Jumat, 04 Maret 2016

Renungan ..

Renungan ..

Nasihat Imam Al-Ghazali Kepada Anak ..


1
Oleh: Maulana Assidqi
AL Ghazali menceritakan sebuah kisah, bahwa disebuah perbukitan nan elok, berdirilah sebuah rumah nan indah dan sedap dipandang mata. Disekeliling rumah itu dirimbuni pelbagai pepohonan yang rindang. Halamannya penuh dengan rerumputan dan bunga-bunga yang menebar keharuman. Begitu mempesona dan memberikan rasa nyaman bagi siapapun yg menghuninya, karena dirawat dengan perawatan yang alami.
Di kesenjaan usianya, si empunya rumah tersebut berwasiat kepada anaknya agar seantiasa menjaga dan merawat pohon dan rumput-rumput itu sebaik mungkin. Begitu pentingnya, samapi-sampai  ia berkata “Selama engkau masih bertempat tinggal dirumah ini, jangan sampai pohon dan tanaman ini rusak, apalagi hilang”.
Ketika tiba saatnya si empunya rumah meninggal dunia, sang anak menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh mendiang ayahnya dengan sungguh-sungguh. Rumah itu betul-betul  dirawat, demikian pula pohon dan rumputnya. Tidak hanya itu, si anak kemudian berinisiatif untuk mencari jenis tanaman lain yang menurutnya lebih indah dan lebih harum untuk ditanam dihalaman rumah. Maka, rumah itu semakin menggoda untuk dilihat dan dinikmati.
Si anak berbunga bunga hatinya. Dibenaknya terlintas kebanggaan bahwa dirinya telah berhasil menjalankan amanah dengan menjaga pepohonan dan rerumputan yang menjadi penyejuk rumah lebih dari yang diperintahkan oleh orang tuanya. Bahkan akhirnya, tumbuhan baru yang ditanam si anak mengalahkan “rumput asli” baik dari segi keelokan maupun harumnya.
Namun yang patut disayangkan, tanaman dan rumput yang pernah diwasiatkan oleh ayahnya akhirnya ditelantarkan, sebab menurutnya sudah ada rumput dan tanaman lain yang lebih bagus, lebih sejuk dipandang, lebih harum dan sebagainya. Bahkan saat “rumput asli” tersebut rusak, tak ada rasa penyesalan di hati si anak. “Toh sudah ada tanaman dan rumput yg lebih bagus” pikirnya.

Tetapi anehnya, ketika “rumput asli” peninggalan orang tuanya itu rusak dan musnah tak tersisa, bukan kenyamanan dan ketentraman yang didapat. Karena ternyata, rumah tersebut lambat laun menjelma menjadi tempat istirahat yang menakutkan. Betapa tidak, rumah tersebut dimasuki berbagai macam ular, baik besar maupun kecil yang membuat si anak terpaksa harus meninggalkan rumah tersebut.
Mencermati kisah ini, Al Ghazali memaknai wasiat orang tua tersebut dengan dua hal:
Pertama, agar si anak dapat menikmati keharuman rumput yang tumbuh disekitar rumahnya. Dan makna ini dapat ditangkap dengan baik oleh nalar si anak.
Kedua, agar rumah tersebut aman. Sebab aroma rumput dan tanamn tersebut dapat mencegah masuknya ular kedalam rumah yang tentu berpotensi mengancam keselamatan penghuninya. Namun makna ini tidak ditangkap oleh nalar si anak.

Peran Ayah Dalam Mendidik Anak Menurut Islam ..


Oleh, Erma Pawitasari
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar,” (QS. Luqman (31) ayat 13).
AYAT ini, bersama dengan ayat-ayat serupa (al-Baqarah 132, Yusuf 67) bercerita tentang para ayah (Luqman, Nabi Ya’kub, dan Nabi Ibrahim) yang sedang mendidik anak-anaknya. Ternyata, proses pendidikan (dalam keluarga) yang digambarkan melalui al-Qur’an dilakukan oleh para ayah. Tidak ada satu ayat pun yang memotret momen pendidikan dari para ibu, kecuali adanya perintah menyusui—tanpa menafikan tugas amar ma’ruf nahi mungkar yang sifatnya umum, baik untuk laki-laki maupun perempuan).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.” Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau sedang shalat.
Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak memenuhi gambaran sejarah Islam. Dalam buku ‘al-Muhaddithat; The Women Scholars In Islam’, Mohammad Akram Nadwi memberikan banyak contoh bagaimana para ulama kita menyediakan waktu untuk pendidikan putri-putrinya sebagaimana mereka meluangkan waktu untuk tugas-tugas lainnya.
Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Syajarah al-Baghdadi (350H), misalnya, senantiasa memantau pendidikan putrinya, Amat as-Salam (Ummu al-Fath, 390 H) di tengah kesibukannya sebagai hakim. Diriwayatkan oleh al-‘Atiqi, hafalan hadits Amat as-Salam bahkan selalu dicatat oleh sang ayah.
Syaikhul Islam Abu Abbas Ahmad bin Abdillah al-Maghribi al-Fasi (560 H) juga tercatat mengajari putrinya 7 (tujuh) cara baca al-Qur’an, serta buku-buku hadits seperti Bukhari dan Muslim. Walaupun ada yang mengatakan bahwa beliau terlalu sibuk dengan dakwah sehingga tidak pernah punya waktu untuk putrinya, namun hal ini dibantah oleh Imam al-Dhahabi yang mengatakan bahwa sulit dipercaya jika ada ulama yang berperilaku seperti ini, sebab “perbuatan seperti ini merupakan keburukan yang bertentangan dengan ajaran Nabi SAW. Sang teladan bagi umat manusia ini biasa menggendong cucunya bahkan ketika sedang shalat.”
Contoh lain bisa kita dapati dari riwayat pakar pendidikan Islam Ibnu Sahnun (256H). Disebutkannya, Hakim Isa bin Miskin selalu memanggil dua putrinya setelah shalat Ashar untuk diajari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan lainnya. Demikian pula dengan Asad bin al-Furat, panglima perang yang menaklukkan kota Sicily, ternyata juga mendidik sendiri putrinya. Nama lain yang tercatat dalam sejarah adalah Syaikh al-Qurra, Abu Dawud Sulayman bin Abi Qasim al-Andalusi (496H) dan Imam ‘Ala al-din al-Samarqandi (539H).

Dari beberapa contoh di atas bisa kita lihat, bahkan untuk pendidikan anak perempuan sekalipun, para ulama tidak melemparkan tanggung jawab kepada istri-istrinya. Begitu intensifnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya, hingga tatkala menjelang sakaratul maut pun, seorang ayah yang baik memastikan sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya dengan bertanya kepada mereka, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (maa ta’buduuna min ba’dii, al-Baqarah 133).
Sungguh berbeda dengan kondisi masyarakat kita yang seakan-akan membebankan semua urusan anak-anak kepada para istri, dan menghabiskan waktunya untuk urusan di luar rumah. Seorang dokter yang sangat sibuk ternyata bisa dengan antusias mendidik para mahasiswa kedokterannya dan bahkan berceramah keliling nusantara, namun, bagaimana mungkin dia menjadi begitu loyo dan beralasan tidak punya waktu ketika harus mendidik anak-anaknya sendiri?
Tidak mengherankan jika kenakalan remaja dan kerusakan generasi menjadi kian parah, sebab, para ayah hebat kita—pengacara terkenal, hakim agung, pengusaha sukses, termasuk beberapa ustadz yang luar biasa dalam dakwah—terlalu sibuk mendidik orang lain dan menyepelekan kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.

12 Golongan Yang Didoakan Malaikat ..


“Sebenarnya (malaikat – malaikat itu) adalah hamba – hamba yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah – perintah-Nya.  Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberikan syafa’at melainkan kepada orang – orang yang diridhai Allah, dan mereka selalu berhati – hati karena takut kepada-Nya,” (QS Al Anbiyaa’ 26-28).
Islampos.com—MUNGKIN kita pernah berandai, bagaimana agar malaikat itu mendoakan kita? Bayangkan saja makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya dan tak memiliki nafsu itu doanya pasti dikabulkan oleh Allah SWT.
Berikut ini ialah sekelompok orang didoakan oleh malaikat karena berbuat suatu kebaikan:
1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”. (HR Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)
2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
“Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’ (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim 469)
3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan” (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib)
4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)
5. Para malaikat mengucapkan ‘aamin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
“Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu” (HR Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)
6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
“Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'” (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)
7. Orang-orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
“Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'” (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no.9140)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’ (HR Imam Muslim dari Ummud Darda’, Shahih Muslim 2733)
9. Orang-orang yang berinfak.
“Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010)
10. Orang yang sedang makan sahur.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang-orang yang sedang makan sahur” Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa “sunnah” (HR Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin Umar)
11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
“Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh” (HR Imam Ahmad dari ‘Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754)
12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (HR Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily).

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Inilah Tabiat-tabiat Manusia dalam Al-Qur’an ..

lelaki muslim ngobrol
TABIAT memiliki arti watak, budi pekerti, perbuatan yang selalu dilakukan, kelakuan, tingkah laku. Pengertian diatas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Berangat dari arti diatas tabiat manusia merupakan watak atau tingkah lalu yang di miliki setiap manusia. tetapi tabiat manusia itu berbeda-beda.
Dalam Al-Qur’an yang Allah SWT turunkan sebagai petunjuk dan pedoman bagi umat manusia. Secara gamblang telah jelas tabiat manusia sebagai berikut:
1. Memiliki bentuk penciptaan yang sempurna. Sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” (QS At-Tin: 4).
2. Kecintaan kepada lawan jenis dan keluarga. Allah SWT berfirman, “Dijandikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak…,” (QS Ali-Imran: 14).
3. Kecintaan terhadap harta. Allah SWT berfirman, “Dijandikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenagan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga),” (QS Ali-Imran: 14).
Dan dari firman Allah yang lain, “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan,” (QS Al-Fajr: 20).
4. Cenderung memiliki sifat kikir. Dan Allah SWT berfirman, “Dan apabila ia mendapat kebaikan ia sangat kikir,” (QS Al-Ma’arij: 21).
5. Suka berkeluh kesah ketika mendapat kesulitan. sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesulitan ia berkeluh kesah,” (QS Al-Ma’arij: 20).
6. Sering tergesa-gesa. Allah berfirman, “Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa,” (QS Al-Isra’: 17)
7. Suka menzalimi diri sendiri dan lupa terhadap RabbNya. Dalam firman Allah SWT, “Sesungguhnya, Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir amanat akan mengkhianatinya, dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya, manusia itu amat zalim dan bodoh,” (QS Al-Azab: 72).

8. Memiliki kecenderungan untuk berbuat salah atau dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Setiap Anak Adam suka berbuat salah, dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertaubat,” (HR Ibnu Majah).
9. Kecenderungan untuk beragama dan mengagungkan sesuatu(taqdis). Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah setiap manusia lahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani,” (HR Bukhari).

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Yogo Hadiningrat ..

Sulung Putra ..

Ashari Bin M. Toha ..

Syeikh Dr. a'ed Al Qarni ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Ilmu dan Keadilan Adalah Dasar Segala Kebaikan ..

menuntut-ilmu
SEORANG yang berpikir dan mengerti tentang dirinya tidak akan mengutamakan kecintaan pada apa yang membahayakan dan membuatnya menderita. Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali karena maksud dan keinginannya yang rusak.
Jika seseorang terjerumus kedalam cinta yang membahayakan maka ada dua kemungkinan yang melanda diri seseorang tersebut.  Pertama, soal kebodohan dan kedua soal kezaliman. Manusia, pada dasarnya diciptakan dalam keadaan zalim dan bodoh. la tidak akan bisa terlepas dari kebodohan dan kezaliman kecuali jika Allah mengajarinya apa yang bermanfaat serta memberikannya petunjuk.
Siapa yang dikehendaki-Nya baik, maka Dia akan mengajarinya apa yang bermanfaat baginya, sehingga ia terbebas dari kebodohan, dan bermanfaat baginya apa yang diajarkan-Nya, dan dengan demikian, ia juga terbebas dari kezaliman.
Adapun jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Allah membiarkannya pada dasar penciptaan semula (bodoh dan zalim).
Dari Abdullah bin Amr dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan ke-gelapan. Lalu Ia memancarkan cahaya-Nya. Maka barangsiapa yang terkena cahaya itu ia mendapat petunjuk dan barangsiapa tidak men-dapatkannya maka ia tersesat,” (HR Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan At-Tirmidzi).
Nafsu selalu menginginkan apa yang membahayakannya dan tidak bermanfaat baginya. Sebab terkadang dia memang tidak mengerti baha-yanya, tetapi terkadang pula karena niatnya yang buruk, atau karena kedua-duanya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an untuk mencela orang yang menuruti ajakan kebodohan dan kezaliman.
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim,” (QS Al-Qashash: 50).
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka,” (QS An-Najm: 23).
Maka, dasar segala kebaikan adalah ilmu dan keadilan dan dasar segala kejahatan adalah kebodohan dan kezaliman. Dan Allah telah menjadikan keadilan yang diperintahkan sebagai batasan.

Maka, barang siapa yang melampauinya berarti ia berlaku zalim dan melampaui batas. Dan karenanya, ia akan mendapatkan celaan dan hukuman sesuai dengan tingkat kezaliman dan permusuhannya.
Allah befirman, “Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan,” (QS Al-A’raaf: 31).

“Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas,” (QS Al-Mukminun: 7).
Kemudian Allah befirman tentang orang-orang yang mencari (kenitmatan biologis) selain dengan yang hak (istrinya), “Dan janganlah melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (QS Al-Baqarah: 190).
Maksudnya, kecintaan kepada kezaliman dan permusuhan adalah disebabkan karena rusaknya ilmu atau rusaknya tujuan, atau dikarenakan kerusakan oleh keduanya.

Ini Nih 10 Keutamaan Bersabar ..

sabar
MASALAH bagaikan bumbu dalam kehidupan. Dengan berbagai masalah yang ada, hidup kita akan lebih berwarna. Dengan sebuah masalah pula, kita akan berlajar banyak hal dalam hidup yang akahirnya mendewasakan kita.
Tentunya, menghadapi sebuah masalah bukanlah hal yang mudah. Jika harus memilih, maka setiap orang akan memilih untuk tidak mempunyai masalah. Namun inilah hidup di dunia, kita akan selalu menghadapi masalah-masalah yang membuat kita lebih dewasa dan lebih memahami banyak hal. Untuk meghadapi sebuah masalah yang selalu hadir, Allah memerintahkan kita untuk sabar menghadapinya. Karena dengan kesabaran inilah, kita akan lebih bijak mengahadapi masalah dan mendapatkan keutamaan.
Berikut ini sepuluh keutamaan setiap mukmin yang berkaitan dengan kesabaran yang mampu dijalankannya:
1. Kesabaran merupakan ibadah batiniah sehingga ia selalu disertai dengan pertolongan Allah. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
2. Kesabaran memelihara amalnya dari hal-hal yang dapat merusak, karena nafsunya yang buruk dapat ia kendalikan dengan kesabaran.
3. Kesabaran menjadi modal bagi ketenangan hidupnya selama di dunia. Baginya dunia adalah tempat tinggal sementara yang tak luput dari godaan.
4. Kesabaran menjadi sarana untuk meningkatkan konditenya di hadapan Allah
5. Kesabaran melahirkan pujian Allah terhadapnya. Orang sabar dipuji Allah sebagai orang yang paling baik
6. Kesabaran melahirkan kegembiraan.
7. Kesabaran melahirkan kecintaan Allah padanya.
8. Kesabaran meningkatkan derajatnya.

9. Kesabaran membawa keselamatan yang hakiki,yakni ketika ia masuk surga.
10. Kesabaran membawanya pada pahala yang tiada hentinya.

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

Renungan ..

The World Its Mine