Senin, 14 Juli 2014

Jerman Juara Piala Dunia 2014

Senin, 14 Juli 2014 | 04:42 WIB
Mario Goetze penentu kemenangan Jerman atas Argentina
 
Jerman keluar sebagai juara Piala Dunia 2014 usai mengalahkan Argentina di partai final yang berlangsung di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Senin (14/7) dini hari WIB. Gol semata wayang yang dicetak Mario Goetze pada menit ke-113 mengakhiri mimpi Argentina menjadi juara dan menyudahi mitos yang menyebut tim-tim Eropa tidak bisa menjadi juara saat Piala Dunia berlangsung di Benua Amerika. Pada menit ke-20 Argentina mendapatkan peluang emas setelah Kroos melakukan kesalahan sehingga bola justru jatuh ke kaki Higuain yang berdiri bebas dan hanya tinggal berhadapan dengan Manuel Neuer. Namun, peluang emas tersebut gagal dimaksimalkan Higuain karena tembakan yang dilepaskannya masih melenceng.
Menit ke-30 Higuain berhasil membobol gawang Neuer usai mendapatkan umpan silang yang dilepaskan Lavezzi. Akan tetapi, wasit menganulir gol tersebut karena Higuain lebih dulu dalam posisi offside.
Andre Schurrle yang masuk menggantikan Cristoph Kramer karena cedera menciptakan peluang bagus pada menit ke-36. Pemain Chelsea ini mendapatkan ruang terbuka dan melepaskan tembakan tepat sasaran, namun mampu diantisipasi kiper Romero.
Peluang hampir mirip juga didapatkan Kroos pada menit ke-43. Berawal dari operan Mesut Oezil, Kroos melepaskan tendangan terarah, tapi tidak terlalu keras sehinga sanggup diredam Romero.
Pada masa tambahan waktu Jerman kembali mendapatkan peluang emas dari eksekusi sepak pojok yang dilepaskan Kroos. Benedikt Howedes mampu memenangi duel udara, tetapi tandukannya membentur tiang gawang dan dengan sigap diamankan Romero yang dibarengi keputusan wasit yang menyatakan Mueller juga sudah berada dalam posisi offside. Hingga jeda pertandingan pun tetap imbang 0-0.

Babak kedua

Argentina langsung melakukan perubahan di babak kedua dengan memasukkan Sergio Aguero menggantikan Ezequiel Lavezzi. Baru dua menit laga berkangsung pasukan Alejandro Sabella mendapatkan peluang bagus dari Lionel Messi.
Berawal dari umpan terobosan Lucas Biglia, Messi berpeluang mencetak gol. Akan tetapi, tendangan kaki kiri yang dilepaskannya masih sedikit melebar di sisi kiri gawang Neuer.
Sementara itu, salah satu peluang terbaik Jerman diciptakan Kroos pada menit ke-82. Memanfaatkan umpan dari Oezil, Kroos melepaskan tendangan dari luar kotak penalti, namun masih sedikit melebar.
Beberapa peluang tambahan kembali didapatkan kedua tim, tetapi, hingga pertandingan di waktu normal berakhir tetap tidak ada gol yang tercipta. Laga final pun harus dilanjutkan dengan perpanjangan waktu 2X15 menit.

Perpanjangan waktu

Tidak banyak peluang bagus yang tercipta di 15 menit pertama perpanjangan waktu. Jerman bermain sedikit lebih dominan.

Baru satu menit babak pertama perpanjangan waktu Schurrle mendapatkan peluang bagus usai menerima operan dari Oezil. Tendangan kaki kanan Schurrle masih sanggup dimentahkan Romero.

Peluang terbaik Argentina tercipta pada menit ke-97. Berawal dari umpan dari Marcos Rojo, Rodrigo Palacio mendapatkan kesempatan bagus mencetak gol. Keputusannya mencungkil bola setelah hanya tinggal berhadapan dengan Neuer tidak berbuah gol karena arah bola masih melebar.

Gol yang dinanti akhirnya tercipta pada menit ke-113. Schurrle melepaskan umpan silang dari sisi kiri serangan dan tepat mengarah ke Mario Goetze yang langsung mengontrol bola dengan dada, kemudian melepaskan tendangan kaki kiri tanpa sanggup dihentikan Romero.

Gol tersebut pun menjadikan Jerman memastikan keluar sebagai juara Piala Dunia 2014 karena hingga laga berakhir Argentina tidak mampu mencetak gol balasan. Jerman juga mengakhiri kutukan tim-tim Eropa tidak pernah menjadi juara saat Piala Dunia berlangsung di Benua Amerika.

Susunan pemain:

Jerman: Manuel Neuer; Benedikt Howedes, Mats Hummels, Philipp Lahm, Jerome Boateng; Cristoph Kramer (Andre Schurrle 32'), Bastian Schweinsteiger, Toni Kroos, Mesut Oezil (Per Mertesacker 120'); Miroslav Klose (Mario Goetze 88'), Thomas Mueller.

Argentina: Sergio Romero; Ezequiel Garay, Pablo Zabaleta, Martin Demichelis, Marcos Rojo; Lucas Biglia, Enzo Perez (Fernando Gago 86'), Lionel Messi, Javier Mascherano, Ezequiel Lavezzi (Sergio Aguero 46'); Gonzalo Higuain (Rodrigo Palacio 77').

Kamis, 03 Juli 2014

Tiga Langkah Meraih Kebahagiaan Rumah Tangga

Allah swt. berfirman,

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الروم21(
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” Ar Rum:21

Menikah Bukti Keagungan Allah
Ayat ini sebenarnya bagian dari cerita tanda-tanda keagungan Allah swt. dan kekuasaan-Nya. Bahwa semua yang ada di langit dan di bumi dan segala yang terjadi datang dari-Nya. Termasuk diciptakannya manusia berpasang-pasangan yang dengannya terjadi kelanjutan hidup, seperti yang disebutkan pada ayat di atas. Karenanya hakikat pernikahan dan rumah tangga bagi Allah swt. adalah ikatan yang sangat agung. Karena dengannya nampak keagungan-Nya.
Sebaliknya, ketika manusia hidup di alam perzinaan, yang nampak hanyalah kebinatangan. Bila kebinatangan yang menonjol dalam hidup manusia, kerusakan pasti akan meraja lela. Paling tidak yang pertama kali hancur adalah kemanusiaan. Manusia tidak lagi perduli dengan rumah tangga. Bila rumah tangga hancur, garis nasab akan hilang. Lama ke lamaan manusia tidak tahu lagi siapa sebenarnya yang ia gauli. Tidak mustahil suatu saat – bahkan ini sudah banyak terjadi – akan lahir seorang anak dari hubungan ayah dengan anaknya, atau hubungan ibu dengan anaknya, atau hubungan antara saudara seayah dan sebagainya.
Karena itu pada ayat di atas, Allah swt. menjadikan hakikat berpasang-pasangan sebagai bukti keagungan-Nya, supaya manusia tidak begitu mudah merendahkan dirinya dengan menganggap bahwa berhubungan dengan siapa saja boleh-boleh saja. Tidak, janganlah sekali-kali perbuatan ini dilakukan. Sebab dengan melakukan perzinaan seseorang tidak saja mengahancurkan kemanusiaannya sendiri melainkan lebih dari itu ia telah merendahkan Allah swt. dengan meremehkan tanda-tanda keagungan-Nya.
Jelasnya bahwa dari ayat di atas setidaknya ada tiga langkah yang bisa kita bahas secara mendalam dalam tulisan ini untuk mencapai kebahagiaan dalam rumah tangga:
(a) Bangun Jiwa Sakinah
(b) Hidupkan Semangat Mawaddah
(c) Pertahankan Spirit Rahmah.
Dan ketiga langkah ini adalah bekal utama setiap rumah tangga. Bila salah satunya hilang, rumah tangga akan rapuh dan mudah retak. Karena itu hendaklah ketiga langkah tersebut benar-benar dicapai secara maksimal, atau paling tidak mendekatinya.

Bangun Jiwa Sakinah
Allah berfirman: litaskunuu ilaihaa, artinya agar kau berteduh wahai para suami kepada istrimu. Kata litaskunuu diambil dari kata sakana yaskunu artinya berdiam atau berteduh. Dari kata sakana ini di ambil istilah sakinah yang kemudian diartikan tenang. Memang bisa saja kata sakana diartikan tenang, tetapi pengertian dalam ayat ini lebih dalam lagi dari sekedar tenang.
Syaikh Ibn Asyur dalam tafsirnya At Tahrir wat Tanwiir mengartikan kata litaskunuu dengan dengan tiga makna:

(1) lita’lafuu artinya agar kamu saling mengikat hati, seperti uangkapan ta’liiful quluub. Dalam surah Al Anfal: 63 Allah berfirman: wa allafa baina quluubihim (Dialah Allah yang telah mempersatukan hati di antara mereka). Dengan makna ini maka antara suami istri hendaknya benar-benar membangun ikatan hati yang kuat. Dan sekuat-kuat pengikat hati adalah iman. Maka semakin kuat iman seseorang, semakin kuat pula ikatan hatinya dalam rumah tangganya. Sebaliknya semakin lemah iman seseorang, bisa dipastikan bahwa rumah tangga tersebut akan rapuh dan mudah retak.

(2) Tamiiluu ilaihaa artinya kau condong kepadanya. Condong artinya pikiran, perasaan dan tanggung jawab tercurah kepadanya. Dengan makna ini maka suami istri bukan sekedar basa-basi untuk bersenang-senang sejenak. Melainkan benar-benar dibangun di atas tekad yang kuat untuk membangun masa depan rumah tangga yang bermanfaat. Karenanya harus ada kecondongan dari masing-masing suami istri. Tanpa kecondongan pasti akan terjadi keterpaksaan.

Karena itu orang tua jangan memaksakan kehendaknya jika memang ternyata dalam diri anaknya tidak ada kecondongan. Saya sering menemukan seorang anak muda mengeluh karena dipaksa orang tuanya untuk menikah dengan si fulanah. Sementara dalam diri anak muda tersebut tidak ada kecondongan sama sekali. Tapi orang tuanya mengancam dan bahkan menganggap ia bukan anaknya jika tidak mengikuti keinginannya.
Ini tentu sikap yang tidak pada tempatnya. Orang tua harus tahu bahwa sakinah dalam rumah tangga tidak akan di capai tanpa adanya kecondongan. Pun orang tua harus tahu bahwa yang akan hidup bersama istrinya adalah sang anak. Maka tidak benar menggunakan kartu merah orang tua, untuk memaksakan kecondongannya supaya anak mengikutinya.

Seringkali rumah tangga hancur karena orang tua tidak meperhatikan kecondongan sang anak. Karena itu untuk membangun sakinah harus ada dalam diri masing-masing suami istri kecondongan.
(3) Tathma’innuu biha artinya kau merasa tenang dengannya.
Dalam surah Ar Ra’d:28 Allah berfirman: alaa bidzikrillahi tathma’innul quluub (Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram). Dari sini nampak bahwa untuk mencapai ketenangan dalam rumah tangga hanya dengan banyak berdzikir kepada Allah.
Para ulama menyebutkan bahwa dzikir ada tiga dimensi: dzikurullisan (dzikir dengan lidah), dzikrul qalb (dzikir dengan hati) maksudnya hatinya selalu sadar dan ingat kepada Allah, dan dzikrul haal (dzikir dengan perbuatan), maksudnya seluruh perbuatannya selalu dalam ketaatan kepada Allah swt. Maka sungguh tidak mungkin mencapai sakinah rumah tangga yang penuh dengan kemaksiatan kepada Allah swt.
Termasuk kemaksiatan ketika masing-masing suami suka berbohong. Banyak rumah tangga yang retak karena ketidak jujuran masing-masing suami istri. Bila seorang suami suka berbohong pasti sang istri akan gelisah. Selanjutnya ketenangan akan hilang dalam rumah tangga. Sebaliknya bila istri suka berbohong, sang suami pasti tidak akan merasa tenang bersamanya. Bila suami tidak tenang, bisa jadi kelak rumah tangga akan terancam. Dari sini perceraian demi perceraian terjadi. Asal muasalnya karena kebiasaan tidak jujur dan dosa-dosa.

Hidupkan Semangat Mawaddah
Mawaddah artinya cinta. Imam Hasan Al Bashri mengartikan kata mawaddah sebagai metafor dari hubungan seks. Jelasnya bahwa mawaddah adalah perasaan cinta dan senang dengannya rumah tangga menjadi bergairah dan penuh semangat. Tanpa mawaddah rumah tangga akan kering. Mawaddah biasanya sangat personal. Ia tidak tergantung kepada kecantikan istri atau ketampanan suami. Boleh jadi di mata banyak orang wanita itu tidak cantik, tetapi sang suami sangat mencintainya. Pun boleh jadi wanita itu disepakati sebagai wanita cantik, tetapi sang suami ternyata sangat membencinya.
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa cinta biasanya sering menggebu di masa muda atau di awal-awal pernikahan. Lama ke lamaan setelah masuk dalam rutinitas rumah tangga, getaran cinta menjadi melemah. Karenanya Allah swt. bekali rahmah sebagai pengimbangnya, supaya ketika sinyal cinta mulai redup, masih ada semangat rahmah yang akan menyelamatkan rumah tangga tersebut. Lain halnya dengan orang-orang yang membangun rumah tangga hanya dengan modal cinta, rumah tangga rentan mudah roboh dan tidak kokoh.

Ibarat mesin, mawaddah adalah dinamo penggerak yang mengairahkan. Dengan mawaddah rumah tangga menjadi dinamis dan produktif. Sebaliknya bila jiwa mawaddah hilang, rumah tangga akan menjadi monoton tanpa dinamika sama sekali. Dalam penelitian saya minimal ciri mawaddah ada tiga:
(a) Katsratut tahaady (selalu saling memberi hadiah), karena seperti kata Nabi saw. dengan saling memberi hadiah cinta akan selalu hangat.
(b) Katsratu dzikrihi (selalu saling mengingat kebaikannya). Sebab dengan mengingat kebaikannya seseorang akan selalu merasa berhutang budi. Hindari melihat keburukan dan kekurangannya, karena itu akan menumbuhkan kebencian dan perselisihan tiada henti.
(c) Katsratul ittishaali ma’ahu (selalu saling berkomunikasi) sebab dari kemunikasi akan hilang prasangka. Banyak hal yang sebenarnya dimaksudkan untuk kebaikan, tetapi karena lemahnya komunikasi seringkali kesalahpahaman terjadi.

Pertahankan Spirit Rahmah
Rahmah artinya kasih sayang, diambil dari kata rahima yarhamu. Dari kata ini pula diambil kata ar rahmaan salah satu nama Allah swt. Bahwa Allah Maha Penyayang. Para ahli tafsir mengatakan bahwa rahman-Nya Allah meliputi seluruh mahluk-Nya: manusia, binatang, dan mahluk-mahluk lainnya. Termasuk orang-orang yang tidak beriman, karenanya mereka masih bisa hidup dan bisa menikmati fasilitas kehidupan dari Allah, padahal mereka setiap hari tidak mentaati-Nya. Kata rahmah lebih bermakna kesungguhan untuk berbuat baik kepada orang lain, apa lagi kepada keluarga.

Memang setiap orang mempunyai kekurangan, dan tidak ada seorang pun yang mecapai kesempurnaan. Maka jika setiap manusia selalu mempersepsikan adanya pasangan yang sempurna, pasti pada akhirnya ia tidak akan pernah punya pasangan. Dalam pepatah Arab dikatakan: “Man talaba akhan bilaa ‘aibin laqiya bilaa akhin (orang yang mencari kawan tanpa cacat, pasti pada akhirnya ia tidak akan punya kawan).

Kata rahmah lebih mencerminkan sikap saling memahami kekuarangan masing-masing lalu berusaha untuk saling melengkapi. Sikap rahmah menekankan adanya sikap saling tolong menolong dalam bersinergi, sehingga kekurangan berubah menjadi kesempurnaan.
Sikap rahmah seringkali berperan ketika semangat cinta mulai menurun. Biasanya itu terjadi setelah usia suami istri sama-sama mencapai tahap tua. Cucu sudah mulai banyak. Badan banyak sakit-sakitan. Pada saat itu kebertahanan rumah tangga sangat ditopang oleh kekuatan rahmah (kasih sayang).
Karena itu mawaddah dan rahmah ibarat dua sayap bagi burung. Bila kedua sayap itu berfungsi dengan baik, maka rumah tangga akan berjalan penuh kebahagiaan. Ibarat burung terbang di angkasa, ia menikmati keindahan alam semesta dan penuh dengan kelapangan dada. Tanpa sedikit pun ada beban di hatinya. Terbang ke mana saja ia mau, tidak ada hambatan dan kesulitan.

Kesadaran Akhirat
Pada penutup ayat di atas Allah swt. berfirman: inna fiidzaalika laayatil liqawmiyyatafakkaruun maksudnya bahwa itu semua merupakan bukti bagi orang-orang yang berpikir. Yaitu orang-orang yang menggunakan akalnya untuk memahami ajaran Allah swt.

Dalam Al Qur’an banyak sekali penegasan bahwa kelak di hari Kiamat banyak manusia menyesal karena selama di dunia tidak menggunakan akalnya. Allah swt. berfirman,
“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” Al Mulk:10

Dari sini nampak bahwa yang membedakan antara manusia dan mahluk lainnya adalah karena manusia Allah bekali akal. Dan di antara ciri orang-orang berakal bahwa ia selalu menegakkan kedamaian dalam hidupnya terutama minimal dalam rumah tangganya. Maka ketika ia tidak bisa membangun kedamaian dalam rumah tangganya, bisa dipastikan ia akan gagal dalam lapangan kehidupan yang lain.

Bila seseorang gagal dalam rumah tangga otomatis ia menyesal. Menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk berbuat baik selama di dunia. Penyesalan itu terjadi kelak setelah ia tahu bahwa ternyata Allah tidak menyia-nyiakan sekecil apapun yang dilakukan manusia. Famayya’mal mitsqaal dzarratin khairay yarah wamay ya’mal mitsqaala dzarratin syarray yarah (Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” Qs. Az Zalzalah:7-8.
Kesadaran akhirat seperti inilah yang harus selalu dicamkan oleh setiap suami istri, karena hanya dengan kesadaran ini semua prilaku akan menjadi baik dan rumah tangga akan dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Wallahu’ alam bishshwab.

13 Sifat Laki-laki Yang Tidak Disukai Perempuan

Para istri atau kaum wanita adalah manusia yang juga mempunyai hak tidak suka kepada laki-laki karena beberapa sifa-sifatnya. Karena itu kaum lelaki tidak boleh egois, dan merasa benar. Melainkan juga harus memperhatikan dirinya, sehingga ia benar-benar bisa tampil sebagai seorang yang baik. Baik di mata Allah, pun baik di mata manusia, lebih-lebih baik di mata istri. Ingat bahwa istri adalah sahabat terdekat, tidak saja di dunia melainkan sampai di surga. Karena itulah perhatikan sifat-sifat berikut yang secara umum sangat tidak disukai oleh para istri atau kaum wanita. Semoga bermanfaat.

Pertama, Tidak Punya Visi
Setiap kaum wanita merindukan suami yang mempunyai visi hidup yang jelas. Bahwa hidup ini diciptakan bukan semata untuk hidup. Melainkan ada tujuan mulia. Dalam pembukaan surah An Nisa’:1 Allah swt. Berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Dalam ayat ini Allah dengan tegas menjelaskan bahwa tujuan hidup berumah tangga adalah untuk bertakwa kepada Allah. Takwa dalam arti bersungguh mentaati-Nya. Apa yang Allah haramkan benar-benar dijauhi. Dan apa yang Allah perintahkan benar ditaati.
Namun yang banyak terjadi kini, adalah bahwa banyak kaum lelaki atau para suami yang menutup-nutupi kemaksiatan. Istri tidak dianggap penting. Dosa demi dosa diperbuat di luar rumah dengan tanpa merasa takut kepada Allah. Ingat bahwa setiap dosa pasti ada kompensasinya. Jika tidak di dunia pasti di akhirat. Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang hancur karena keberanian para suami berbuat dosa. Padahal dalam masalah pernikahan Nabi saw. bersabda: “Pernikahan adalah separuh agama, maka bertakwalah pada separuh yang tersisa.” 

Kedua, Kasar
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Ini menunjukkan bahwa tabiat wanita tidak sama dengan tabiat laki-laki. Karena itu Nabi saw. menjelaskan bahwa kalau wanita dipaksa untuk menjadi seperti laki-laki tulung rusuk itu akan patah. Dan patahnya berarti talaknya. Dari sini nampak bahwa kaum wanita mempunyai sifat ingin selalui dilindungi. Bukan diperlakukan secara kasar. Karena itu Allah memerintahkan para suami secara khusus agar menyikapi para istri dengan lemah lembut: Wa’aasyiruuhunna bil ma’ruuf (Dan sikapilah para istri itu dengan perlakuan yang baik) An Nisa: 19. Perhatikan ayat ini menggambarkan bahwa sikap seorang suami yang baik bukan yang bersikap kasar, melainkan yang lembut dan melindungi istri.

Banyak para suami yang menganggap istri sebagai sapi perahan. Ia dibantai dan disakiti seenaknya. Tanpa sedikitpun kenal belas kasihan. Mentang-mentang badannya lebih kuat lalu memukul istri seenaknya. Ingat bahwa istri juga manusia. Ciptaan Allah. Kepada binatang saja kita harus belas kasihan, apalagi kepada manusia. Nabi pernah menggambarkan seseorang yang masuk neraka karena menyikas seekor kucing, apa lagi menyiksa seorang manusia yang merdeka.

Ketiga, Sombong
Sombong adalah sifat setan. Allah melaknat Iblis adalah karena kesombongannya. Abaa wastakbara wakaana minal kaafiriin (Al Baqarah:34). Tidak ada seorang mahlukpun yang berhak sombong, karena kesombongan hanyalah hak priogatif Allah. Allah berfirman dalam hadits Qurdsi: “Kesombongan adalah selendangku, siapa yang menandingi aku, akan aku masukkan neraka.” Wanita adalah mahluk yang lembut. Kesombongan sangat bertentangan dengan kelembutan wanita. Karena itu para istri yang baik tidak suka mempunyai suami sombong.

Sayangnya dalam keseharian sering terjadi banyak suami merasa bisa segalanya. Sehingga ia tidak mau menganggap dan tidak mau mengingat jasa istri sama sekali. Bahkan ia tidak mau mendengarkan ucapan sang istri. Ingat bahwa sang anak lahir karena jasa kesebaran para istri. Sabar dalam mengandung selama sembilan bulan dan sabar dalam menyusui selama dua tahun. Sungguh banyak para istri yang menderita karena prilaku sombong seorang suami.

Keempat, Tertutup
Nabi saw. adalah contoh suami yang baik. Tidak ada dari sikap-sikapnya yang tidak diketahui istrinya. Nabi sangat terbuka kepada istri-istrinya. Bila hendak bepergian dengan salah seorang istrinya, nabi melakukan undian, agar tidak menimbulkan kecemburuan dari yang lain. Bila nabi ingin mendatangi salah seorang istrinya, ia izin terlebih dahulu kepada yang lain. Perhatikan betapa nabi sangat terbuka dalam menyikapi para istri. Tidak seorangpun dari mereka yang merasa didzalimi. Tidak ada seorang dari para istri yang merasa dikesampingkan.

Kini banyak kejadian para suami menutup-nutupi perbuatannya di luar rumah. Ia tidak mau berterus terang kepada istrinya. Bila ditanya selalu jawabannya ngambang. Entah ada rapat, atau pertemuan bisnis dan lain sebagainya. Padahal tidak demikian kejadiannya. Atau ia tidak mau berterus terang mengenai penghasilannya, atau tidak mau menjelaskan untuk apa saja pengeluaran uangnya. Sikap semacam ini sungguh sangat tidak disukai kaum wanita. Banyak para istri yang tersiksa karena sikap suami yang begitu tertutup ini.

Kelima, Plinplan
Setiap wanita sangat mendambakan seorang suami yang mempunyai pendirian. Bukan suami yang plinplan. Tetapi bukan diktator. Tegas dalam arti punya sikap dan alasan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tetapi di saat yang sama ia bermusyawarah, lalu menentukan tindakan yang harus dilakukan dengan penuh keyakinan. Inilah salah satu makna qawwam dalam firman Allah: arrijaalu qawwamuun alan nisaa’ (An Nisa’:34).

Keenam, Pembohong
Banyak kejadian para istri tersiksa karena sang suami suka berbohong. Tidak mau jujur atas perbuatannya. Ingat sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh ke tanah. Kebohongan adalah sikap yang paling Allah benci. Bahkan Nabi menganggap kebohongan adalah sikap orang-orang yang tidak beriman. Dalam sebuah hadits Nabi pernah ditanya: hal yakdzibul mukmin (apakah ada seorang mukmin berdusta?) Nabi menjawab: Laa (tidak). Ini menunjukkan bahwa berbuat bohong adalah sikap yang bertentangan dengan iman itu sendiri.

Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang bubar karena kebohongan para suami. Ingat bahwa para istri tidak hanya butuh uang dan kemewahan dunia. Melainkan lenbih dari itu ia ingin dihargai. Kebohongan telah menghancurkan harga diri seorang istri. Karena banyak para istri yang siap dicerai karena tidak sanggup hidup dengan para sumai pembohong.

Ketujuh, Cengeng
Para istri ingin suami yang tegar, bukan suami yang cengeng. Benar Abu Bakar Ash Shiddiq adalah contoh suami yang selalu menangis. Tetapi ia menangis bukan karena cengeng melainkan karena sentuhan ayat-ayat Al Qur’an. Namun dalam sikap keseharian Abu Bakar jauh dari sikap cengeng. Abu Bakar sangat tegar dan penuh keberanian. Lihat sikapnya ketika menghadapi para pembangkang (murtaddin), Abu Bakar sangat tegar dan tidak sedikitpun gentar.

Suami yang cenging cendrung nampak di depan istri serba tidak meyakinkan. Para istri suka suami yang selalu gagah tetapi tidak sombong. Gagah dalam arti penuh semangat dan tidak kenal lelah. Lebih dari itu tabah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.

Kedelapan, Pengecut
Dalam sebuah doa, Nabi saw. minta perlindungan dari sikap pengecut (a’uudzubika minal jubn), mengapa? Sebab sikap pengecut banyak menghalangi sumber-sumber kebaikan. Banyak para istri yang tertahan keinginannya karena sikap pengecut suaminya. Banyak para istri yang tersiksa karena suaminya tidak berani menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Nabi saw. terkenal pemberani. Setiap ada pertempuran Nabi selalu dibarisan paling depan. Katika terdengar suara yang menakutkan di kota Madinah, Nabi saw. adalah yang pertama kaluar dan mendatangi suara tersebut.

Para istri sangat tidak suka suami pengecut. Mereka suka pada suami yang pemberani. Sebab tantangan hidup sangat menuntut keberanian. Tetapi bukan nekad, melainkan berani dengan penuh pertimbangan yang matang.

Kesembilan, Pemalas
Di antara doa Nabi saw. adalah minta perlindingan kepada Allah dari sikap malas: allahumma inni a’uudzubika minal ‘ajizi wal kasal , kata kasal artinya malas. Malas telah membuat seseorang tidak produktif. Banyak sumber-sumber rejeki yang tertutup karena kemalasan seorang suami. Malas sering kali membuat rumah tangga menjadi sempit dan terjepit. Para istri sangat tidak suka kepada seorang suami pemalas. Sebab keberadaanya di rumah bukan memecahkan masalah melainkan menambah permasalah. Seringkali sebuah rumah tangga diwarnai kericuhan karena malasnya seorang suami.

Kesepuluh, Cuek Pada Anak
Mendidik anak tidak saja tanggung jawab seorang istri melainkan lebih dari itu tanggung jawab seorang suami. Perhatikan surat Luqman, di sana kita menemukan pesan seorang ayah bernama Luqman, kepada anaknya. Ini menunjukkan bahwa seorang ayah harus menentukan kompas jalan hidup sang anak. Nabi saw. Adalah contoh seorang ayah sejati. Perhatiannya kepada sang cucu Hasan Husain adalah contoh nyata, betapa beliau sangat sayang kepada anaknya. Bahkan pernah berlama-lama dalam sujudnya, karena sang cucu sedang bermain-main di atas punggungnya.

Kini banyak kita saksikan seorang ayah sangat cuek pada anak. Ia beranggapan bahwa mengurus anak adalah pekerjaan istri. Sikap seperti inilah yang sangat tidak disukai para wanita.

Kesebelas, Menang Sendiri
Setiap manusia mempunyai perasaan ingin dihargai pendapatnya. Begitu juga seorang istri. Banyak para istri tersiksa karena sikap suami yang selalu merasa benar sendiri. Karena itu Umar bin Khaththab lebih bersikap diam ketika sang istri berbicara. Ini adalah contoh yang patut ditiru. Umar beranggapan bahwa adalah hak istri mengungkapkan uneg-unegnya sang suami. Sebab hanya kepada suamilah ia menemukan tempat mencurahkan isi hatinya. Karena itu seorang suami hendaklah selalu lapang dadanya. Tidak ada artinya merasa menang di depan istri. Karena itu sebaik-baik sikap adalah mengalah dan bersikap perhatian dengan penuh kebapakan. Sebab ketika sang istri ngomel ia sangat membutuhkan sikap kebapakan seorang suami. Ada pepetah mengatakan: jadilah air ketika salah satunya menjadi api.

Keduabelas, Jarang Komunikasi
Banyak para istri merasa kesepian ketika sang suami pergi atau di luar rumah. Sebaik-baik suami adalah yang selalu mengontak sang istri. Entah denga cara mengirim sms atau menelponnya. Ingat bahwa banyak masalah kecil menjadi besar hanya karena miskomunikasi. Karena itu sering berkomukasi adalah sangat menentukan dalam kebahagiaan rumah tangga.

Banyak para istri yang merasa jengkel karena tidak pernah dikontak oleh suaminya ketika di luar rumah. Sehingga ia merasa disepelekan atau tidak dibutuhkan. Para istri sangat suka kepada para suami yang selalu mengontak sekalipun hanya sekedar menanyakan apa kabarnya.

Ketigabelas, Tidak Rapi dan Tidak Harum
Para istri sangat suka ketika suaminya selalu berpenampilan rapi. Nabi adalah contoh suami yang selalu rapi dan harum. Karena itu para istrinya selalu suka dan bangga dengan Nabi. Ingat bahwa Allah Maha indah dan sangat menyukai keindahan. Maka kerapian bagian dari keimanan. Ketika seorang suami rapi istri bangga karena orang-orang pasti akan berkesan bahwa sang istri mengurusnya. Sebaliknya ketika sang suami tidak rapi dan tidak harum, orang-orang akan berkesan bahwa ia tidak diurus oleh istrinya. Karena itu bagi para istri kerapian dan kaharuman adalah cermin pribadi istri. Sungguh sangat tersinggung dan tersiksa seorang istri, ketika melihat suaminya sembarangan dalam penampilannya dan menyebarkan bahu yang tidak enak. Allahu a’lam

Menanam Dasar-Dasar Iman Pada Anak

Akidah adalah fondasi yang kokoh bagi bangunan peradaban Islam. Tanpa akidah yang terpancang, kekuatan peradaban yang bangun akan goyah. Dan tugas menanamkan akidah adalah tugas setiap keluarga muslim kepada anak-anak mereka.
Yakinlah, lembaga sekolah tidak bisa menjamin bisa menggantikan tugas penting orang tua itu. Tapi, mungkin sekolah bisa memberi pengayaan pengetahuan tentang data-data yang menguatkan akidah dan pokok-pokok ajaran agama kepada anak-anak kita.
Menanamkan akidah ke dalam hati anak-anak kita memang bukan pekerjaan instant. Butuh waktu dan kesabaran. Sebab, akidah adalah masalah yang abstrak. Tapi yakinkan kepada anak kita bahwa sekarang mungkin mereka tidak mengerti, seiring dengan waktu dan berkembangnya pikiran mereka, kelak mereka akan paham.
Pemahaman akidah yang seperti apa yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita sejak dini? Tentu saja tentang Allah swt., tentang kitab-kitab samawi, tentang malaikat, tentang nabi dan rasul, tentang hari akhir. Tentu saja perlu bahasa sederhana untuk menyampaikan hal-hal yang badihi (aksiomatik) tentang itu semua.
Sebagai contoh, kenalkan kepada anak kita tentang hal-hal berikut ini.
1. Allah adalah Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai Dia.
2. Setiap makhluk, termasuk anak kita, butuh kepada Allah swt. dan Allah swt. tidak butuh kepada selain diri-Nya.
3. Mengesakan Allah dalam ibadah adalah wajib.
4. Rahmat Allah swt. sangat luas sedangkan siksa-Nya sangat pedih.
5. Allah swt. mencintai hambanya yang taat dan membenci orang yang maksiat.
6. Dalam beribadah kepada-Nya, kita tidak membutuhkan perantara.
7. Hanya kepada Allah swt., kita meminta. Tidak kepada yang lain.
8. Tidak ada ketaatan terhadap makhluk jika harus bermaksiat kepada Allah swt.
9. Kita hanya diajurkan untuk memikirkan makhluknya, tidak memikirkan Dzat Allah swt.
10. Dia Allah swt. yang memberi manfaat dan mudharat. Tidak ada yang memberi manfaat dan mudharat tanpa seizin-Nya.
11. Kita mengimani bahwa Allah swt. telah mengutus Rasul-Nya untuk membimbing umat manusia.
12. Semua Rasul menyuruh kepada tauhid dan beriman kepada Allah swt.
13. Para Rasul adalah maksum (terpelihara) dari dosa dan kemaksiatan.
14. Rasul kita adalah Muhammad saw. yang diutus untuk seluruh manusia, sedangkan rasul-rasul sebelumnya diutus hanya untuk kaumnya saja.
15. Jumlah Rasul banyak, dan hanya 25 orang dari mereka yang telah dikisahkan oleh Allah kepada kita melalui Al-Qur’an.
16. Rasul yang tergolong ulul ‘azmi (yang memiliki keteguhan hati) ada lima orang, yaitu Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saw.
Masih banyak lagi hal-hal yang aksiomatik dalam akidah Islam yang bisa kita tanamkan kepada anak-anak kita. Tapi, jangan sampai kita menyampaikan hal-hal yang menjadi perselisihan di kalangan ulama agar mereka tidak bingung.
Alhamdulillah, saat ini sudah banyak buku-buku, nasyid (lagu-lagu), dan VCD yang berisi pelajaran tentang akidah dengan bahasa yang sederhana. Kita bisa memakainya sebagai sarana. Ingat, kita memakai semua sarana itu untuk mengajarkan akidah kepada anak-anak kita, bukan membiarkan anak kita bersama dengan sarana-sarana itu. Sebab, sarana (baca: alat) tidak bisa mengajarkan tanpa ada yang aktif menggunakan sarana itu mengajarkannya (baca: guru). Jadi, peran kita, orang tua, tidak pernah tergantikan dengan apa pun!
Semoga kita bisa menunaikan tugas ini. Jika Allah swt. bertanya nanti di hari penghitungan amal, kita telah siap dengan jawaban, “Ya Allah, aku telah mengenalkan diri-Mu dan Rasul-Mu kepada anak-anakku siang dan malam.”

Orang Tua sebagai Contoh Anak dalam Berperilaku

Keluarga adalah lingkup pertama di mana anak-anak mendapatkan nilai dan norma pendidikan, pengajaran, dan pengalaman hidup. Tidak bisa disangkal lagi bahwa keluarga menjadi basic pembentukan kepribadian anak sebelum mereka mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan luar untuk menyerap dan mengolah nilai-nilai hidup yang mereka temui.

Dalam keluarga, kecenderungan anak untuk meniru kebiasaan ayah dan ibu mereka lebih besar dari pada meniru anggota keluarga lain di rumah yang sama seperti kakek, nenek, saudara mereka atau pembantu. Sebab, keberadaan orang tua menjadi sosok yang intensitas pertemuannya lebih rapat dengan mereka, terutama pada anak-anak yang masih berada di golden age zone (usia emas, 0-5 tahun). Pada tahap ini anak akan menyerap apa saja yang mereka dapat dari orang tua sebagai suatu stimulus, memprosesnya dalam bentuk skema dan pola informasi yang mereka bangun dalam pikiran, lalu mengeluarkannya dalam bentuk respon kongkret. Jadi, jelaslah bahwa ayah dan ibu adalah agen kontrol sosial bagi anak-anak.

Dewasa ini pemahaman pada orang tua bahwa mereka adalah objek pertama yang akan dicontoh oleh anak-anak mereka sangat membantu membentuk pola asuh yang tepat bagi perkembangan si anak. Sudah tidak zamannya lagi anak dikenalkan pada pola asuh otoriter yang mengekang kebebasan mereka untuk bereksplorasi dan menghambat kreativitas mereka untuk mencoba hal-hal baru. Ataupun pola asuh yang memanjakan si anak, menurutkan semua keinginan mereka hingga anak jarang tumbuh mandiri setelah remaja bahkan dewasa kelak.

Sebagai seorang psikolog yang berkecimpung dalam dunia psikologi sosial, Albert Bandura mengemukakan pendapatnya tentang perilaku anak yang memperhatikan, menyerap dan melakukan apa yang orang dewasa lakukan di sekitar mereka dalam Social Learning Theory. Teori ini memfokuskan di mana orang tua akan menjadi model bagi anak-anak mereka dalam usia pertumbuhan awal untuk dicontoh apapun perbuatan dan perilaku yang sering ayah atau ibu lakukan di hadapan anak-anak.

Sebenarnya, pada masa di mana orang tua menjadi objek yang dicontoh oleh anak adalah kesempatan emas bagi para orang tua untuk memperkenalkan anak dengan norma dan nilai yang patut dalam kehidupan.

Dengan demikian, anak akan tahu dan memiliki dasar dalam pemahaman hidup mereka karena pengajaran yang diberikan oleh orang tua sejak dini.  Perlunya kita menekankan tentang akhlak terpuji pada anak sejak mereka masih dini, mengajarkan bagaimana seharusnya bertindak dan berperilaku, dan tidak melakukan tindakan kekerasan atau pembicaraan kasar di depan anak usia empat tahun ke atas adalah keharusan yang menjadi urgen untuk dilakukan para orang tua saat ini, mengingat kondisi anak yang masih berada pada titik kritis pertumbuhan dalam hal membangun paradigma dari perlakuan yang ada di sekeliling mereka. Akan fatal sekali akibatnya bagi perilaku anak ketika ia besar nanti apabila di depan matanya mereka melihat orang tua yang saling menyakiti, mendengar kata-kata kasar, atau bahkan mendapatkan perlakuan seksual dari orang tua yang dapat membuat mereka trauma dan membangun konsep pemikiran yang salah.

Hal ini terlihat sepele, namun sebenarnya adalah dasar untuk anak membentuk siapa mereka, karena sejatinya keluargalah yang memberikan wadah jati diri itu. Harus dan mutlak menjadi masalah bersama bagi kita apabila masih ada orang tua yang belum sadar kalau mereka adalah model pertama yang ditemui anak mereka dan akan dicontoh oleh anak mereka.

Kedekatan atau kecenderungan seorang anak perempuan pada ayah mereka adalah hasil dari pembelajaran yang diserap dari sosok ibu, merasa si anak satu gender dengan ibu dan melihat kedekatan ayah dan ibu, lalu ibu berusaha untuk berlaku sopan pada ayah dan ia lihat ayah membutuhkan sosok ibu, maka nilai yang dia ambil itu membentuk dirinya untuk menjadi “ibu kecil” di hadapan ayah dengan memberi stimulus seperti yang ia lihat dari ibunya. Begitu pula halnya dengan anak lelaki yang cenderung memiliki kedekatan pada sang ibu, karena ia mendapat pengajaran bahwa sosok ayah sangat dibutuhkan ibu, maka di hadapan sang ibu ia berusaha untuk menjadi “ayah kecil” bagi ibunya. Ini adalah bentuk pengamatan sederhana yang anak kita lakukan saat ia melihat kebiasaan orang tuanya di rumah, dan jangan sampai kita rusak itu dengan memberi stressor melalui tindakan kita sebagai orang tua yang tidak memberi contoh baik seperti bertengkar di depan mereka atau bahkan saling tidak mengacuhkan.

Setiap anak membutuhkan bimbingan dari orang tua, meskipun dalam kondisi hidup yang berbeda. Anak yang punya orang tua karier sebenarnya sama butuhnya perhatian itu dengan anak yang orang tua mereka di rumah saja, atau bahkan anak yang hidup dalam area kekurangan. Masalah yang sering terjadi sekarang adalah ketika si anak dibesarkan dalam dunia yang orang tua mereka adalah orang sukses dan pekerja keras, jarang di rumah dan hanya menyediakan materi yang dibutuhkan anak tanpa memberi mereka perhatian, maka respon yang anak beri kepada orang tua kurang lebih sama dengan yang orang tua mereka beri. Jadi, bukanlah kesalahan mutlak si anak bila ia apatis atau tidak peduli dengan keadaan orang tuanya bila suatu saat orang tuanya sakit, karena nilai yang dari awal diajarkan orang tua adalah nilai tidak peduli dan sibuk urus urusan masing-masing. Hingga rasa kederdekatan antara orang tua dan anak itu sangat renggang sekali, karena komunikasi yang dibangun sangat jarang. Akibatnya, anak akan tertutup dan merasa nyaman dengan teman sebaya mereka yang selalu ada untuk mereka. Biasanya, kondisi inilah yang bisa membawa anak kita dalam dunia pergaulan bebas. Sedangkan pada anak yang orang tuanya selalu mengawasi, terkadang ada juga kesalahan yang dilakukan orang tua. Orang tua yang selalu bersama anaknya akan lebih mengekang si anak untuk bereksplorasi dengan bebas karena mereka merasa takut akan terjadi suatu hal pada anak mereka. Akibatnya anak menjadi tidak kreatif dan tidak bisa mandiri, kecenderungan akan tergantung pada ayah atau ibu membuat mereka tidak mau mencoba dunia mereka karena takut ayah atau ibu tidak mengizinkan dan memarahi mereka. Biasanya pada kondisi ini anak akan meniru tindakan yang orang tua beri pada mereka pada anak mereka berikutnya. Begitu pula halnya anak yang dibesarkan dalam kondisi kekurangan, fakta menunjukkan dalam kondisi ini anak banyak mengalami keterguncangan akibat dari orang tua mereka yang sering cekcok, kerasnya hidup dan kehidupan mengajarkan anak terlalu mandiri hingga jalan pintas yang mereka ambil sebagai pengajaran yang mereka dapat dari ayah atau ibu mereka adalah dengan menjadi pengemis, sungguh kondisi yang sangat menyedihkan.

Ulasan di atas adalah fakta yang kerap kali terjadi, namun sebenarnya dengan kondisi kehidupan seperti apapun setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapat perhatian yang sama dari orang tua mereka. Dan setiap anak punya cara untuk mencontoh apa yang orang tua mereka lakukan. Jadi, sebagai orang tua mulai sekarang pahami apa yang dibutuhkan anak kita dalam masa tumbuhnya, sebab pengajaran yang tepat akan memberi pondasi anak untuk tumbuh menjadi manusia tanpa tekanan saat dewasa nanti.

Agar Pernikahan Membawa Berkah

Di saat seseorang melaksanakan aqad pernikahan, maka ia akan mendapatkan banyak ucapan do’a dari para undangan dengan do’a keberkahan sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW; “Semoga Allah memberkahimu, dan menetapkan keberkahan atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” Do’a ini sarat dengan makna yang mendalam, bahwa pernikahan seharusnya akan mendatangkan banyak keberkahan bagi pelakunya. Namun kenyataannya, kita mendapati banyak fenomena yang menunjukkan tidak adanya keberkahan hidup berumah tangga setelah pernikahan, baik di kalangan masyarakat umum maupun di kalangan keluarga du’at (kader dakwah). Wujud ketidakberkahan dalam pernikahan itu bisa dilihat dari berbagai segi, baik yang bersifat materil ataupun non materil.

Munculnya berbagai konflik dalam keluarga tidak jarang berawal dari permasalahan ekonomi. Boleh jadi ekonomi keluarga yang selalu dirasakan kurang kemudian menyebabkan menurunnya semangat beramal/beribadah. Sebaliknya mungkin juga secara materi sesungguhnya sangat mencukupi, akan tetapi melimpahnya harta dan kemewahan tidak membawa kebahagiaan dalam pernikahannya.
Seringkali kita juga menemui kenyataan bahwa seseorang tidak pernah berkembang kapasitasnya walau pun sudah menikah. Padahal seharusnya orang yang sudah menikah kepribadiannya makin sempurna; dari sisi wawasan dan pemahaman makin luas dan mendalam, dari segi fisik makin sehat dan kuat, secara emosi makin matang dan dewasa, trampil dalam berusaha, bersungguh-sungguh dalam bekerja, dan teratur dalam aktifitas kehidupannya sehingga dirasakan manfaat keberadaannya bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya.

Realitas lain juga menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, sering muncul konflik suami isteri yang berujung dengan perceraian. Juga muncul anak-anak yang terlantar (broken home) tanpa arahan sehingga terperangkap dalam pergaulan bebas dan narkoba. Semua itu menunjukkan tidak adanya keberkahan dalam kehidupan berumah tangga.

Memperhatikan fenomena kegagalan dalam menempuh kehidupan rumah tangga sebagaimana tersebut di atas, sepatutnya kita melakukan introspeksi (muhasabah) terhadap diri kita, apakah kita masih konsisten (istiqomah) dalam memegang teguh rambu-rambu berikut agar tetap mendapatkan keberkahan dalam meniti hidup berumah tangga ?

1. Meluruskan niat/motivasi (Ishlahun Niyat)
Motivasi menikah bukanlah semata untuk memuaskan kebutuhan biologis/fisik. Menikah merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT sebagaimana diungkap dalam Alqur’an (QS. Ar Rum:21), sehingga bernilai sakral dan signifikan. Menikah juga merupakan perintah-Nya (QS. An-Nur:32) yang berarti suatu aktifitas yang bernilai ibadah dan merupakan Sunnah Rasul dalam kehidupan sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits : ”Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah maka tidaklah ia termasuk golonganku” (HR.At-Thabrani dan Al-Baihaqi). Oleh karena nikah merupakan sunnah Rasul, maka selayaknya proses menuju pernikahan, tata cara (prosesi) pernikahan dan bahkan kehidupan pasca pernikahan harus mencontoh Rasul. Misalnya saat hendak menentukan pasangan hidup hendaknya lebih mengutamakan kriteria ad Dien (agama/akhlaq) sebelum hal-hal lainnya (kecantikan/ketampanan, keturunan, dan harta); dalam prosesi pernikahan (walimatul ‘urusy) hendaknya juga dihindari hal-hal yang berlebihan (mubadzir), tradisi yang menyimpang (khurafat) dan kondisi bercampur baur (ikhtilath). Kemudian dalam kehidupan berumah tangga pasca pernikahan hendaknya berupaya membiasakan diri dengan adab dan akhlaq seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.

Menikah merupakan upaya menjaga kehormatan dan kesucian diri, artinya seorang yang telah menikah semestinya lebih terjaga dari perangkap zina dan mampu mengendalikan syahwatnya. Allah SWT akan memberikan pertolong-an kepada mereka yang mengambil langkah ini; “ Tiga golongan yang wajib Aku (Allah) menolongnya, salah satunya adalah orang yang menikah karena ingin menjaga kesucian dirinya.” (HR. Tarmidzi)

Menikah juga merupakan tangga kedua setelah pembentukan pribadi muslim (syahsiyah islamiyah) dalam tahapan amal dakwah, artinya menjadikan keluarga sebagai ladang beramal dalam rangka membentuk keluarga muslim teladan (usrah islami) yang diwarnai akhlak Islam dalam segala aktifitas dan interaksi seluruh anggota keluarga, sehingga mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi masyarakat sekitarnya. Dengan adanya keluarga-keluarga muslim pembawa rahmat diharapkan dapat terwujud komunitas dan lingkungan masyarakat yang sejahtera.

2. Sikap saling terbuka (Mushorohah)
Secara fisik suami isteri telah dihalalkan oleh Allah SWT untuk saling terbuka saat jima’ (bersenggama), padahal sebelum menikah hal itu adalah sesuatu yang diharamkan. Maka hakikatnya keterbukaan itu pun harus diwujudkan dalam interaksi kejiwaan (syu’ur), pemikiran (fikrah), dan sikap (mauqif) serta tingkah laku (suluk), sehingga masing-masing dapat secara utuh mengenal hakikat kepribadian suami/isteri-nya dan dapat memupuk sikap saling percaya (tsiqoh) di antara keduanya.

Hal itu dapat dicapai bila suami/isteri saling terbuka dalam segala hal menyangkut perasaan dan keinginan, ide dan pendapat, serta sifat dan kepribadian. Jangan sampai terjadi seorang suami/isteri memendam perasaan tidak enak kepada pasangannya karena prasangka buruk, atau karena kelemahan/kesalahan yang ada pada suami/isteri. Jika hal yang demikian terjadi hal yang demikian, hendaknya suami/isteri segera introspeksi (bermuhasabah) dan mengklarifikasi penyebab masalah atas dasar cinta dan kasih sayang, selanjutnya mencari solusi bersama untuk penyelesaiannya. Namun apabila perasaan tidak enak itu dibiarkan maka dapat menyebabkan interaksi suami/isteri menjadi tidak sehat dan potensial menjadi sumber konflik berkepanjangan.

3. Sikap toleran (Tasamuh)
Dua insan yang berbeda latar belakang sosial, budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup bersatu dalam pernikahan, tentunya akan menimbulkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam cara berfikir, memandang suatu permasalahan, cara bersikap/bertindak, juga selera (makanan, pakaian, dsb). Potensi perbedaan tersebut apabila tidak disikapi dengan sikap toleran (tasamuh) dapat menjadi sumber konflik/perdebatan. Oleh karena itu masing-masing suami/isteri harus mengenali dan menyadari kelemahan dan kelebihan pasangannya, kemudian berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada dan memupuk kelebihannya. Layaknya sebagai pakaian (seperti yang Allah sebutkan dalam QS. Albaqarah:187), maka suami/isteri harus mampu mem-percantik penampilan, artinya berusaha memupuk kebaikan yang ada (capacity building); dan menutup aurat artinya berupaya meminimalisir kelemahan/kekurangan yang ada.

Prinsip “hunna libasullakum wa antum libasullahun (QS. 2:187) antara suami dan isteri harus selalu dipegang, karena pada hakikatnya suami/isteri telah menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipandang secara terpisah. Kebaikan apapun yang ada pada suami merupakan kebaikan bagi isteri, begitu sebaliknya; dan kekurangan/ kelemahan apapun yang ada pada suami merupakan kekurangan/kelemahan bagi isteri, begitu sebaliknya; sehingga muncul rasa tanggung jawab bersama untuk memupuk kebaikan yang ada dan memperbaiki kelemahan yang ada.

Sikap toleran juga menuntut adanya sikap mema’afkan, yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al ‘Afwu yaitu mema’afkan orang jika memang diminta, (2) As-Shofhu yaitu mema’afkan orang lain walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfirah yaitu memintakan ampun pada Allah untuk orang lain. Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali sikap ini belum menjadi kebiasaan yang melekat, sehingga kesalahan-kesalahan kecil dari pasangan suami/isteri kadangkala menjadi awal konflik yang berlarut-larut. Tentu saja “mema’afkan” bukan berarti “membiarkan” kesalahan terus terjadi, tetapi mema’afkan berarti berusaha untuk memberikan perbaikan dan peningkatan.

4. Komunikasi (Musyawarah)
Tersumbatnya saluran komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak dalam kehidupan rumah tangga akan menjadi awal kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Komunikasi sangat penting, disamping akan meningkatkan jalinan cinta kasih juga menghindari terjadinya kesalahfahaman.

Kesibukan masing-masing jangan sampai membuat komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak menjadi terputus. Banyak saat/kesempatan yang bisa dimanfaatkan, sehingga waktu pertemuan yang sedikit bisa memberikan kesan yang baik dan mendalam yaitu dengan cara memberikan perhatian (empati), kesediaan untuk mendengar, dan memberikan respon berupa jawaban atau alternatif solusi. Misalnya saat bersama setelah menunaikan shalat berjama’ah, saat bersama belajar, saat bersama makan malam, saat bersama liburan (rihlah), dan saat-saat lain dalam interaksi keseharian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan sarana telekomunikasi berupa surat, telephone, email, dsb.

Alqur’an dengan indah menggambarkan bagaimana proses komunikasi itu berlangsung dalam keluarga Ibrahim As sebagaimana dikisahkan dalam QS.As-Shaaffaat:102, yaitu : “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu, Ia menjawab; Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ibrah yang dapat diambil dalam kisah tersebut adalah adanya komunikasi yang timbal balik antara orang tua-anak, Ibrahim mengutarakan dengan bahasa dialog yaitu meminta pendapat pada Ismail bukan menetapkan keputusan, adanya keyakinan kuat atas kekuasaan Allah, adanya sikap tunduk/patuh atas perintah Allah, dan adanya sikap pasrah dan tawakkal kepada Allah; sehingga perintah yang berat dan tidak logis tersebut dapat terlaksana dengan kehendak Allah yang menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.

5. Sabar dan Syukur
Allah SWT mengingatkan kita dalam Alqur’an surat At Taghabun ayat 14: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu mema’afkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Peringatan Allah tersebut nyata dalam kehidupan rumah tangga dimana sikap dan tindak tanduk suami/istri dan anak-anak kadangkala menunjukkan sikap seperti seorang musuh, misalnya dalam bentuk menghalangi-halangi langkah dakwah walaupun tidak secara langsung, tuntutan uang belanja yang nilainya di luar kemampuan, menuntut perhatian dan waktu yang lebih, prasangka buruk terhadap suami/isteri, tidak merasa puas dengan pelayanan/nafkah yang diberikan isteri/suami, anak-anak yang aktif dan senang membuat keributan, permintaan anak yang berlebihan, pendidikan dan pergaulan anak, dan sebagainya. Jika hal-hal tersebut tidak dihadapi dengan kesabaran dan keteguhan hati, bukan tidak mungkin akan membawa pada jurang kehancuran rumah tangga.

Dengan kesadaran awal bahwa isteri dan anak-anak dapat berpeluang menjadi musuh, maka sepatutnya kita berbekal diri dengan kesabaran. Merupakan bagian dari kesabaran adalah keridhaan kita menerima kelemahan/kekurangan pasangan suami/isteri yang memang diluar kesang-gupannya. Penerimaan terhadap suami/isteri harus penuh sebagai satu “paket”, dia dengan segala hal yang melekat pada dirinya, adalah dia yang harus kita terima secara utuh, begitupun penerimaan kita kepada anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya. Ibaratnya kesabaran dalam kehidupan rumah tangga merupakan hal yang fundamental (asasi) untuk mencapai keberkahan, sebagaimana ungkapan bijak berikut:“Pernikahan adalah Fakultas Kesabaran dari Universitas Kehidupan”. Mereka yang lulus dari Fakultas Kesabaran akan meraih banyak keberkahan.

Syukur juga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan berumah tangga. Rasulullah mensinyalir bahwa banyak di antara penghuni neraka adalah kaum wanita, disebabkan mereka tidak bersyukur kepada suaminya.

Mensyukuri rezeki yang diberikan Allah lewat jerih payah suami seberapapun besarnya dan bersyukur atas keadaan suami tanpa perlu membanding-bandingkan dengan suami orang lain, adalah modal mahal dalam meraih keberkahan; begitupun syukur terhadap keberadaan anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya, adalah modal masa depan yang harus dipersiapkan.

Dalam keluarga harus dihidupkan semangat “memberi” kebaikan, bukan semangat “menuntut” kebaikan, sehingga akan terjadi surplus kebaikan. Inilah wujud tambahnya kenikmatan dari Allah, sebagaimana firmannya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim:7).
Mensyukuri kehadiran keturunan sebagai karunia Allah, harus diwujudkan dalam bentuk mendidik mereka dengan pendidikan Rabbani sehingga menjadi keturunan yang menyejukkan hati. Keturunan yang mampu mengemban misi risalah dien ini untuk masa mendatang, maka jangan pernah bosan untuk selalu memanjatkan do’a:

Ya Rabb kami karuniakanlah kami isteri dan keturunan yang sedap dipandang mata, dan jadikanlah kami pemimpin orang yang bertaqwa.
Ya Rabb kami karuniakanlah kami anak-anak yang sholeh.
Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang baik.
Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang Engkau Ridha-i.
Ya Rabb kami jadikanlah kami dan keturunan kami orang yang mendirikan shalat.

Do’a diatas adalah ungkapan harapan para Nabi dan Rasul tentang sifat-sifat (muwashshofat) ketuturunan (dzurriyaat) yang diinginkan, sebagaimana diabadikan Allah dalam Alqur’an (QS. Al-Furqon:74; QS. Ash-Shaafaat:100 ; QS.Al-Imran:38; QS. Maryam: 5-6; dan QS. Ibrahim:40). Pada intinya keturun-an yang diharapkan adalah keturunan yang sedap dipandang mata (Qurrota a’yun), yaitu keturunan yang memiliki sifat penciptaan jasad yang sempurna (thoyyiba), ruhaniyah yang baik (sholih), diridhai Allah karena misi risalah dien yang diperjuangkannya (wali radhi), dan senantiasa dekat dan bersama Allah (muqiimash-sholat).
Demikianlah hendaknya harapan kita terhadap anak, agar mereka memiliki muwashofaat tersebut, disamping upaya (ikhtiar) kita memilihkan guru/sekolah yang baik, lingkungan yang sehat, makanan yang halal dan baik (thoyyib), fasilitas yang memadai, keteladanan dalam keseharian, dsb; hendaknya kita selalu memanjatkan do’a tersebut.

6. Sikap yang santun dan bijak (Mu’asyarah bil Ma’ruf)
Merawat cinta kasih dalam keluarga ibaratnya seperti merawat tanaman, maka pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat agar tumbuh subur dan indah, diantaranya dengan mu’asyarah bil ma’ruf. Rasulullah saw menyatakan bahwa : “Sebaik-baik orang diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap isteriku.” (HR.Thabrani & Tirmidzi)
Sikap yang santun dan bijak dari seluruh anggota keluarga dalam interaksi kehidupan berumah tangga akan menciptakan suasana yang nyaman dan indah. Suasana yang demikian sangat penting untuk perkembangan kejiwaan (maknawiyah) anak-anak dan pengkondisian suasana untuk betah tinggal di rumah.

Ungkapan yang menyatakan “Baiti Jannati” (Rumahku Syurgaku) bukan semata dapat diwujudkan dengan lengkapnya fasilitas dan luasnya rumah tinggal, akan tetapi lebih disebabkan oleh suasana interaktif antara suami-isteri dan orang tua-anak yang penuh santun dan bijaksana, sehingga tercipta kondisi yang penuh keakraban, kedamain, dan cinta kasih.

Sikap yang santun dan bijak merupakan cermin dari kondisi ruhiyah yang mapan. Ketika kondisi ruhiyah seseorang labil maka kecenderungannya ia akan bersikap emosional dan marah-marah, sebab syetan akan sangat mudah mempengaruhinya. Oleh karena itu Rasulullah saw mengingatkan secara berulang-ulang agar jangan marah (Laa tagdlob). Bila muncul amarah karena sebab-sebab pribadi, segeralah menahan diri dengan beristigfar dan mohon perlindungan Allah (ta’awudz billah), bila masih merasa marah hendaknya berwudlu dan mendirikan shalat. Namun bila muncul marah karena sebab orang lain, berusahalah tetap menahan diri dan berilah ma’af, karena Allah menyukai orang yang suka mema’afkan. Ingatlah, bila karena sesuatu hal kita telanjur marah kepada anak/isteri/suami, segeralah minta ma’af dan berbuat baiklah sehingga kesan (atsar) buruk dari marah bisa hilang. Sesungguhnya dampak dari kemarahan sangat tidak baik bagi jiwa, baik orang yang marah maupun bagi orang yang dimarahi.

7. Kuatnya hubungan dengan Allah (Quwwatu shilah billah)
Hubungan yang kuat dengan Allah dapat menghasilkan keteguhan hati (kemapanan ruhiyah), sebagaimana Allah tegaskan dalam QS. Ar-Ra’du:28. “Ketahuilah dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang”. Keberhasilan dalam meniti kehidupan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh keteguhan hati/ketenangan jiwa, yang bergantung hanya kepada Allah saja (ta’alluq billah). Tanpa adanya kedekatan hubungan dengan Allah, mustahil seseorang dapat mewujudkan tuntutan-tuntutan besar dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah saw sendiri selalu memanjatkan do’a agar mendapatkan keteguhan hati: “Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thoo’atika” (wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu).

Keteguhan hati dapat diwujudkan dengan pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), sehingga ia merasakan kebersamaan Allah dalam segala aktifitasnya (ma’iyatullah) dan selalu merasa diawasi Allah dalam segenap tindakannya (muraqobatullah). Perasaan tersebut harus dilatih dan ditumbuhkan dalam lingkungan keluarga, melalui pembiasaan keluarga untuk melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap dan dimutaba’ah bersama, seperti : tilawah, shalat tahajjud, shaum, infaq, do’a, ma’tsurat, dll. Pembiasaan dalam aktifitas tersebut dapat menjadi sarana menjalin keakraban dan persaudaraan (ukhuwah) seluruh anggota keluarga, dan yang penting dapat menjadi sarana mencapai taqwa dimana Allah swt menjamin orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ath-Thalaaq: 2-3.
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagi-nya jalan keluar (solusi) dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi (keperluan) nya.”

Wujud indahnya keberkahan keluarga
Keberkahan dari Allah akan muncul dalam bentuk kebahagiaan hidup berumah tangga, baik kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan di dunia, boleh jadi tidak selalu identik dengan kehidupan yang mewah dengan rumah dan perabotan yang serba lux. Hati yang selalu tenang (muthma’innah), fikiran dan perasaan yang selalu nyaman adalah bentuk kebahagiaan yang tidak bisa digantikan dengan materi/kemewahan.

Kebahagiaan hati akan semakin lengkap jika memang bisa kita sempurnakan dengan 4 (empat) hal seperti dinyatakan oleh Rasulullah, yaitu : (1) Isteri yang sholihah, (2) Rumah yang luas, (3) Kendaraan yang nyaman, dan (4) Tetangga yang baik.

Kita bisa saja memanfaatkan fasilitas rumah yang luas dan kendaraan yang nyaman tanpa harus memiliki, misalnya di saat-saat rihlah, safar, silaturahmi, atau menempati rumah dan kendaraan dinas. Paling tidak keterbatasan ekonomi yang ada tidak sampai mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, karena pemilik hakiki adalah Allah swt yang telah menyediakan syurga dengan segala kenikmatan yang tak terbatas bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, dan menjadikan segala apa yang ada di dunia ini sebagai cobaan.
Kebahagiaan yang lebih penting adalah kebahagiaan hidup di akhirat, dalam wujud dijauhkannya kita dari api neraka dan dimasukkannya kita dalam syurga. Itulah hakikat sukses hidup di dunia ini, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Imran : 185
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Selanjutnya alangkah indahnya ketika Allah kemudian memanggil dan memerintahkan kita bersama-sama isteri/suami dan anak-anak untuk masuk kedalam syurga; sebagaimana dikhabarkan Allah dengan firman-Nya:
“Masuklah kamu ke dalam syurga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan”. (QS, Az-Zukhruf:70)
“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan (pertemukan) anak cucu mereka dengan mereka (di syurga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. Ath-Thuur:21).
Inilah keberkahan yang hakiki. []

Akhlaq yang baik bagian ke-4 bertutur kata yang baik ..

C. Bertutur Kata yang Baik
عن عديّ بن حاتم ـ رضي الله عنه ـ قال : ذكر النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ النار ، فتعوذ منها ، وأشاح بوجهه ، ثم ذكر النار ، فتعوذ منها ، وأشاح بوجهه ، ثم ذكر النار ، فتعوذ منها ، وأشاح بوجهه . قال شعبة : إما مرتين ـ فلا أشك ، ثم قال : ” اتقوا النار ولو بشق تمرة ، فإن لم يجد ـ فبكلمة طيبة ” .                            رواه البخاري .

Ilustrasi (mashable)

Dari ‘Adiy bin Hatim RA berkata: Nabi Muhammad saw pernah menyebutkan tentang neraka, kemudian berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya. Kemudian menyebutkan neraka lalu berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya. Kemudian menyebutkan neraka dan berlindung diri darinya dan mengekspresikan dengan wajahnya. Syu’bah berkata: kemungkinan dua kali, lalu saya tidak ragu. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Takutlah neraka walaupun hanya dengan sebutir kurma, jika tidak ada maka dengan tutur kata yang baik. (HR Al Bukhari)

Penjelasan:
باب طيب الكلام Bab tentang disyariatkannya tutur kata yang indah. Tutur kata yang indah adalah amal kebaikan yang besar nilainya, karena firman Allah:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ ﴿٣٤﴾
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushshilat: 34)
Pertahanan itu sebagaimana dilakukan dengan perbuatan bisa juga dilakukan dengan perkataan. Kalimat yang indah seperti halnya perbuatan yang baik akan membuat musuh yang membahayakan menjadi teman yang menyenangkan.
عن عديّ بن حاتم Dari ’Adiy bin Hatim At Tha’iy. Hatim adalah orang yang dikenal sebagai dermawan Arab, tidak sempat bertemu Islam. Berkata:
ذكر النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ النار Rasulullah saw menyebut neraka yang disediakan bagi kaum kafir, seperti yang diterangkan dalam ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
فتعوذ منها kemudian berlindung diri darinya. Salah satu bentuk pelajaran Nabi kepada umatnya.
وأشاح hamzah dibaca fathah, syin bertitik diikuti dengan alif dan berakhir dengan ha’ tanpa titik. Bermakna memalingkan wajah. Sebuah ekspresi tidak senang kepada sesuatu. Sepertinya Rasulullah saw melihatnya dan memperingatkannya dengan wajahnya.
Syu’bah bin Hajjaj salah seorang yang menjadi sanad (sandaran hadits ini)  berkata: إما مرتين Rasulullah menyebutnya dua kali dan mengekspresikannya dengan wajahnya, فلا أشك ini yang tidak aku ragukan, sedangkan tiga kali penyebutan neraka saya masih ragu.
Kemudian Rasulullah saw bersabda: اتقوا النار, takutlah neraka dengan membuat penghalang antara kalian dengannya.
ولو بشق تمرة Syin bertitik dibaca kasrah, artinya sepotong kurma.
فإن لم يجد Maka jika tidak mendapatkannya, فبكلمة طيبة maka bisa dengan tutur kata yang baik, artinya takutlah neraka dengan tutur kata yang baik, berdzikir menyebut nama Allah dan mengagungkan-Nya, seperti dengan ucapan:
سبحان الله ، أو الحمد لله ، أو لا إله إلا الله ، أو الله أكبر atau
لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم atau dengan amar ma’ruf nahi munkar dengan tutur kata yang baik.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
Bahwa neraka yang di dalamnya terdapat azab dari Allah adalah sesuatu mengharuskan kita berlindung diri kepada Allah darinya, kembali kepada Allah untuk menghindarinya, dan menyelamatkan diri dari azab pedihnya
Di antara sarana preventifnya yang dapat menghadirkan ridha Allah adalah bersedekah sekecil apapun dan bertutur kata dengan baik. Dari itulah Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: … والكلمة الطيبة صدقة dan tutur kata yang baik adalah sedekah.

Akhlaq yang baik bagian ke-3 menyayangi manusia dan hewan ..

ـ   عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضي الله عنه ـ  قامَ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ في الصَّلاةِ ، وَقُمْنَا مَعَهُ ، فَقالَ أعْرَابِيٌّ ـ وَهُوَ فِي الصَّلاةِ ـ : اللهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّداً ، وَلا تَرْحَمْ مَعَنَا أحَداً ، فَلَمَّا سَلَّمَ النَّبِيُّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ قالَ لِلأعْرَابِي : لَقَدْ حَجَّرْتَ وَاسِعاً ، يُرِيْدُ رَحْمَةَ اللهِ ” .رواه البخاري

 Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah saw berdiri shalat, kami berdiri bersamanya. Lalu seorang a’rabiy (Arab Badui) berkata dalam shalatnya: Ya Allah ampunilah saya dan Muhammad, dan jangan seorang pun Engkau ampuni bersama kami. Maka ketika Nabi Muhammad salam (selesai shalat) berkata kepada A’rabiy tadi: Sesungguhnya engkau telah mempersempit yang luas, maksudnya adalah rahmat Allah.” (HR Al Bukhari)


Ilustrasi (paksi.net)

Penjelasan:
” فقال أعرابي ” Berkata seorang A’rabiy, yaitu Dzul Huwaishirah Al Yamaniy, ada pula yang mengatakan bahwa dialah Al Aqra’ in Habis.
Rasulullah saw bersabda kepada a’rabiy tadi dengan penolakan. Karena ia pelit dengan rahmat Allah kepada makhluk-Nya. لقد حجرت واسعاً Ha’ tanpa titik dibaca fathah, jim dibaca tasydid dan ra’ dibaca sukun/mati; artinya: mempersempit sesuatu yang luas, yang menjangkau banyak orang yang berhak mendapatkannya. Dan yang dimaksudkan Rasulullah saw adalah rahmat Allah yang menjangkau segala sesuatu.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang luasnya rahmat Allah, dan bahwasanya tidak boleh membatasi rahmat Allah hanya untuk diri sendiri saja tanpa lainnya yang juga berhak mendapatkannya.
4 ـ   عن النعمان بن بشير ـ رضي الله عنه ـ قال : قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ترى المؤمنين في تراحمهم ،وتوادهم ، وتعاطفهم ، كمثل الجسد ، إذا اشتكى منه عضو ، تداعى له سائر جسده بالسهر والحمى ” رواه البخاري ومسلم
Dari An Nu’man bin Basyir RA berkata: “Rasulullah saw bersabda: Kamu melihat kaum mukminin dalam berkasih sayang, mencintai, tenggang rasa, adalah seperti satu tubuh, jika ada bagian tubuh yang sakit maka seluruh tubuh lainnya merasakan panas dan berjaga.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Penjelasan:
عن النعمان بن بشير ” الأنصاري ” Dari An Nu’man bin Basyir Al Anshari ra
ترى المؤمنين ” أي الكاملين في إيمانهم Kamu melihat kaum mukminin yang sempurna imannya
في تراحمهم Saling menyayangi satu sama lain, tidak ada sebab lain kecuali keimanan
وتوادهم Dal bertasydid, aslinya ada dua huruf dal, lau diidzghamkan, artinya: hubungan cinta mereka, seperti ziarah dan memberikan hadiah.
تعاطفهم Saling bantu di antara mereka, seperti tubuh dengan seluruh anggotanya. Kemiripannya adalah pada persamaan senggang dan lelah.
إذا اشتكى عضو ” منه ” تداعى له سائر جسده Jika ada salah satu tubuh yang sakit maka bagian tubuh lainnya bekerja sama dalam memikul rasa sakit itu.
بالسهر tidak bisa tidur, karena sakit akan menghilangkan rasa kantuk/tidur, dan والحمى panas  bisa terjadi ketika orang tidak bisa tidur

Kesimpulannya: bahwa perumpamaan tubuh itu jika ada salah satu organ yang sakit maka semua tubuh akan itu sakit, seperti pohon, jika salah satu dahannya ditarik maka bagian batang lainnya akan ikut bergerak.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
  1. Dibolehkan membuat penyerupaan dan contoh untuk mendekatkan pemahaman
  2. Sesungguhnya persatuan kaum mukminin yang sempurna imannya adalah sifat asasinya
  3. Besarnya hak sesama muslim dan anjuran untuk saling membantu, dan saling memperhatikan satu sama lain
5 ـ  عن أنس بن مالك ـ رضي الله عنه ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” ما من مسلم غرس غرساً ، فأكل منه إنسان ، أو دابة ، إلا كان له به صدقة ” .
Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang menanam tanaman, lalu dimakan manusia atau hewan, kecuali menjadi sedekah baginya.”

Penjelasan:
فأكل منه إنسان أو دابة Lalu dimakan manusia atau hewan. Penggabungan kata umum pada kata khusus. Jika yang dimaksudkan adalah semua yang berjalan di muka bumi. Atau penggabungan satu jenis kepada jenis lain, jika yang dimaksudkan adalah hewan melata seperti yang kita kenal. Dan inilah yang lebih kuat.
Ibnu Abi Jamrah mengatakan: kuda masuk dalam cakupan umum kata insan.
كان له به صدقة Menjadi sedekah baginya, meskipun ia tidak secara khusus berniat sedekah dengan hal itu.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran antara lain:
  1. Mengingatkan kedudukan seorang muslim, bahwa ia mendapatkan pahala cocok tanamnya, meskipun tidak secara khusus berniat sedekah
  2. Anjuran untuk pekerjaan-pekerjaan yang banyak menghasilkan pahala, seperti menanam yang bermanfaat bagi manusia dan hewan
  3. Bahwa mengerjakan keputusan Allah untuk memakmurkan bumi ini tidak menafikan nilai ibadah, zuhud dan tawakal
  4. Anjuran belajar hadits/As Sunnah, untuk mengenali amal kebaikan, sehingga senang mengerjakannya. Karena seperti pahala bercocok tanam ini tidak akan pernah ditemui kecuali dalam As Sunnah.

Akhlaq yang baik bagian ke-2 menyayangi manusia dan hewan ..

B. Menyayangi Manusia dan Hewan
1 ـ   عَنْ أَبِي سُلَيْمَانَ مَالِكِ ابْنِ الْحُوَيْرِثِ ـ رضي الله عنه ـ قَالَ أَتَيْنَا النَّبِيّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ ، مُتَقَارِبُونَ ، فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً ، فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا ، وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا ، فَأَخْبَرْنَاهُ ، وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا ، فَقَالَ : ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ ، فَعَلِّمُوهُمْ ، وَمُرُوهُمْ ، وَصَلُّوا ، كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي ، وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاةُ ؛ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ، ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ “رواه البخاري .

Ilustrasi (myspace/tsigganos)

Dari Abu Sulaiman Malik bin Al Huwairits RA berkata: Kami menemui Nabi Muhammad saw, ketika itu kami masih muda, rata-rata usianya. Kami berada bersama Nabi Muhammad saw selama dua puluh hari, sehingga ia menganggap kami telah rindu kepada keluarga kami, ia menanyakan kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan. Lalu kami sampaikan kepadanya. Nabi Muhammad adalah orang yang sangat lemah lembut dan penyayang. Lalu bersabda: Pulanglah ke keluarga kamu semua, ajarkan kepada mereka, suruhlah mereka, dan shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat. Dan jika datang waktu shalat hendaklah ada salah seorang di antaramu mengumandangkan adzan, kemudian yang paling tua hendaklah menjadi imam. (HR. Al Bukhari)

Penjelasan: 

عَنْ أَبِي سُلَيْمَانَ مَالِكِ ابْنِ الْحُوَيْرِثِ ـ رضي الله عنه   Al Laitsiy, tinggal di Bashrah.
وَنَحْنُ شَبَبَةٌ Bentuk jama’ dari kata  seperti kata شاب pemuda. Seperti kata كتبة وكاتب para penulis. متقاربون  Berdekatan usianya.
وكان رفيقاً Dengan fa’ lalu qaf, dari kata الرفق lemah lembut. Dalam riwayat lain وكان رقيقاً : dengan dua qaf, dari kata  الرقة :sensitif
فعلموهم ” أي الشرع ”  Ajarkan kepada mereka agama
” ومروهم ” أي بالمأمورات التي أمر الله تعالى بها  Suruhlah mereka dengan perintah-perintah Allah, antara lain: shalat, rukun kedua dalam Islam, ajarkan kepada mereka, suruhlah mereka mengerjakannya.
” وليؤمكم أكبركم ” سناً Hendaklah yang lebih tua usianya di antara kalian menjadi imam. Hal ini tidak menafikan prioritas yang paling mengerti As Sunnah, paling banyak hafalan Al Qur’an, paling menjaga agamanya. Jika mereka sama dalam hal ini maka diprioritaskan yang paling tua usianya.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
Keutamaan menyayangi sesama manusia –meneladani Rasulullah saw- dialah orang yang sangat lembut dan penyayang. Dan di antara kelembutan dan kasih sayangnya adalah perhatian kepada Malik bin Al Huwairits dan teman-temannya yang telah rindu kepada keluarganya . sehingga Nabi perintahkan kepada mereka: ” ارجعوا إلى أهليكم ” Pulanglah kepada keluarga kalian semua. Agar berbahagia dengan perjumpaan.
2 ـ    عن أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضي الله عنه ـ  أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ  قَالَ : بَيْنَا رَجُلٌ يَمْشِي اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا ، فَشَرِبَ مِنْهَا ، ثُمَّ خَرَجَ ، فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ ، فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الكلب من العطش مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فنزل البئر ، فَمَلأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ، فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ ، فَغَفَرَ لَهُ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا ؟ قَالَ : فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ ” رواه البخاري .
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Ketika seorang laki-laki berjalan ia mengalami dahaga yang sangat luar biasa. Lalu ia turun ke dalam sumur, minum airnya, lalu naik keluar. Tiba-tiba ia dapati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Ia berkata (dalam hati): anjing ini telah kehausan seperti kehausan yang aku alami. Lalu ia kembali turun ke dalam sumur, ia penuhi sepatunya dengan air, ia pegang dengan mulutnya, lalu diberikan minum untuk anjing itu. Allah membalasnya dan mengampuni dosanya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah apakah kita mendapatkan pahala dari hewan-hewan ternak kita? Jawab Nabi: Dalam setiap hati yang basah terdapat pahala. (HR Al Bukhari)

Penjelasan:
” ثم خرج ” : من البئر . Kemudian keluar dari sumur
” يلهث “Dengan tsa’ bertitik tiga, أي يخرج لسانه من العطش . artinya menjulurkan lidahnya karena kehausan   ” يأكل الثرى “dengan tsa’ bertitik tiga Makan tanah أي التراب الندي yang basah/lembab   .
” من العطش ”  Karena rasa sangat haus yang menimpanya
” لقد بلغ هذا الكلب ” Anjing ini telah mengalami  .
” بفيه ” بفمهdengan mulutnya. ” فشكر الله له  ذلك “:أي جازاه عليه Allah membalasnya.
” فقالوا يا رسول الله وإن لنا في ” سقى ” البهائم أجراً ؟ Lalu para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah kita mendapatkan pahala ketika memberi minum hewan ternak kita?
Rasulullah saw menjawab: نعم . في كل ذات كبد رطبة ” أي في سقي كل حيوان ” أجر ” Ya dalam setiap memberikan minum hewan terdapat pahala.
والرطوبة ـ هنا ـ كناية عن الحياة Kata basah adalah kata kinayah/pinjaman/istilah lain untuk kata hidup. Ada yang mengatakan:  Bahwa hati itu ketika haus, ia akan basah. Dengan alasan bahwa hati ketika dilemparkan ke dalam api akan tampak basah. Hal ini disebabkan karena api mengeluarkan bahan basahnya.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang keutamaan menyayangi hewan.

Akhlaq yang baik bagian ke-1 setiap kebaikan adalah sedekah ..

A. Setiap Kebaikan adalah sedekah

1 ـ   عن جابر بن عبد الله ـ رضي الله عنهما ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال :” كل معروفٍ صدقة ”  .            رواه البخاري ، ومسلم .

dakwatuna.com – Dari Jabir bin Abdullah RA, dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Semua kebaikan itu adalah sedekah.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Penjelasan: 

كل معروفٍ Kebaikan yang lahir dari manusia dalam bentuk perbuatan aktif, atau meninggalkan perbuatan tertentu. Dicatat pahala sedekah baginya.

Al Ma’ruf adalah semua yang diketahui berdasarkan dalil syar’i termasuk dalam amal kebaikan. Maka termasuk dalam al ma’ruf itu adalah nafkah suami kepada istrinya, berwajah cerah ketika berjumpa dengan saudaranya. Demikian juga tidak melakukan keburukan adalah salah satu bentuk al ma’ruf.

2 ـ   عن أبي موسى الأشعري ـ رضي الله عنه ـ قال : قال النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” على كل مسلم صدقة . قالوا : فإن لم يجد ؟ قال فيعمل بيديه ، فينفع نفسه ، ويتصدق . قالوا : فإن لم يستطع ، أو لم يفعل ؟ قال : فيعين ذا الحاجة الملهوف : قالوا : فإن لم يفعل ؟ قال : فيأمر بالخير ـ أو قال بالمعروف . قال : فإن لم يفعل ؟ قال فليمسك عن الشر ، فإنه له صدقة “

Ilustrasi (wallpapercube/hdn)

Dari Abu Musa Al Asy’ariy RA berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap muslim harus bersedekah.” Para sahabat bertanya: “Jika tidak memiliki sesuatu untuk bersedekah?” Jawab Nabi: “Bekerja dengan tangannya, sehingga bermanfaat bagi dirinya dan bersedekah.” Para sahabat bertanya lagi: “Jika tidak mampu atau tidak melakukannya?” Jawab Nabi: “Membantu orang yang memerlukan yang mengharapkan bantuan.” Para sahabat bertanya lagi: “Jika tidak mampu?” Jawab Nabi: “Menyuruh yang baik –atau ma’ruf.” Ada yang bertanya lagi: “Jika tidak mampu?” Jawab Nabi: “Hendaklah menahan diri dari keburukan, karena sesungguhnya itu adalah shadaqah.”

Penjelasan: 

Sabda Nabi Muhammad SAW: فيعمل بيده فينفع bekerja dengan tangannya, pekerjaan apa saja yang bisa dikerjakannya seperti : kerajinan tangan, dagang, dll.
لنفسه Bisa membiayai diri sendiri dan orang yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga tidak meminta-minat kepada orang lain.
ويتصدق Dan bersedekah sehingga bermanfaat bagi orang lain, dan berpahala.
فإن لم يستطع ، أو لم يفعل Jika tidak mampu melakukannya, atau tidak mengerjakannya karena malas. Ada keraguan perawi.

Jawab Nabi: فيعين maka membantu dengan ucapan atau perbuatan, atau kedua-duanya.
ذا الحاجة الملهوف Orang yang memerlukan, teraniaya, meminta pertolongan, berduka, atau dalam kesulitan.
فإن لم يفعل ” ذلك عجزاً ، أو كسلاً Jika ia tidak melakukannya karena tidak mampu atau malas?
Jawab Nabi: فيأمر بالخير أو قال بالمعرو menyuruh yang baik atau yang ma’ruf, perawi hadits ini ragu.
Ar Rhaghib berkata: Al Ma’ruf adalah nama untuk semua perbuatan yang dikenal baik menurut syariah maupun akal sehat. Maka semua yang ma’ruf adalah baik.
قال Berkata salah seorang sahabat yang ada ketika Rasulullah menyampaikan hal ini.  Jika tidak mampu? Jawab Nabi: فليمسك عن الشر فإنه له صدقة ” Hendaklah ia menahan diri dari perbuatan buruk. Karena sikap ini adalah sedekah baginya.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran anjuran bersedekah dengan harta, sebagaimana anjuran bekerja dan berusaha agar mendapatkan nafkah untuk dirinya, dapat bersedekah kepada orang lain, menjaga kehormatan diri dari meminta-minta.
Dari hadits ini dapat pula diambil pelajaran anjuran berbuat kebaikan semaksimal mungkin. Dan bahwa seseorang yang telah berniat melakukan kebaikan kemudian mengalami kesulitan hendaklah berpindah kepada kebaikan lainnya. Karena semua perbuatan baik adalah ma’ruf, dan semua yang ma’ruf adalah sedekah.

Jangan Sebut Anak Anda “Nakal”

“Anak saya ini nakal sekali”, kata seorang ibu.
“Kamu itu memang anak nakal”, kata seorang bapak.
Kalimat itu sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sering kita mendengar orang tua menyebut anaknya dengan istilah nakal, padahal kadang maksudnya sekadar mengingatkan anak agar tidak nakal. Namun apabila anak konsisten mendapatkan sebutan nakal, akan berpengaruh pada dirinya.
Predikat-predikat buruk memang cenderung memiliki dampak yang buruk pula. Nakal adalah predikat yang tak diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh si anak sendiri. Namun, seringkali lingkungan telah memberikan predikat itu kepada si anak: kamu anak nakal, kamu anak kurang ajar, kamu anak susah diatur, dan sebagainya. Akibatnya, si anak merasa divonis.

Hindari Sebutan Nakal
Jika tuduhan nakal itu diberikan berulang-ulang oleh banyak orang, akan menjadikan anak yakin bahwa ia memang nakal. Bagaimanapun nakalnya si anak, pada mulanya tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi, jika sudah sampai menjadi bahan tertawaan, cemoohan, dan ejekan, akan sangat menggores relung hatinya yang paling dalam. Hatinya luka. Ia akan berusaha melawan tuduhan itu, namun justru dengan tindak kenakalannya yang lebih lanjut.

Hendaknya orang tua menyadari bahwa mengingatkan kesalahan anak tidak identik dengan memberikan predikat “nakal” kepadanya. Nakal itu —di telinga siapa pun yang masih waras— senantiasa berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru lantaran diberi predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!

Mengingatkan kesalahan anak hendaknya dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, mereka masih kecil. Sangat mungkin melaku­kan kesalahan karena ketidaktahuan, atau karena sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk kenakalan anak, biasanya ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan evaluasi diri bagi para pendidik dan orang tua.
Banyak kisah tentang anak-anak kecil yang cacat atau meninggal di tangan orang tuanya sendiri. Cara-cara kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak seringkali tidak tepat. Watak anak sebenarnya lemah dan bahkan lembut. Mereka tak suka pada kekerasan. Jika disuruh memilih antara punya bapak yang galak atau yang penyabar lagi penyayang, tentu mereka akan memilih tipe kedua. Artinya, hendaknya orang tua berpikiran “tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil langkah.
Sekali lagi, jangan cepat memberi predikat negatif. Hal itu akan membawa dampak psikologis yang traumatik bagi anak. Belum tentu anak yang sulit diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah tanda-tanda kecerdasan dan kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya saja, orang tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini.
Ungkapan bijak Dorothy Law Nolte dalam syair Children Learn What They Live berikut bisa dijadikan
sebagai bahan perenungan,

Bila anak sering dikritik, ia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, ia belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, ia belajar menjadi pemalu
Bila anak sering dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, ia belajar menjadi sabar
Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai
Bila anak mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil
Bila anak merasa aman, ia belajar percaya
Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya
Bila anak diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.

Cara Pandang Positif
Hendaknya orang tua selalu memiliki cara pandang positif terhadap anak. Jika anak sulit diatur, maka ia berpikir bahwa anaknya kelebihan energi potensial yang belum tersalurkan. Maka orang tua berusaha untuk memberikan saluran bagi energi potensial anaknya yang melimpah ruah itu, dengan berbagai kegiatan yang positif. Selama ini anaknya belum mendapatkan alternatif kegiatan yang memadai untuk menyalurkan berbagai potensinya.

Dengan cara pandang positif seperti itu, orang tua tidak akan emosional dalam menghadapi ketidaktertiban anak. Orang tua akan cenderung introspeksi dalam dirinya, bukan sekadar menyalahkan anak dan memberikan klaim negatif seperti kata nakal. Orang tua akan lebih lembut dalam berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk mencari jalan keluar terbaik. Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata kasar, bukan dengan pemberian predikat nakal.
“Kamu anak baik dan shalih. Tolong lebih mendengar pesan ibu ya Nak”, ungkapan ini sangat indah dan positif.
“Bapak bangga punya anak kamu. Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi perbuatanmu ini ya Nak”, ungkap seorang bapak ketika ketahuan anaknya bolos sekolah.
Semoga kita mampu menjadi orang tua yang bijak dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan tumbuh kembang anak-anak kita. Hentikan sebutan nakal untuk mendidik anak-anak.

Temukan Mutiara Bakatnya, Asahlah hingga Berkilau Cahayanya

“Mulai sekarang, aku ga minta uang sama umi dan abi lagi…. Insya Allah aku bisa biayai kebutuhanku sendiri….” Ucapan itu keluar dari bibir anakku, remaja berusia 18 thn yang baru lulus smk th 2010.
Yah bagi orang lain mungkin kalimat itu terdengar biasa, tetapi bagi aku, ibu yang mengandung dan melahirkannya, mengasuh dan membesarkannya, kalimat itu menjadi sangat bermakna dan sangat istimewa.

Kurang Percaya Diri

Teringat aku akan masa kecilnya yang kesepian karena kami tinggal di sebuah rumah yang terletak di tengah kebun kosong di ujung tanah yang menanjak. Tak punya tetangga, hingga anak ku hanya bermain dengan belalang, kadal dan kucing. Tak ada teman seusia yang bisa mengajaknya bermain setiap hari. Hanya saat-saat tertentu saja jika kami berkunjung ke rumah sanak family barulah dia bisa bertemu dengan saudara saudaranya. Maka sampai saat ini anakku agak sulit menjalin hubungan social dengan orang baru, apalagi di lingkungan baru.

Masa kecilnya juga sering sakit-sakitan. Pencernaannya kekurangan enzim hingga tidak bisa menyerap lemak dan gula. Sudah berbagai terapi dan pengobatan kami coba, sampai ke dokter super spesialis gastro entrologi Prof. Dr Suharyono. Sekali konsultasi bisa memakan sepertiga gaji ayahnya. Tak heran anak ini bertubuh kurus tinggi. Dengan segala kekurangan itu anakku tumbuh dengan kepercayaan diri yang rendah.
Sebagai orang tua, tentu semua menginginkan anaknya tumbuh sehat cerdas dan berprestasi. Segala obsesi orang tua yang tak kesampaian kita sandangkan kepundak anak. Siapa sih orang tua yang tak ingin anaknya cerdas, matematikanya hebat, bahasa Inggrisnya mantap, tahfizh Qur’annya canggih. Tapi tolong… lihat lagi dengan cermat, apakah anak kita mampu mengemban segala obsesi dan harapan orang tuanya yang seabreg itu…? Tanpa kita pernah bertanya dan mengamati, apa bakat dan hobinya?

Aku juga mengalami hal ini. Aku sedih melihat nilai matematika anakku yang jeblok, nilai bahasa Inggrisnya merah, nilai IPA nya ambrol. Tiap hari aku menemani dan mengajarkan anakku pelajaran sekolah. Buku-buku pelajarannya aku baca, aku ringkas, aku buat menjadi catatan-catatan kecil. Ku bacakan di depan anakku sambil mengajaknya bermain. Hasilnya tidak terlalu menggembirakan.

Tidak naik kelas

Kelas lima SD anakku terancam tidak naik ke kelas enam karena nilai raportnya yang berangka merah lebih dari tiga mata pelajaran. Dalam rapat guru untuk menentukan kenaikan kelas tiap siswa, yang dihadiri oleh semua guru termasuk aku karena aku mengajar di sekolah tersebut, aku lihat wali kelasnya tidak berusaha membelanya sedikitpun, tidak adakah sisi positif dari anakku hingga bisa memberinya nilai lebih untuk memberinya kesempatan merasakan duduk di kelas enam? Satu-satunya guru yang membela anakku hanyalah guru agama. Dia mengatakan anakku berakhlak baik, tidak ada catatan kenakalan sama-sekali. Namun pembelaan ini tidak membawa hasil karena sang walikelas sudah tertutup hatinya untuk anakku. Sang Wali kelas memutuskan anakku tidak naik kelas.

Yah… itu yang ku alami sendiri di depan mataku, aku berusaha obyektif aku tak hendak membela anakku, aku tak bersuara dalam rapat itu, namun hatiku bergemuruh .
Harus ada alternative lain untuk anakku, tinggal kelas bukan satu-satunya jalan. Aku aku khawatir kepercayaan dirinya makin runtuh jika anakku tak naik kelas. Apalagi prestasi adiknya berbanding terbalik dengan dirinya.

Di sekolah yang sama adiknya jadi juara di kelasnya. Ku akui memang beberapa mata pelajaran dia lemah, tetapi bukan berarti anakku tak punya kelebihan, bukan berarti ia tak punya masa depan.
Akhirnya setelah berkonsultasi dengan keluarga aku menghadap kepala sekolah, aku ceritakan kondisi anakku dengan sedetilnya, sikap mindernya, tentang latar belakang masa kecilnya, tentang beberapa potensinya.Alhamdulillah kepala sekolah memenuhi harapanku. Jika dipaksakan anakku naik ke kelas enam, memang akan sangat memberatkannya, karena harus banyak mengejar ketertinggalan, padahal di SDIT dengan kurikulum yang padat dan waktu belajar full day, anakku akan kelelahan. Tak sanggup lagi dia ikut les remedial, karena setiap hari berangkat sebelum jam tujuh pagi dan pulang menjelang maghrib. Anak usia SD menghabiskan waktu untuk sekolah lebih dari 10jam termasuk jarak tempuh dari dan ke sekolah, melebihi orang dewasa bekerja yang hanya 8 jam.
Harus ku akui, tidak semua anak cocok bersekolah di SDIT. Dari peristiwa ini aku mengambil pelajaran, anakku harus dikurangi bebannya. Jika dia sekolah di SD negeri, dia akan punya banyak waktu untuk les remedial karena waktu belajarnya hanya setengah hari, maka sore dia bisa les untuk mengejar pelajaran yang tertinggal. Kepala sekolah merekomendasikan anakku bisa naik ke kelas enam dengan syarat pindah ke sekolah Negeri.



Lulus tes masuk SMP Negeri

Di SD Negeri Alhamdulillah anakku bisa lulus dengan nilai cukup baik, aku memintanya mencoba ikut tes masuk SMP Negeri sekedar untuk mengetahui prestasi belajarnya jika dibanding anak lain dari berbagai sekolah. Ternyata hasilnya baik. Dia diterima di SMP 17, namun tidak kami ambil karena kami sudah memutuskan anakku masuk pesantren untuk membekalinya dengan agama yang memadai. Kami telah memilih pesantren yang tidak terlalu banyak muridnya agar tiap santri dapat terpantau prestasi akademiknya dan mendapat perhatian secara individual dan maksimal oleh guru-gurunya.

Di pesanten menjelang kelas tiga pada umumnya anak-anak mengalami stress,karena UN benar-benar menjadi momok yang menakutkan. Demikian pula dengan anakku, dia ingin pindah sekolah seperti dulu waktu kelas lima di SDIT pindah ke SD Negeri pada waktu kelas enam. Aku berkonsultasi dengan para guru, wali kelas, wali asrama, dan kepala sekolah. Wali kelas nya menyerahkan dua buku tulis penuh dengan gambar goresan tangan anakku yang mirip komik. Ni bu… siap terbit…” seloroh wali kelasnya. Rupanya disela-sela aktifitas pesantren dia menuangkan kreatifitasnya di atas buku tulis itu.

Sebenarnya aku sudah melihat bakat ini sejak di SD, namun karena aku sibuk mengajarkan mata pelajaran yang tertinggal, maka bakat gambar ini kurang tergali ditambah lagi rasa percaya diri anakku sangat rendah, jadilah bakat itu hanya berkembang seadanya.

Aku melihat dan menemukan kecerdasan anakku. Dia harus dimasukkan ke sekolah yang mengutamakan pengembangan skill menggambar, bukan saint , bukan hafalan. Ku bisikkan ke telinga anakku:
”Sayang… Ummi akan carikan sekolah yang tepat sesuai bakatmu, walaupun harus di luar kota Balajarlah dengan tekun dan tenang untuk persiapan UN, sesudah lulus SMP kamu akan bersekolah sesuai dengan bakatmu, tidak ada lagi momok matematika yang menyeramkan, IPA yang menyebalkan.”
Setelah pencarian selama enam bulan, akhirnya aku menemukan sekolah yang pas untuk anakku SMK ANIMASI di DEPOK.

Alhamdulillah dia sangat bersemangat. Perlahan lahan rasa kepercayaan dirinya mulai tumbuh. Terlebih saat kelas tiga dia terpilih mewakili sekolah umtuk ikut lomba uji kompetensi yang diadakan oleh Diknas se Kota Depok . Karyanya mengangkat tema tentang kesenjangan social antara si miskin dan si kaya di negeri ini, dalam bentuk gambar animasi. Hasil karyanya mendapat juara pertama. Alhamdulillah… kami sangat bersyukur dan bangga. Anakku yang saat kelas lima SD divonis tidak naik kelas oleh wali kelasnya, kini tampil mengharumkan nama sekolah, membanggakan wali kelas, para guru, kepala sekolah dan tentu saja aku… ibu kandungnya.

Wajahnya terpampang di Koran MONITOR DEPOK, wartawan sengaja datang ke sekolahnya untuk mengapresiasi hasil karya dan prestasinya.
Atas prestasi tersebut dia mewakili kota Depok untuk lomba yang sama di tingkat propinsi Jawa Barat. Di sini dia menggondol juara tiga.
Alhamdulillah dari prestasi ini dan fortofolio selama dia mengenyam pendidikan di SMK Animasi, anakku bisa diterima magang bekerja di sebuah perusahaan iklan. Bersamaan dengan itu, dia kuliah di BSI jurusan ADVERTISING.

Selama magang dia sering merasa frustasi karena hasil karyanya /gambarnya selalu dikritik oleh atasannya. Aku terus memberinya semangat, ku katakan: “Bos mu itu sangat baik,… Beliau sedang memberimu pelajaran berharga, mendidik mentalmu agar tidak cepat puas dengan hasil karyamu, Beliau sedang menggali potensimu dan mendulang mutiara yang terkubur di dalam dirimu. Seraplah semua ilmu yang ada pada diri atasanmu, karena di sanalah kampusmu yang sebenarnya. Kampus yang akan mencetakmu menjadi apa yang kamu inginkan, yaitu menjadi seorang ANIMATOR handal.

Bekerja di Production Hause

Setelah tujuh bulan magang anakku diangkat menjadi pegawai dan mendapatkan honor, namun itu ada imbal baliknya, dia harus membayarnya dengan menghabiskan waktunya di kantor bekerja lebih giat dan tekun bahkan sering harus begadang dan menginap di kantor.

Yah… anakku yang kutilang (kurus tinggi langsing) yang terseok- seok masa SD-nya kini tampil percaya diri. Dia mulai menyusun mozaiknya sendiri, menyempurnakan mozaik yang telah kususun bersama nya.
Dia berobsesi akan memiliki perusahaan periklanan yang dapat memproduksi iklan berkarakter dan dapat membuka lapangan kerja bagi teman-temannya.
Sekarang hampir tak ada waktu baginya untuk bermain dan berenang-senang seperti remaja seusianya.Kesibukan antara kerja dan kuliah menyebabkannya  jarang pulang. Kadang aku baru bertemu dengannya setelah tiga hari.

Sambil berseloroh saya katakan kepadanya “Rumah pertamamu di kantor, karena tiap hari kamu kerja dan tidur di sana, rumah kedua di kampus karena 4-7 jam kamu belajar di sana dan rumah ketigamu di sini bersama umi, abi dan adik-adikmu karena hanya tiga hari sekali kamu singgahi.
“Dalam usia 18 tahun kamu sudah punya mimpi jadi pengusaha. Ummi bangga padamu”.
Aku terus belajar untuk menjadi orang tua, dari seminar, buku, bertanya kepada siapa saja terutama menggali dari orang yang lebih berpengalaman menjadi orang tua. Karena tidak pernah ada sekolah /pendidikan dengan jurusan yang menelurkan lulusannya dengan gelar “menjadi orang tua teladan” .
Setiap penggalan kehidupan anak adalah bagian dari kepingan mozaik, yang jika disusun dengan cermat akan menjadi lukisan yang indah. Setiap orang tua berperan besar menentukan desain kepingan mozaik itu, demikian juga lingkungan tempat dia dibesarkan. Maka kenalilah karakter dan bakat anak –anak kita supaya kita bisa mengarahkan dan membimbingnya menjadi mutiara –mutiara indah yang memancarkan kilau cahayanya.

Setiap anak adalah unik, biarkan dia menjadi dirinya sendiri. Allah menganugerahkan berbagai kecerdasan dan bakat yang berbeda pada setiap anak.
Menurut pakar pendidikan ada Sembilan kecerdasan, setiap anak memiliki
minimal lebih dari dua kecerdasan bahkan lebih . Tugas orang tualah untuk menemukan aneka bakat dan kecerdasan itu untuk di asah , diarahkan dan dibimbing supaya muncul dan berkembang memancarkan kilaunya.

Sebagian besar anak seusianya masih bingung .. kemana arah cita-citanya? Akan jadi apa kelak? Bahkan dengan nilai UN yang tinggi sekalipun, banyak anak yang gamang. Namun Hari ini aku menyaksikan kemantapan anakku menyusun langkah masa depannya. Kariernya membentang di depan mata. Dalam usia remaja dia sudah bisa mandiri. Kuliah dengan biaya sendiri. Punya sepeda motor hasil keringat sendiri, punya laptop untuk menunjang kreatifitasnya seharga Rp 11juta, hasil jerih payahnya. Bahkan dia masih bisa bantu biaya sekolah adik-adiknya, bantu belanja dapur ibunya.

Sekarang kepercayaan dirinya makin kuat, makin banyak relasi yang bisa dibangun, makin banyak job yang dia dapat. Ada desain cover buku, Lay out buku, Video Bumper untuk bahan presentasi perusahan, Profil perusahaan dan lain-lain.

Padahal usia SD dia terancam tak naik kelas, penyakitan, minder, pemalu. Hari ini dia jadi kebanggaan orang tuanya, kesayangan adik-adiknya.

Ya Allah… sujud ku takkan cukup untuk mengungkap rasa syukurku.

Pelajaran/ Hikmah yang dapat dipetik:

1.Jangan Bunuh Mimpi Anak- Anak Kita
Sering kali anak berceloteh tentang mimpi/imajinasinya, lalu kita orang dewasa di lingkungan anak tersebut ( bisa orang tua/guru/teman)meremehkan cita-citanya.
Misalnya seorang anak bermimpi akan menjadi seorang direktur utama sebuah hotel berbintang terkenal. Dia ceritakan mimpinya itu kepada semua orang yang ditemuinya. Sayang tidak ada yang menanggapi dengan positif ceritanya itu.

”Khayalanmu terlalu tinggi tidak berkaca pada diri sendiri” begitu biasanya orang berkomentar. Anak itu jadi putus asa karena orang-orang di sekitarnya telah membunuh mimpinya.
“Bersikaplah realistis! siapa dirimu? Dari mana asalmu?” ejek teman-teman nya. Anak itupun frustasi dan mengubur mimpinya.

(lepas SMA, kembali anak itu bertekad menyusun mimpinya, dari Mesir dia merantau ke Canada mengambil kuliah perhotelan sambil bekerja di restoran sebagai pencuci piring, setelah beberapa tahun melewati ujian dan cobaan, dia berhasil meraih mimpinya jadi direktur hotel bintang lima. Setelah sukses dia menuliskan pengalamannya dan menerbitkan bukunya yang juga sukses hingga diterjemahkan ke 5 bahasa. Dia pun sukses menjadi seorang motifator dunia. Dialah Ibrahim EL Fiki)

Tanpa sadar kita telah membunuh imajinasi anak, seharusnya kita menanggapinya dengan positif, kita hargai mimpinya dengan membuka wawasannya tentang hal-hal yang terkait dengan mimpinya itu. Karena itu adalah bagian dari mozaik indah yang sedang disusunnya. Kita bantu carikan sekolah/ pelatihan yang menunjang kearah tercapainya mimpi tersebut, kita kawal dan dampingi saat dia menghadapi berbagai kendala dan kesulitan, karena di situ kita sedang bersama-sama menyusun mozaiknya. Sampai suatu jalan kesuksesan terbentang di hadapannya, saat itulah dia menyempurnakan mozaiknya dan menunjukkan keindahannya kepada dunia.

2. Setiap anak adalah Unik, kenali dan asah bakatnya
Jangan sama ratakan perlakuan kepada setiap anak. Karena mereka punya kecenderungan dan bakat yang berbeda. Kadang bagi kita orang tua sering merasa paling tahu tentang anak kita. Atau kita mengambil keputusan untuk menyekolahkannya dengan sudut pandang orang tua. Bahkan mengenyampingkan suara hati anak.

Anak juga jangan terlalu dibebani dengan segala obsesi dan cita-cita orang tua yang belum kesampaian. Jangan terlalu dibebani dengan aneka les tambahan, sehingga merengut waktu bermain anak.
Ada kisah nyata seorang ustazd memasukkan anaknya di pesantren tempat dia dulu mengenyam pendidikan. Anak tersebut tidak mampu dan tidak mau bersekolah di tempat tersebut. Namun suara anak ini tidak pernah didengar sang ayah. Akhirnya anak tersebut protes dengan caranya sendiri. Dia sering bolos sekolah , berusaha kabur dari pesantren dan sebagainya. Akhirnya anak itu tidak menjadi seperti yang diharapkan orang tuanya, juga tidak menjadi dirinya sendiri. Waktu terbuang demikian lama, biaya terbuang demikian besar, anak itu jadi kuli panggul di pasar.

3. Tidak semua anak cocok untuk bersekolah Full Day
Hanya anak yang punya kesehatan fisik dan kecerdasan akademis yang mampu untuk masuk sekolah Full Day. Untuk anak tertentu yang sering sakit-sakitan, prestasi akademiknya kurang memadai sebaiknya dimasukkan ke sekolah yang tidak terlalu berat beban kurikulumnya.
Jangan karena alas an sekalian dengan kakak adiknya, biar mudah antar jemputnya menyebabkan orang tua memasukkan semua anak ke sekolah yang sama.

4. Kenali bakat dan kecenderungan anak
Ini sangat penting, karena akan menjadi titik awal perjalanan karier dan kesuksesan mereka di masa depan. Jika anak memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Sering jadi juara kelas, itu sih harapan semua orang tua dan seolah menjalani masa depan seperti jalan tol.
(Untuk para orang tua, mari kenali bakat anak kita dan susunlah mozaik bersamanya, anak adalah mutiara yang terpendam gali dan asahlah lah, agar mutiara itu memancarkan kilaunya.

The World Its Mine