab suci tidak dapat dibatalkan, masihkah kamu berkata kepada dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia." (Teks dikutip dari Bibel terbitan Lembaga Al-kitab Indonesia; Jakarta 2008.)

Teks ini, menurut al-Ghazali, menerangkan masalah al-ittihad (menyatunya Allah dengan hamba-Nya). Orang Yahudi mengingkari perkataan Yesus "aku dan Bapa adalah satu". Al-Ghazali berpendapat, perkataan Yesus, Isa AS "..aku dan Bapa adalah satu" adalah makna metafora.

Al Ghazali mengkiaskannya seperti yang terdapat dalam hadits Qudsi, dimana Allah berfirman: "Tidaklah mendekatkan kepadaKu orang-orang yang mendekatkan diri dengan yang lebih utama dari pada melakukan yang Aku fardhukan kepada mereka. Kemudian tidaklah seorang hamba terus mendekatkan diri kepadaKu dengan hal-hal yang sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengaran yang ia mendengar dengannya, penglihatan yang ia melihat dengannya, lisannya yang ia berbicara dengannya dan tangannya yang ia memukul dengannnya."

Menurut Al-Ghazali, adalah mustahil Sang Pencipta menempati indra-indra tersebut atau Allah adalah salah satu dari indra-indra tersebut. Akan tetapi seorang hamba ketika bersungguh-sungguh dalam taat kepada Allah, maka Allah akan memberikannya kemampuan dan pertolongan yang ia mampu dengan keduanya untuk berbicara dengan lisan-Nya, memukul dengan tangan-Nya, dan lain-lainnya. Makna metafora dalam teks Bibel dan hadis Qudsi itulah yang dimaksudkan bersatunya manusia dengan Tuhan, bukan arti harfiahnya.

Demikianlah, di abad ke-12 M, Imam al-Ghazali telah melalukan kajian yang serius tantang agama-agama selain Islam. Kajian ini tentu saja sesuatu yang jauh melampaui zamannya. Kritiknya terhadap konsep Ketuhanan Yesus jelas didasari pada keyakinannya sebagai Muslim, berdasarkan penjelasan Alquran.

Al-Ghazali bersifat seobjektif mungkin saat meneliti fakta tentang konsep kaum Kristen soal Ketuhanan Yesus. Tapi, pada saat yang sama, dia juga tidak melepaslan posisinya sebagai Muslim saat mengkaji agama-agama.

Selasa, 27 Juli 2010

LALAKON HUJAN

Langit teu tembong. Biruna katutup halimun. Tapi sorot panonpoe pasosore maksa seseleket kana sesela mega. Patingbarasat siga sinar laser, patingarudat bijil ti langit, nembus mega, nutug lemah. Ti jauhna ngaguruh sora guludug. Tapi eta mah jauh, di ditu tuh, di lebah pilemburan. Di dieu mah cihujan teh ukur cluk-clak, sakapeung ngeclakna teh mener pisan kana beungeut.

Tapi keclak cihujan teu matak peureus. Malah kalah nungtun ingetan kana miripisna hujan leutik jeung bregna hujan gede katut dordar gelapna. Hate kalah ngarep-ngarep hujan teh masing ngagebret, ulah sakadar miripis. Cuuur… hujan! Sok sakahayang anjeun. Pek kuring guyur nepi ka rancucut!

Na atuh kajadian… gebret teh hujan. Beuki lila beuki gede.

Kuring ngageuleuyeung lalaunan dina motor, nyalse we, da kalah lamunan nu nyemprung teh, miheulaan hujan.

Hujan siga kieu teh bareto mah kacida didago-dagona. Kuring resep ka hujan siga munding resep kana pangguyangan, siga Romeo ka Juliet. Lain kana cur hujanna wungkul ketah, tapi kana caina we deuih. Mana ayeuna ge diantep we awak teh sina jibreg, siga welasan taun ka tukang, jijibregan bari ngudag-ngudag bal.

Bapa neuteup kuring nu keur nenjokeun barudak sejen, babaturan kuring, maenbal di buruan imah kuring. Buruan teh lega da, ukuran satengaheun lapang mengbal. Ari saenyana mah eta tanah teh lain boga kulawarga kuring, tapi buruan sakola, SD, nu kabeneran saampar jeung buruan imah. Tapi geus siga nu kulawarga kuring we. Nya nu kuring we cohagna mah. Atuh pikeun barudak pantaran kuring, arulin di dinya teh kasebutna arulin di buruan kuring, hartina ulin jeung kuring deuih. Mana teu lengkep mun ulin di dinya teu jeung kuring teh. Kaasup mun huhujanan tea.

Saenyana bapa nyaram kuring huhujanan. Sakalimangsa kuring maenbal bari huhujanan. Harita bapa di kantor keneh. Kuring boga rasa, pasti dicarekan mun kaperego.

Enya we. Jam opat bapa datang, ngabaku da, sedengkeun jam sakitu teh maenbal sedeng reresepna. Atuh peutingna kuring dihukum. Tapi lain diteunggeulan bujur atawa dikerem di kamar mandi. Kuring dikudukeun ngapalkeun matematika bari didukdukan ku bapa. Pikeun kuring mah hukuman kitu teh hukuman nu pangdipikasieunna. Kuring sok kacida asa kasiksana mun kudu diajar matematika, bapa ge apaleun. Dina prakna teh tara kurang nepi ka jam satu peuting. Kuring mindeng ceurik lamun dihukum kitu, lain ceuceurikan, ceurik nyaan nandangan panyiksa nu luar biasa rarasaan teh. Malah sok nepi ka kabawa sare ceurik teh, sok kagundam-gundam.

Sakalimangsa pasosore, hujan gede, tapi teu nepi ka ayer-ayeran. Jukut di buruan pasti ngumplang ku cai. Jempol pisan dipake maenbal, mun sliding tackle teh teu aringgis bared! Malah lamun gebru labuh ge, tibatan nyeri mah kalah beak kasuka, mana didago-dago pisan tijongklok kana cai ngumplang nu didadamparan ku jukut teh. Orokaya ayeuna… leuh batur mah ayeuna teh keur nganteur pangaresep. Sedeng kuring? Ukur anjeucleu dina sadel motor bapa nu disetandarkeun di teras, anteng ngabandungan bari kabita. Ukur pipilueun seuri mun babaturan nyaleungseurikeun nu rek nyepak kalah tiseureuleu. Biwir seuri soteh, da hate mah ceurik. Kuring hayang huhujanan siga maranehna.
Bapa norojol nanggeuy piring eusi pisang goreng buatan ibu. Kurunyung adi nuturkeun mawa citeh manis haneut. Kuring teu ngengkekeun deui pisang goreng jeung citeh manis haneut teh. Padahal kuring ayeuna mah keur teu butuh ku hahaneutan, Kuring mah hayang titirisan, kabulusan nepi ka pareot dampal leungeun. Awak ngahodhod katirisan, tapi hate haneut ku kasuka maen bal jeung babaturan.

Sigana bapa keur mencrong tukangeun. Asa karasa paneuteupna eunteup kana tonggong. Kuring ngahajakeun nembongkeun pamolah elekesekeng teu genah cicing, nembongkeun kakesel jeung kabosen ngajejentul wae kieu. Ngarah kahartieun.

“Maneh hayang huhujanan?” pokna.

Kuring bingung pijawabeun, mana cicing we. Keun sina susaheun ngabandungan anakna murukusunu, saha pijalmaeunana nu teu hayang anakna senang.

“Jig kadituh… tapi salin heula ku seuseuheun!”

Ngadenge kitu teh kuring ceuleumeut, tapi gancang ngolesed bisi bapa robah deui manten pikiranana. Telenjeng ka jero imah, ngajewang kaos tina wadah seuseuheun, gurudug kaluar deui bari nyeker, nyorang hujan nu caina karasana teh haneut areunteup kana kulit. Babaturan ngabageakeun kalawan gepyak, karasana kana hate jauh leuwih haneut tibatan cai hujan pangbagea teh. Kuring tiseureuleu tujuh kali, kuring ngagolkeun tilu, kuring seuseurian mangjuta-juta kali.

Peutingna kuring mangsar-mingsir. Bakal dicarekan kitu? Tapi henteu. Kuring diantep ngapalkeun sorangan.

Malah ti saprak harita mah kuring tara kungsi dicurum-caram deui huhujanan. Hate mah heran, naha bapa make jadi ngahempekkeun kuring huhujanan?

Hiji poe kakara kaharti. Harita ge hujan. Bapa ngajak kuring kaluar. Kuring huhujanan jeung Bapa…! Kuring ngagero jero hate, asa percaya-asa henteu.

Kuring dititah ngajingjing ember, ari bapa mawa kecrik jeung sair. Kuring diajak ka balong, balong leutik nu dipelakan lauk emas, gumare jeung lele. Bapa ngagedig satengah lumpat, siga nu paheula-heula jeung guruhna guludug. Sabenerna kuring mah hayang berebet weh lumpat, ieu adrenalin mani leb-leban teu sabareun.

Barang srog ka balong, kuring ngagebeg nenjo balong limpas, malah caina geus rata we jeung cileungcang sakurilingeunana. Kamalir pamiceunan cai, ngamalirna malik ka balong. Laukna merdeka, malabur ka mana-mana sakahayangna, patingsoloyong sakurilingeun balong, patingkurumuy dina sesela jujukutan, patingkocepat seseleket kana canir, terus kalabur ka susukan.

Kuring teu ngadagoan dititah. Lauk teh ditewakan, diasup-asupkeun kana ember. Geus mahir newakan lauk teh, ti saprak sok sering bolos sakola agama pasosore pileun ngadon kokojayan bari ngala lauk di walungan. Sigana bapa ge apaleun, mana ayeuna ngajak ge.

Bapa gura-giru memener tambakan nu cur-cor balocor, satekahpolah mendet cileungcang nu patinggalewor ka balong. Hate kuring mah make aya atoh sagala, jaba huhujanan jaba newakan lauk atuda.

Bapa angkag-ingkig mapay kamalir pamiceunan cai nu panjangna kurang leuwih tilu puluh meter, lawang kamalir nu jangkungna satuur teh dipasangan kecrik, ngahadang lauk nu keur marijah saruka-bungah. Kuring mah jongjon we ngagarap inisiatip kuring, newakan lauk. Geus kitu bapa ge nurutan newakan lauk, disairan. Lauk dina ember mani geus pasesedek. Bapa nitah mawa deui ember.

Nepi ka meh magrib, kuring jeung bapa masih keneh pak-pik-pek masangkeun kecrik lebah galeng tambakan nu balocor teh.
Peutingna, ibu nyereces ngagoreng lele, lauk emas jeung gurame. Geus beres brak ngariung. Rengse ngariung, bapa ngasongkeun pel, “Meh teu rieut” pokna.

Perbawa ubar jeung cape tayohna, kuring pangheulana pules. Ngimpi ngalaman deui kasukaan nu cikeneh karandapan. Kasukaan nu maheut nepi ka kiwari, pageuh ngageugeuh galeuh katineung.

Ti harita mah mun hujan ngagebret teh bapa teu kudu ngarasa melang, ka balong. Mun pareng mulang ti kantor kapegat hujan ge, senang we ngiuhan, teu hariwang balong limpas. Pan tugasna geus dioper ka kuring.

Anteng naker kuring ngalamun teh. Motor geus mucicid, tapi lelembutan kuring mah kalah haneut, kahaneutan ku katineung ka jaman keur budak. Motor terus ngageuleuyeung. Barang nepi ka salahsahiji parapatan di jalan nu pangpanjangna sakota Bandung ieu, motor ujug-ujug ngayented, ngendoran ku maneh. Suku duanana nu neken kana step kenca-katuhu karasa kakeueum ku cai. Gusti… geuning jalan teh geus ngumplang!

Kuring molohok. Jalan sesek ku mobil nu pateteep teu bisa laju. Motor paraeh ditaruntun ku nu numpakna. Klakson patingteretet asup kabeh kana kekendangan.

Ku kaayaan kieu teh, lamunan malabur. Motor ngalunted, katingker ku jalan walungan atawa walungan jalan. caina lecek jeung kaangseu bau. Beda jeung cai balong bapa nu herang-canembrang, katarembong lauk nu salayang-soloyong ge. Ban motor gejed ku rupa-rupa sarah nu nyarangsang: palastik, lalamakan, jeung sagalarupa, puguh deui elod mah. Botol plastik rabeng patarik-tarik jeung klakson.

Kuring nyelap dina antayan macet. Cai geus semet tuur. Kuring teu bisa kumaha, pipilueun nyurung motor, iring-iringan jeung batur. Sawareh kendaraan teh maralik deui, atuh teu wudu beuki parna macet teh ku mobil nu malang-mulintang. Lalulintas beuki kusut. Hate kuring nu tadi mah haneut ku katineung ka jaman keur budak, ayeuna mah karasa bayeungyang ku kaayaan, sanajan awak mah raribeg.

Kuring angger ngahunted lebah parapatan. Katingker keneh ku walungan jalan atawa jalan walungan tea. Ayeuna mah seahna hujan teh geus teu kadenge, katimpah ku sora patingcorowokna jelema. Padahal hujanna mah beuki ngagebret, cileungcang beuki karasa nyeotna kana suku. Motor beuki susah dibawa ingkah. Ku kuring disurung dipengkolkeun, rek neangan tempat parkir. Bangga, taya pisan lolongkrang pikeung mengkolkeun-mengkolkeun acan. Gusti… nepi ka kieuna iyeuh!

Kuring nyawang ka beulah kidul, banjir kacirina leuwih badag. Pantes da leuwih handap lebah dinya mah. Sakur kendaraan kacirina teh geus teu bisa pisa n obah. Ngajarentul. Jelemana mah teu katarembong… na ka marana nya? Kuring disidik-sidik, tina sesela gebretna hujan kaciri sihoreng jelema teh mareped ka sisi jalan, neangan tempat nu rada luhur, cul we motor jeung mobil mah.

Teu kungsi lila, burudul teh jelema ti beulah kidul, nuju ka lebah kuring. Beuki lila beuki rea. Maraksakeun ngarayap, papalawan jeung palidna cileungcang nu mingkin gede jeung mingkin nyeot. Anggangna aya kira-kira saratus meter mah ti lebah kuring teh. katembong cai teh geus sahandapeun cangkeng. Nu ngabring teh saurang ge taya nu lengoh, awewe ngarais budak, lalaki aya nu ngagotong kulkas, nu manggul tipi, nu manggul kasur, naon we. Jelema teh paheula-heula muru tempat nu rada luhur, neangan kasalametan diri jeung anak-bojona. Imah mah diculkeun we kakeueum. Beulah dinya mah jalan teh geus bleg we walungan.

Kuring ngajanteng keneh. Pikiran ngapung ka lembur, di lembur mah hujan sakumaha gedena ge tara kungsi nepi ka ngarobah jalan jadi walungan. Sakumaha gedena ge cileungcang tara nepika pinuh ku sarah siga kieu. Jeung sakumaha gedena ge hujan, kuring jeung bapa tara tangka rariweuh nunungtun ibu jeung adi. Malah apan di lembur mah hujan teh jadi bahan kasukaan nu taya babandinganana.
Kuring anteng ngajanteng bari ngahuleng. *** Ku Lutfi Adam

Senin, 26 Juli 2010

Beruntung Jadi Manusia Sunda

Manusia Sunda adalah manusia yang selalu beruntung. Istilah beruntung hampir selalu kita temukan dalam sikap dan aktivitas keseharian manusia Sunda. Secara kasatmata keberuntungan seorang manusia adalah ketika mendapatkan satu kemenangan atau kebahagiaan. Dalam kacamata orang awam, keberuntungan dapat direalisasikan, misalnya, ketika mendapatkan beasiswa, hadiah motor, rumah, dan mobil, atau ketika lamaran kita diterima seseorang yang sangat kita kagumi.

Namun, tidak demikian halnya dengan manusia Sunda. Konsep keberuntungan tidak hanya dituangkan ketika mendapatkan kesenangan atau kebahagiaan semata, tetapi juga dituangkan ketika manusia Sunda mendapatkan musibah, baik musibah leutik maupun gede.

Ketika seorang manusia Sunda mendapatkan satu musibah, ia selalu mencari celah di mana letak keberuntungannya walaupun secara fisik seorang manusia Sunda cilaka. Bagi manusia Sunda, hal tersebut tetap saja sebuah keberuntungan. Bahkan, sekalipun tangan dan kakinya mesti diamputasi dan seluruh harta kekayaannya habis, tidak ada yang tidak untung bagi manusia Sunda.

Kata beruntung atau untung dalam Bahasa Sunda sering kali terucap ketika seorang manusia Sunda, misalnya, mengalami kecelakaan, yaitu jatuh dari motor di tengah jalan raya, seraya mengatakan, "Untung tadi euweuh mobil ngaliwat (beruntung tadi tidak ada mobil lewat)." Jika ada mobil yang lewat, pastilah dia sudah tergilas. Oleh karena itu, walaupun kakinya patah karena tabrakan, ia tetap merasa beruntung karena masih diberi keselamatan oleh Nu Ngersakeun. Contoh lain adalah ketika kesusahan melanda seorang manusia Sunda dan masih bisa makan walaupun dengan nasi aking, ia menjadi orang yang beruntung karena masih bisa makan walaupun tanpa nasi.

Bersyukur

Untung yang diungkapkan dalam berbagai situasi, khususnya situasi terjepit bagi manusia Sunda, merupakan suatu konsep bersyukur terhadap sang Khalik atau Pencipta alam raya ini. Konsep ini pun direalisasikan oleh urang Sunda yang tidak pernah kabita harta dan tidak silau oleh pangaweruh orang lain. Yang ada adalah hormat dan saling menghargai.

Konsep yang sudah menjadi jati diri manusia Sunda inilah barangkali yang mendorong tidak adanya manusia Sunda yang dianggap pinunjul oleh sebagian kalangan, seperti yang selalu digembar-gemborkan Kang Asep Salahudin dalam banyak tulisannya. Namun, jika kita cermati secara lebih terbuka, manusia Sunda kiwari banyak yang mancala putra mancala putri walaupun tidak pernah menduduki kursi kepresidenan.

Hal ini juga berpijak pada falsafah manusia Sunda, moal hayang komo embung. Artinya, bahwa manusia Sunda tidak akan pernah mengharapkan atau berambisi menjadi sesuatu, tetapi tidak akan menolak dan akan bertanggung jawab jika diamanahi sesuatu. Seperti pernah terjadi terhadap Linggabuwana atau Prabu Wangi, kakek moyangnya Prabu Maharaja Siliwangi, penguasa Pasundan. Ia tidak pernah mengharapkan musuh dengan ekspansi wilayah sehingga wilayahnya tidak pernah besar sebesar Majapahit. Namun, ia juga tidak akan mundur sok sanajan salengkah jika berhadapan dengan musuh.

Hal ini juga tersurat dalam wangsit Prabu Siliwangi sebagai sosok manusia Sunda yang agung dan pinilih dalam merumuskan konsep hidupnya yang religius, tidak kabita ku aisan batur, selalu cukup dengan apa yang telah didapatkannya. Hal ini memengaruhi sikap hidupnya sebagai penguasa yang tidak ingin berkuasa secara berlebihan. Konsep ini tertulis dalam naskah Siskandang Karesian pada abad ke-16 atau tahun 1500-an, seperti dicatat oleh E Rokajat dalam Wangsit Siliwangi (2009):

Haywa paala-ala palungguhan, Haywa paala-ala pameunang, Haywa paala-ala demakan
Maka pada mulia ku ulah, Ku Sabda ku kedap si niti,
Si Nityagata, si aum, si heueuh, Si karungrungan
Ngalap kaswar, Semu guyu, Tejah ambek guru basa dina urang sakabeh
Taha kalawan anwam
(Jangan berebut kedudukan, Jangan berebut penghasilan, Jangan berebut hadiah
Maka berbuat mulialah dengan perbuatan, Dengan ucapan dan dengan tekad yang bijaksana
Yang masuk akal, yang benar, yang sungguh-sungguh, Yang menarik simpati orang
Suka mengalah, Murah senyum, Berseri di hati dan mantap bicara kepada semua orang
Tua maupun muda)

Tasawuf Ki Sunda

Berangkat dari ajaran di atas itulah barangkali mengapa manusia Sunda selalu ewuh pakewuh. Inilah sejatinya sufisme Sunda, yaitu ajaran yang mencerminkan tidak terlalu hookeun atau silau oleh harta dan jabatan. Hal ini tecermin dari inohong Sunda yang selalu menjadi panutan bagi rahayat-nya. Salah satu contoh nyata bentuk sufisme dalam kehidupan politik adalah ketika Jawa Barat melaksanakan pemilihan umum kepala daerah, tokoh yang kalah akan ngarojong terhadap calon yang menang, seperti terjadi pada tahun lalu ketika Agum Gumelar dan Danny Setiawan kalah dari Ahmad Heryawan. Tidak terjadi gugat-menggugat di antara para inohong tersebut sehingga pilkada Jabar terhitung aman dan tenteram, bahkan menjadi kiblat pilkada di daerah lain.

Dalam definisi agama (Islam) istilah ini merupakan suatu sikap qonaah, yaitu merasa cukup dengan apa yang sudah didapatkan, tidak merasa kabita atau silau dengan posisi, jabatan, atau kekayaan orang lain. Iniliah ciri pokok dari sufisme yang sudah tidak lagi mementingkan dunia.

Satu analogi untuk menutup tulisan ini, bagi manusia Sunda, tergambar dalam bobodoran kontemporer Sunda, Cangehgar, yang disiarkan sebuah radio di Bandung:

Hayam: Percuma anjeunmah ngendog teh meni laleutik puyuh, tah contoan atuh kuring ngendog mah kudu badag kieu yeuh.
Puyuh: Naha?
Hayam: Dina segi ekonomi mah kuring teh leuwih punjul, endog kuring bisa dijual 100 ari endog anjeunmah puyuh hargana ngan 100 perak.
Puyuh: Jadi sabaraha bedana kitu?
Hayam: Nya 900 perak atuh.
Puyuh: Tah kuringmah paling hoream-horeamna ngagawean picilakaeun.
Hayam: Ari maksud anjeun.
Puyuh: Saenyana kuring bisa nyieun endog nu sagede endog anjeun, tapi hoream, pira ge ngudag duit 900 perak ari kudu heug jebol bujur mah embung.

Bobodoran tersebut memiliki makna yang dalam tentang konsep tasawuf modern Ki Sunda, yaitu suatu sikap qonaah. Sang burung Puyuh sudah merasa cukup memiliki telur yang kecil. Ia bukan tidak mampu membuat telur sebesar milik ayam, tetapi karena asaknya jeujeuhan bahwa masa depannya masih panjang sehingga tidak ingin melakukan hal-hal yang dapat mencelakakan dirinya, memiliki telur kecil pun menjadi beruntung.

Inilah sejatinya yang harus dicontoh semua manusia Sunda yang selalu berebut posisi dan jabatan hingga akhirnya mencelakakan dirinya seperti yang sering tecermin dalam kerusuhan-kerusuhan pilkada di daerah lain. Mudah-mudahan inohong Sunda dapat ewuh pakewuh serta mengekang diri dan belajar dari sang Puyuh sehingga wewengkon Sunda tetap menjadi wilayah yang tengtrem.

DUDI RUSTANDI Dosen Luar Biasa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung; Bergiat di Komunitas Lawang Sunda

Jumat, 23 Juli 2010

Preacher Moss, Allah Membuatnya Jenaka

Nama Preacher Moss sudah tidak asing lagi bagi publik Amerika Serikat (AS) yang menggemari komedi, khususnya komunitas Muslim. Moss adalah pendiri dari kelompok komedi "Allah Made Me Funny" dan membuatnya menjadi salah seorang komedian Muslim yang kerap membuat orang terpingkal-pingkal karena banyolannya.

Salah satu banyolan Moss yang terkenal adalah ketika ia bercerita, ''Jika mungkin dan dibolehkan, saya ingin mengganti nama saya dengan nama 'Allahu Akbar'. Saya membayangkan pasti akan hebat sekali ketika saya di bandara dan petugas bandara menyebut nama saya yang tertera di paspor 'Allahu Akbar'.'' Banyolan yang pasti membuat orang tersenyum. Tentu saja Moss tidak bermaksud melakukan penghinaan dengan humornya itu.

Sebelum memeluk Islam, dia adalah seorang penganut Kristen dan dibesarkan dengan didikan Kristen oleh keluarganya. Munculnya gerakan Black Panther dan Nation of Islam dengan pemimpin-pemimpinnya, seperti Malcolm X, yang telah memberikan pengaruh besar bagi dirinya sebagai anak muda kulit hitam di AS ketika itu dan menjadi awal perkenalannya dengan Islam.

Moss masih mengingat dua kenangan besar dalam hidupnya, yang telah mendorongnya untuk mempelajari kekuatan dan keindahan Islam dari gerakan-gerakan hak asasi di AS. Ia menyebutnya sebagai 'Islam protes' dan 'Islam regular' atau Islam yang lahir dari Nation of Islam dan harga diri warga kulit hitam dengan Islam yang dibawa oleh para imigran dan generasi Muslim pertama di AS.

Kenangan pertama yang masih membekas di hati Moss adalah ketika ia menyaksikan bagaimana teman sekelasnya begitu taat menjalankan ibadahnya sebagai seorang Muslim, meski dalam kondisi dan situasi yang paling sulit. Hal itu membuat Moss sangat kagum dan menghormati sahabat Muslimnya itu.

Kenangan kedua yang menyentuh hati Moss adalah sahabatnya yang ia kenal di pergaulan anak jalanan di Washington DC. Sahabat yang menurut Moss selalu dirundung masalah. Suatu hari ia mendengar kabar sahabatnya itu meninggal dunia. Moss dan beberapa teman datang ke rumah sahabatnya itu dan di kamar sahabatnya itu Moss melihat banyak buku-buku tentang Islam.

'''Saya melihat ia memiliki sesuatu. Dia berada di jalan untuk menuju ke satu arah yang besar. Ia tahu sesuatu yang saya tidak tahu. Dan saya ingin sekali tahu lebih banyak tentang jalan itu,'' tutur Moss tentang sahabatnya.

Masuk Islam

Ditanya kapan tepatnya ia resmi menjadi seorang Muslim, Moss akan diam dan berusaha mengingat kembali masa-masa remajanya sampai ia menjadi seorang mahasiswa jurusan jurnalistik dan film di Universitas Marquette, Wisconsin. Ia mengaku tidak ingat betul tanggal berapa ia mengucapkan dua kalimat syahadat.

Yang ia ingat, kejadiannya ketika ia masih kuliah dan ia belajar Islam dari banyak sumber. Waktu itu ia bekerja sebagai guru untuk anak-anak yang mengalami gangguan emosi dan menjadi komedian. Perjalanannya hidup yang sebenarnya, ia alami setelah ia mengucapkan syadahat dan menjadi seorang Muslim. ''Selama masa kuliah, masuk Islam adalah sebuah pertempuran. Apakah saya akan mengikuti jalan ini atau saya tetap di jalan yang lama? Banyak sekali konflik dalam diri saya,'' kata Moss.

Menjadi seorang Muslim merupakan perjuangan bagi Moss, apalagi buat dirinya yang sangat menggemari dunia komedi dan sudah menjadi bagian dari industri hiburan. Karirnya sebagai komedian menanjak seiring dengan reputasinya menulis skenario untuk sejumlah aktor dan komedian di Hollywood.

Tapi menjadi seorang Muslim di Hollywood bukan hal yang mudah. Moss mengalami saat-saat penuh tekanan karena ia tidak boleh membuat banyolan-banyolan tentang perempuan atau topik-topilk yang akan dinilai sebagai anti-Muslim. Itulah sebabnya, Moss akhirnya memutuskan meninggalkan Hollywood dan memilih jalur solo karir.

Ia lalu membentuk group lawak dengan Muslim lainnya, yaitu Azhar Usman dan Azeem, kemudian ditambah dengan masuknya Mo Amer. Jadilah kelompok komedi "Allah Made Me Funny". Moss mengatakan bahwa ia ingin Muslim bisa mengekspresikan diri mereka. ''Setiap kali orang mendengarkan kami dan mereka Muslim, mereka akan bilang 'Dengar, orang-orang ini punya nilai-nilai,'' ujar Moss tentang harapannya pada Muslim lainnya.

Moss mengakui bahwa ia belum menjadi seorang Muslim yang baik. Tapi ia berharap bisa pensiun dari dunia komedi dan akan memusatkan kehidupannya pada keluarga dan agamanya. ''Saya ingin belajar bahasa Arab. Banyak sekali yang ingi saya baca. Tapi saya akan selalu memprotes, dan protes saya sekarang ditujukan untuk kaum Muslimin agar punya rasa memiliki terhadap agamanya,'' tukasnya.

Susan Carland, Aktivis Gereja yang Menemukan Kelembutan Islam

Tahun 2004 lalu, mungkin menjadi tahun yang paling berkesan bagi seorang Susan Carland. Betapa tidak, wanita kelahiran Melbourne, Australia, ini terpilih sebagai Tokoh Muslim Australia (Australian Muslim of the Year) 2004. Sejak saat itu, sosoknya dikenal luas di seluruh penjuru Negeri Kangguru, bahkan hingga ke negeri tetangga.

Kendati pernah dinobatkan sebagai Tokoh Muslim Australia berpengaruh, sejatinya Susan bukan berasal dari keluarga Muslim. Kedua orang tuanya merupakan pemeluk Kristen yang taat. Ia sendiri baru mengenal Islam pada usia yang baru menginjak 19 tahun.

Orang tuanya bercerai ketika Susan berusia tujuh tahun. Ia kemudian memilih untuk tinggal bersama ibunya, yang dianggapnya sebagai sosok wanita yang gigih, penyayang, dan orang yang paling banyak memengaruhi perjalanan kehidupannya.

Sebagai pemeluk Kristen yang taat, sang ibu pun mengharuskan anak gadisnya itu untuk aktif dalam kegiatan gereja dan mengikuti sekolah Minggu. Namun, ketika menginjak usia 12 tahun, ia memutuskan tidak lagi menghadiri kegiatan gereja dan mengikuti sekolah Minggu. "Saat itu, saya beralasan bahwa saya tetap percaya kepada Tuhan meskipun tidak ke gereja."

Namun, keinginan yang kuat untuk mengenal Tuhan lebih jauh pada akhirnya mendorong Susan untuk ikut aktif lagi di kegiatan gereja. Ia kemudian memutuskan bergabung dengan sebuah komunitas gereja yang menurutnya terbilang lebih toleran dibandingkan yang sebelumnya pernah ia masuki.

Walaupun aktif dalam kegiatan gereja, diakui Susan, dirinya tetap bisa melalui masa remajanya seperti kebanyakan gadis seusianya. Pada waktu senggang, ia mengikuti kelas balet dan kegiatan ekstrakulikuler lainnya yang diselenggarakan oleh sekolahnya.

Saat aktif di komunitas gereja baru ini, ia kerap mendengar pembicaraan orang-orang di sekitarnya yang mengaku berbicara dengan Tuhan dalam bahasa roh. Hal tersebut menimbulkan kebingungan dalam dirinya yang saat itu tengah mempelajari konsep mengenai ketuhanan.

Ketika merayakan ulang tahunnya yang ke-17, Susan membuat beberapa resolusi di tahun baru. Salah satu resolusinya adalah menyelidiki agama-agama lain. "Agama Islam saat itu tidak masuk dalam daftar teratas karena agama ini bagi saya terlihat asing dan penuh dengan kekerasan," ungkapnya.

Pengetahuan tentang Islam yang dimiliki Susan kala itu hanya sebatas pada penjelasan-penjelasan yang ia baca di buku ensiklopedia anak-anak dan dalam film berjudul Not Without My Daughter. Di samping itu, ada juga pesan yang pernah disampaikan ibunya bahwa beliau tidak peduli jika dirinya menikah dengan seorang pengedar narkoba sekalipun, asalkan jangan dengan seorang Muslim.

Layar TV

Lalu, kenapa ia kemudian memilih Islam? Ada nilai lebih yang ia dapatkan dalam agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yakni kedamaian dan kelembutan. Kebalikan dari yang pernah ia dengar sebelumnya.

Saat disuruh menjelaskan bagaimana ia bisa memutuskan menjadi seorang Muslimah, ibu dua anak ini menuturkan kepada harian The Star bahwa ia tidak bisa mengingat secara pasti, apakah dia menemukan Islam atau Islam menemukannya. Yang pasti, semua peristiwa tersebut tidak pernah ia rancang sebelumnya. "Hari itu, saya menyetel televisi dan mendapati diri saya sedang asyik menyaksikan sebuah program mengenai Islam," ujarnya.

Sejak saat itu, berbagai artikel mengenai Islam di koran dan majalah selalu menarik perhatian Susan. Tanpa disadarinya, ia mulai mempelajari agama Islam. Ketika dalam proses pembelajaran tersebut, Susan justru menemukan sebuah 'kelembutan' yang tidak pernah ia temukan. Lagi pula, ajaran Islam menarik baginya secara intelektual.

"Agama ini jauh berbeda dibandingkan agama-agama yang pernah saya pelajari dan selidiki. Dalam Islam, ternyata tidak mengenal yang namanya pemisahan antara pikiran, tubuh, dan jiwa seperti halnya yang pernah saya pelajari dalam agama Kristen," papar dosen sosiologi Universitas Monash, Australia, ini.

Berawal dari situ, Susan bertekad bulat untuk memeluk Islam. Satu kebohongan besar yang terpaksa ia lakukan adalah merahasiakan perihal keislamannya dari keluarga dan teman-temannya, terutama sang ibu.

Namun, takdir berkata lain. Rahasia yang telah ditutupinya rapat-rapat terbongkar juga ketika ibunya mengadakan perjamuan makan malam dengan menu hidangan utama daging babi. "Saat itu, saya mengalami dilema, antara mesti mengumumkan soal keislaman saya atau memakan makanan haram itu," ujarnya mengenang peristiwa itu.

Dalam kebimbangan tersebut, ia pun berterus terang. Namun, tanpa ia sangka, reaksi yang ditunjukkan oleh ibunya sungguh membuatnya terkejut. Bukan kemarahan dan cacian, melainkan tangisan dan pelukan erat dari sang ibunda yang diterimanya.

Selang beberapa hari setelah insiden makan malam tersebut, istri dari Waleed Ali ini kemudian memutuskan mengenakan jilbab. Menurutnya, menutup kepala merupakan kewajiban bagi seorang Muslimah. Karena, hakikatnya, Islam mengatur segala aspek dalam kehidupan manusia. Bagi dia, banyak manfaat yang dirasakan dengan menutup aurat itu. "Selain sebagai sebuah peringatan agar kita lebih mendekatkan diri kepada-Nya, juga menjadikan wanita Muslim sebagai duta Islam," ujarnya.

Selepas memeluk Islam, perjalanan hidup yang dilalui Susan tidaklah semudah yang dialami segelintir mualaf yang bernasib baik. Susan sering berhadapan dengan kemarahan khalayak ramai dan dijauhi oleh teman-temannya. Bahkan, ia juga kerap mendapatkan penghinaan di depan umum terkait dengan jilbab yang menutupi kepala dan rambutnya.

Namun, kini semuanya berubah. Setelah lima tahun berislam, barulah Susan mempunyai teman-teman yang bukan saja berasal dari kalangan Muslim, tetapi juga dari non-Muslim. Dengan busana Muslim yang membalut tubuhnya, ia kini bebas mengajak anaknya untuk berjalan-jalan di taman kota ataupun bermain di dekat danau, di mana dulu semasa kecil ia sering diajak oleh ibunya untuk memberi makan bebek. Begitupun ketika ia pergi mengajar ke kampus dengan mengendarai VW Bettle warna merah muda yang biasa disapanya dengan panggilan 'Gus', tidak ada lagi tatapan sinis dari orang-orang di sekelilingnya.

Maryam Jameela, Masuk Islam Usai Diterpa Propaganda Yahudi

Dunia mengenal tokoh yang satu ini sebagai seorang intelektual serta penulis ternama di bidang agama, filsafat, maupun sejarah. Maryam Jameela, demikian nama muslimnya. Ia telah menghasilkan sejumlah karya yang cukup penting dalam khazanah pemikiran Islam, antara lain Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life, Islam and Orientalis, Islam in Theory and Practice, dan 'Islam and the Muslim Woman Today'.

Salah satu hal yang patut dicatat dari tulisan-tulisan serta pemikiran Maryam Jameela, adalah keyakinannya terhadap agama Islam yang dinilainya sebagai agama terbaik. Islam merupakan agama dengan keunggulan paripurna, sehingga merupakan satu-satunya jalan untuk menuju kehidupan lebih baik, baik di dunia maupun akhirat.

Melalui karyanya, Maryam ingin menyebarkan keyakinannya itu kepada segenap umat Muslim di seluruh dunia. Harapannya adalah agar umat semakin percaya diri untuk dapat mendayagunakan keunggulan-keunggulan agama Islam tersebut demi meraih kejayaan di berbagai bidang kehidupan.

Sikap dan pemikiran yang ‘trengginas’ itu tampaknya tak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan cendekiawan ini. Sejatinya, wanita kelahiran 23 Mei 1934 tersebut adalah seorang Yahudi. Keislamannya berlangsung ketika masih berusia remaja.

Ia menyandang nama Margareth Marcus sebelum memeluk Islam. Berasal dari keluarga Yahudi, Margareth dibesarkan dalam lingkungan yang multietnis di New York, Amerika Serikat. Nenek moyangnya berkebangsaan Jerman. "Keluarga kami telah tinggal di Jerman selama empat generasi dan kemudian berasimilasi ke Amerika," papar Maryam, dalam buku Islam and Orientalism .

Margareth kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan langsung jatuh hati.

Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini. Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya di kota New York.

Margareth merasa ada kemiripan bahasa antara musik Arab dan Alquran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu, Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid .

Ketika beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretensi apapun terhadap agama ini.

Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam karena ingin mempelajari Islam secara formal.

Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.

Akan tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.

Margareth menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran pada Islam.

Hasil penelaahannnya dicurahkan dalam suratnya kepada Abul A'la al-Mawdudi, seorang ulama besar Pakistan. Di situ sia menulis, “Pada kitab Perjanjian Lama memang terdapat konsep-konsep universal tentang Tuhan dan moral luhur seperti diajarkan para nabi, namun agama Yahudi selalu mempertahankan karakter kesukuan dan kebangsaan. Sebagian besar pemimpin Yahudi memandang Tuhan sebagai agen real estate yang membagi-bagikan lahan untuk keuntungan sendiri. Maka, walau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Israel sangat pesat, namun kemajuan material yang dikombinasikan dengan moralitas kesukuan ini adalah suatu ancaman bagi perdamaian dunia."

Kecintaan Margareth kepada Islam tak terbendung lagi. Dirinya semakin mantap untuk memilih Islam sebagai jalan hidup. Akhirnya ketika berusia 19 tahun, Margareth resmi memeluk Islam, tepatnya pada tahun 1961. Dia mengganti namanya menjadi Maryam Jameela.

Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf sudah sejak jauh-jauh hari, akan tetapi selalu dihalangi keluarganya. Mereka menakut-nakutinya dengan mengatakan bahwa umat Islam tidak akan bersedia menerimanya karena berasal dari keturunan Yahudi.

Namun, Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahwa apa yang dikatakan keluarganya tidaklah benar. Umat Muslim justru menyambutnya dengan hangat. Keputusan beralih menjadi Muslimah, diakuinya kemudian, juga turut dipengaruhi oleh kekagumannya pada dua karya terkenal dari Mohammad Assad, yakni The Road to Mecca dan Islam at Crossroad .

Setelah berislam, dia mengalami semacam transformasi pola pikir yang dia istilahkan sebagai ‘transformation from a kafir mind into a Muslim mind’ (transfomasi dari pikiran kafir ke pikiran Muslim). Menurut Maryam, perubahan pola pikir yang memengaruhi perilaku dan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari, akan terjadi bila seseorang memasuki ruang keislaman. Ada perbedaan mendasar antara pemikiran dari seorang Muslim dan kafir.

Tak lama setelah itu, Maryam memulai kegiatan penuangan ide, gagasan dan pemikirannya sebagai penulis tetap pada majalah Muslim Digest terbitan Durban, Afrika Selatan. Artikel-artikelnya kerap menekankan inti ajaran tentang akhlak, takwa dan iman, serta kebenaran dalam agama Allah SWT. Dan melalui aktivitas di jurnal itu, dia semakin akrab dengan Mawlana Sayid Abu Ala Mawdudi, pendiri Jamaati Islami (Partai Islam) Pakistan, yang juga kontributor di jurnal yang sama.

Maryam sangat terkesan dengan karya dan pemikiran-pemikiran Mawdudi, sehingga memutuskan untuk berkorespondensi. Surat-menyurat antara keduanya dilakukan pada kurun waktu 1960 dan 1962, dan kemudian dibukukan dengan judul Correspondences Between Mawlana Mawdoodi and Maryam Jameela . Keduanya saling berdiskusi tentang banyak hal terkait kehidupan umat Muslim, hubungan Islam dan Barat, serta masih banyak lagi.

Sebenarnya, beberapa saat sebelum memeluk Islam, Maryam Jameela sudah aktif menulis sejumlah artikel yang intinya membela Islam. Dia juga gencar mengkritik berbagai paham modern yang seolah hendak dipaksakan untuk diterapkan kepada masyarakat Islam.

Atas undangan Mawdudi, di tahun 1962, Maryam datang ke Pakistan. Tak sekadar berkunjung, dia bahkan disarankan untuk menetap di Lahore agar bisa lebih fokus pada aktivitas intelektualnya. Beberapa waktu kemudian, dia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan.

Sejak menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami. Hingga kini, Maryam masih tinggal di Pakistan dan terus berkarya.

Kisah Mualaf Aminah Assilmi: Dia Korbankan Segalanya Demi Islam

Tak banyak orang yang mengenal Aminah Assilmi. Ia adalah Presiden Internasional Union of Muslim Women yang telah meninggal dunia pada 6 Maret 2010, dalam sebuah kecelakaan mobil di Newport, Tennesse, Amerika Serikat.

Perjalanannya menuju Islam cukup unik. Perjalanan yang patut dikenang. Semuanya berawal dari kesalahan kecil sebuah komputer. Mulanya, ia adalah seorang gadis jemaat Southern Baptist–aliran gereja Protestan terbesar di AS, seorang feminis radikal, dan jurnalis penyiaran.

Sewaktu muda, ia bukan gadis yang biasa-biasa saja, tapi cerdas dan unggul di sekolah sehingga mendapatkan beasiswa. Satu hari, sebuah kesalahan komputer terjadi. Siapa sangka, hal itu membawanya kepada misi sebagai seorang Kristen dan mengubah jalan hidupnya secara keseluruhan.

Tahun 1975 untuk pertama kali komputer dipergunakan untuk proses pra-registrasi di kampusnya. Sebenarnya, ia mendaftar ikut sebuah kelas dalam bidang terapi rekreasional, namun komputer mendatanya masuk dalam kelas teater. Kelas tidak bisa dibatalkan, karena sudah terlambat. Membatalkan kelas juga bukan pilihan, karena sebagai penerima beasiswa nilai F berarti bahaya.

Lantas, suaminya menyarankan agar Aminah menghadap dosen untuk mencari alternatif dalam kelas pertunjukan. Dan betapa terkejutnya ia, karena kelas dipenuhi dengan anak-anak Arab dan ‘para penunggang unta’. Tak sanggup, ia pun pulang ke rumah dan memutuskan untuk tidak masuk kelas lagi. Tidak mungkin baginya untuk berada di tengah-tengah orang Arab. ''Tidak mungkin saya duduk di kelas yang penuh dengan orang kafir!'' ujarnya kala itu.

Suaminya coba menenangkannya dan mengatakan mungkin Tuhan punya suatu rencana dibalik kejadian itu. Selama dua hari Aminah mengurung diri untuk berpikir, hingga akhirnya ia berkesimpulan mungkin itu adalah petunjuk dari Tuhan, agar ia membimbing orang-orang Arab untuk memeluk Kristen. Jadilah ia memiliki misi yang harus ditunaikan. Di kelas ia terus mendiskusikan ajaran Kristen dengan teman-teman Arab-nya.

''Saya memulai dengan mengatakan bahwa mereka akan dibakar di neraka jika tidak menerima Yesus sebagai penyelamat. Mereka sangat sopan, tapi tidak pindah agama. Kemudian saya jelaskan betapa Yesus mencintai dan rela mati di tiang salib untuk menghapus dosa-dosa mereka.''

Tapi ajakannya tidak manjur. Teman-teman di kelasnya tak mau berpaling sehingga ia memutuskan untuk mempelajari alquran untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang salah dan Muhammad bukan seorang nabi. Ia pun melakukan penelitian selama satu setengah tahun dan membaca alquran hingga tamat.

Namun secara tidak sadar, ia perlahan berubah menjadi seseorang yang berbeda, dan suaminya memperhatikan hal itu. ''Saya berubah, sedikit, tapi cukup membuat dirinya terusik. Biasanya kami pergi ke bar tiap Jumat dan Sabtu atau ke pesta. Dan saya tidak lagi mau pergi. Saya menjadi lebih pendiam dan menjauh.''

Melihat perubahan yang terjadi, suaminya menyangka ia selingkuh, karena bagi pria itulah yang membuat seorang wanita berubah. Puncaknya, ia diminta untuk meninggalkan rumah dan tinggal di apartemen yang berbeda. Ia terus mempelajari Islam, sambil tetap menjadi seorang Kristen yang taat.

Hingga akhirnya, hidayah itu datang. Akhirnya pada 21 Mei 1977, jemaat gereja yang taat itu menyatakan, ''Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.''

Perjalanan setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti halnya mualaf lain, bukanlah perkara yang mudah. Aminah kehilangan segala yang dicintainya. Ia kehilangan hampir seluruh temannya, karena dianggap tidak menyenangkan lagi. Ibunya tidak bisa menerima dan berharap itu hanyalah semangat membara yang akan segera padam. Saudara perempuannya yang ahli jiwa mengira ia gila. Ayahnya yang lemah lembut mengokang senjata dan siap untuk membunuhnya.

Tak lama kemudian ia pun mengenakan hijab. Pada hari yang sama ia kehilangan pekerjaannya.
Lengkap sudah. Ia hidup tanpa ayah, ibu, saudara, teman dan pekerjaan. Jika dulu ia hanya hidup terpisah dengan suami, kini perceraian di depan mata. Di pengadilan ia harus membuat keputusan pahit dalam hidupnya; melepaskan Islam dan tidak akan kehilangan hak asuh atas anaknya atau tetap memegang Islam dan harus meninggalkan anak-anak. ''Itu adalah 20 menit yang paling menyakitkan dalam hidup saya,'' kenangnya.

Bertambah pedih karena dokter telah memvonisnya tidak akan lagi bisa memiliki anak akibat komplikasi yang dideritanya. ''Saya berdoa melebihi dari yang biasanya. Saya tahu, tidak ada tempat yang lebih aman bagi anak-anak saya daripada berada di tangan Allah. Jika saya mengingkari-Nya, maka di masa depan tidak mungkin bagi saya menunjukkan kepada mereka betapa menakjubkannya berada dekat dengan Allah.'' Ia pun memutuskan melepaskan anak-anaknya, sepasang putra-putri kecilnya.

Namun, Allah Maha Pengasih. Ia diberikan anugerah dengan kata-katanya yang indah sehingga membuat banyak orang tersentuh dan perilaku Islami-nya. Dia telah berubah menjadi orang yang berbeda, jauh lebih baik. Begitu baiknya sehingga keluarga, teman dan kerabat yang dulu memusuhinya, perlahan mulai menghargai pilihan hidupnya.

Dalam berbagai kesempatan ia mengirim kartu ucapan untuk mereka, yang ditulisi kalimat-kalimat bijak dari ayat Al-Quran atau hadist, tanpa menyebutkan sumbernya. Beberapa waktu kemudian ia pun menuai benih yang ditanam. Orang pertama yang menerima Islam adalah neneknya yang berusia lebih dari 100 tahun. Tak lama setelah masuk Islam sang nenek pun meninggal dunia.

''Pada hari ia mengucapkan syahadat, seluruh dosanya diampuni, dan amal-amal baiknya tetap dicatat. Sejenak setelah memeluk Islam ia meninggal dunia, saya tahu buku catatan amalnya berat di sisi kebaikan. Itu membuat saya dipenuhi suka cita!''

Selanjutnya yang menerima Islam adalah orang yang dulu ingin membunuhnya, ayah. Keislaman sang ayah mengingatkan dirinya pada kisah Umar bin Khattab. Dua tahun setelah Aminah memeluk Islam, ibunya menelepon dan sangat menghargai keyakinannya yang baru. Dan ia berharap Aminah akan tetap memeluknya.

Beberapa tahun kemudian ibu meneleponnya lagi dan bertanya apa yang harus dilakukan seseorang jika ingin menjadi Muslim. Aminah menjawab bahwa ia harus percaya bahwa hanya ada satu Tuhan dan Muhammad adalah utusan-Nya. ''Kalau itu semua orang bodoh juga tahu. Tapi apa yang harus dilakukannya?'' tanya ibunya lagi.

Dikatakan oleh Aminah, bahwa jika ibunya sudah percaya berarti ia sudah Muslim. Ibunya lantas berkata, ''OK, baiklah. Tapi jangan bilang-bilang ayahmu dulu,'' pesan ibunya. Ibunya tidak tahu bahwa suaminya (ayah tiri Aminah) telah menjadi Muslim beberapa pekan sebelumnya. Dengan demikian mereka tinggal bersama selama beberapa tahun tanpa saling mengetahui bahwa pasangannya telah memeluk Islam.

Saudara perempuannya yang dulu berjuang memasukkan Aminah ke rumah sakit jiwa, akhirnya memeluk Islam. Putra Aminah beranjak dewasa. Memasuki usia 21 tahun ia menelepon sang ibu dan berkata ingin menjadi muslim.

Enam belas tahun setelah perceraian, mantan suaminya juga memeluk Islam. Katanya, selama enam belas tahun ia mengamati Aminah dan ingin agar putri mereka memeluk agama yang sama seperti ibunya. Pria itu datang menemui dan meminta maaf atas apa yang pernah dilakukannya. Ia adalah pria yang sangat baik dan Aminah telah memaafkannya sejak dulu.

Mungkin hadiah terbesar baginya adalah apa yang ia terima selanjutnya. Aminah menikah dengan orang lain, dan meskipun dokter telah menyatakan ia tidak bisa punya anak lagi, Allah ternyata menganugerahinya seorang putra yang rupawan. Jika Allah berkehendak memberikan rahmat kepada seseorang, maka siapa yang bisa mencegahnya? Maka putranya ia beri nama Barakah.

Ia yang dulu kehilangan pekerjaan, kini menjadi Presiden Persatuan Wanita Muslim Internasional. Ia berhasil melobi Kantor Pos Amerika Serikat untuk membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya itu menjadi hari libur nasional AS. Pengorbanan yang yang dulu diberikan Aminah demi mempertahankan Islam seakan sudah terbalas. ''Kita semua pasti mati. Saya yakin bahwa kepedihan yang saya alami mengandung berkah.''

Aminah Assilmi kini telah tiada meninggalkan semua yang dikasihinya. Termasuk putranya yang dirawat di rumah sakit, akibat kecelakaan mobil dalam perjalanan pulang dari New York untuk mengabarkan pesan tentang Islam.

The World Its Mine