Selasa, 24 Mei 2016

Bukan Sekadar Shalat Jenazah ..

Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan, Sakinah Finance, Colchester - UK)

Ketika menginjakkan kaki di lapangan terbang King Abdul Aziz, Jeddah, kemarin, saya teringat isi obrolan ringan di Colchester pekan lalu. Obrolan itu disampaikan oleh Dr Muhammad Syafii Antonio, pakar ekonomi syariah dari Tanah Air yang juga ketua STEI Tazkia, Bogor.

Menurut beliau, ada kesalahpahaman di kalangan umat Islam tentang apa yang dimaksud dengan fardhu kifayah. Banyak yang berpikir fardhu kidayah adalah hanya memandikan dan menyelenggarakan shalat jenazah.

Padahal, definisi fardhu kifayah sendiri adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh umat secara bersama-sama. Jika dilakukan oleh satu orang saja dari umat, kewajiban itu gugur dari seluruh Muslim yang lain. Namun, jika tidak ada satu pun yang mengerjakannya, kewajiban tersebut menjadi tanggungan semuanya.

Ayo kita pahami lagi makna fardhu kifayah


Dari definisi yang ada, ternyata makna fardhu kifayah sangat luas. Fardhu kifayah berlaku di berbagai aspek kehidupan manusia, seperti yang telah dicontohkan dalam peradaban yang dibangun Rasulullah SAW di Madinah.

Masjid Nabawi yang dibangun oleh Rasul bukan hanya sebagai pusat ibadah. Ketika itu, masjid tersebut digunakan sebagai pusat politik, pemerintahan, pertahanan, penyebaran ilmu pengetahuan, bantuan, perlindungan, dan kegiatan dakwah. Lengkap sudah bahwa bukan hanya hubungan dengan Allah (habluminnallah), tetapi juga hubungan antarmanusia (habluminannas) menjadi sumber-sumber kekuatan umat saat itu.

Semangat itu seharusnya kita bawa saat ini. Sepatutnya, umat Islam itu hadir untuk memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang ada, bukan umat yang selalu bergantung kepada hasil kerja kaum lain. Dari sisi ekonomi, misalnya, posisi kita yang mayoritas ternyata hanya menjadi konsumen. Rasanya, sudah saatnya kita mulai beralih menjadi produsen.

Bukankah Alquran juga sudah menyebutkan Ulil Albab, Ulil Abshor, dan Ulil Nuha. Jabatan paling prestisius bagi kaum yang berakal, yang mau berpikir, dan berusaha mempelajari dan menemukan nikmat-nikmat Tuhan baik di bumi, langit, dan di antara keduanya. Pada akhirnya, orang-orang ini diberikan lagi jabatan yang lebih tinggi beberapa derajat karena ilmunya (QS al-Mujadalah (58): 11).

Di manakah umat Islam saat ini?


Silakan dicek urutan orang terkaya di dunia dan di Indonesia pada 2016 yang baru dirilis oleh Majalah Forbes. Dari situ dengan sekilas kita dapat menebak, siapa penyedia barang dan jasa yang terbesar yang akhirnya mengontrol kebutuhan umat saat ini.

Syafii Antonio memberikan contoh urusan haji atau umrah dalam diskusi pekan lalu. Walaupun saat ini belum musim haji, berbondong-bondong masyarakat Muslim berdatangan untuk menunaikan ibadah umrah ke Tanah Suci.

Dalam pesawat British Airways yang saya tumpangi, saya perhatikan ada rombongan yang sudah siap dengan pakaian ihramnya ketika melewati batas miqat sejenak sebelum pesawat mendarat.

Sahabat Sakinah Finance, Agus Junaidi membantu saya berhitung. Jika seorang membayar 900 poundsterling, paket ekonomi saat ini untuk keberangkatan dari London selama 10 hari maka untuk apa saja peruntukannya per orang.

Biaya pesawat 250
Biaya hotel di Mekkah dan Madinah 250
Biaya makan 100
Biaya transportasi lokal 100
Biaya visa 50
Keuntungan travel umrah 150

Dari hitungan kasar di atas, kita lihat bahwa ada sekitar 30 persen dari paket di atas dialokasikan untuk biaya pesawat yang tentunya keuntungannya akan dinikmati oleh perusahaan Boeing dan Airbus.

Dari alokasi di atas, ada 30 persen disisihkan untuk hotel yang umumnya dikuasai oleh pemilik modal asing. Sekitar 10 persen biaya dialokasikam ke bus dan taksi yang biasanya diproduksi oleh Toyota, GMC, Hyundai, dan Nissan.

Adapun 10 persen urusan makan dan minum dikuasai yang pemasok dari Thailand dan Cina. Belum lagi kita bicara mengenai alat peralatan umrah dari kain ihram, sajadah, jeriken air, mukena, dan tasbih yang lucunya banyak berlabel made in Cina. Alat komunikasi pun sangat jelas, handphone Nokia, iPhone, Samsung, Sony yang bukan milik Umat.

Contoh di atas hanya sekadar urusan umrah belum lagi masalah pendidikan dan lain-lain, masih sangat sedikit umat Islam yang memainkan peranan besar. Maka dari itu, mari bulatkan semangat untuk membuat perubahan.

Mulailah dari keluarga dan lingkungan sekitar
Mari kita tanamkan niat untuk senantiasa menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain (khoirunnas anfa'uhum linnas). Juga berazam untuk menumbuhkan sikap dan mental yang tangguh serta tidak biasa menyia-nyiakan waktu. Tak kalah pentingnya, marilah kita pastikan untuk selalu berusaha berbuat yang terbaik, jika ada yang kurang, diperbaiki secara berkala (konsep itqon).

Tidak dinafikan lagi bahwa Rasulullah SAW adalah panutan bagi kita di berbagai aspek, termasuk cara beliau berdagang yang telah beliau jalani selama hampir 25 tahun sebelum misi beliau menjadi Rasul.

Seperti yang sudah pernah dibahas bahwa prinsip-prinsip perdagangan yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah sangat sederhana sehingga sangat mudah dipraktikkan.

Tentu saja, syarat-syarat halal dan baik, misi ibadah, dan akhak yang mulia sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW ketika melakukan transaksi bisnis. Beliau juga visioner, hebat dalam membuat perencanaan dan penyusunan strategi diiringi dengan permohonan doa kepada Allah SWT sehingga banyak impian beliau menjadi kenyataan.

Bukan hanya dari aspek perdagangan, melainkan apa pun profesi dan bidang yang digeluti. Mari kita pastikan menjadi yang terbaik. Pada akhirnya, umat Islam dapat memainkan peranan yang lebih signifikan lagi. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam sakinah dari Kota Makkah.

Kematian dan Keuangan Keluarga ..

Kematian (ilustrasi)

Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan, Sakinah Finance, Colchester-Inggris)

Kematian itu pasti (QS al-Ankabut (29): 57), kematian itu tidak akan dapat ditunda atau dimajukan (QS al-'A`raf (7): 34; QS Yunus (10): 49); QS al-Hijr (15): 5; QS an-Nahl (16): 61; QS al-Mu'minun (23): 43; QS al-Munafiqun (63): 11) dan tidak ada seorang pun tahu di bumi mana dia akan mati, hanya Allah Ya ‘Aliim Ya Khobiir yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal (QS Luqman (31):34).

Jika itu sudah pasti dan tidak bisa ditunda dan tidak tahu di mana kita akan meninggalkan dunia yang sementara ini, apa saja yang sudah kita siapkan?

Rasulullah SAW meninggal dunia tidak meninggalkan harta warisan. Ia hanya meninggalkan Alquran dan sunah. Amru bin al- Harits meriwayatkan, Rasulullah SAW tidaklah meninggalkan harta (harta warisan) kecuali pedang beliau, baghol (hewan hasil peranakan kuda dan kedelai) yang berwarna putih dan sebidang tanah yang semuanya dijadikan sebagai sedekah (HR Bukhari No 2.696) lihat juga HR an-Nasa’i No 3.540, HR Ahmad No 17.730). Kesemuanya itu shahih.

Utang
Ketika bicara utang, kita diingatkan dengan anjuran rasul untuk tidak meninggal dunia dalam keadaan berutang. Utang di sini bukan saja utang dalam bentuk pinjaman bank atau dari orang lain yang harus dibayar, melainkan juga utang-utang lainnya. Misalnya saja utang zakat, utang puasa, utang nazar, dan denda ibadah lainnya serta utang janji.

Kali ini, mari kita lihat lagi apa saja selain utang yang harus kita persiapkan?

Biaya Kubur
Harta si mayit boleh dikurangi untuk biaya penguburan asalkan pada batas sewajarnya atau tidak berlebihan seperti mengadakan malam tahlilan berhari-hari dengan biaya makan-minum dan sebagainya.

Zakat
Zakat yang harus ditunaikan ada bermacam-macam. Sebaiknya dipelajari semua bentuknya dan hitung semua harta kita yang belum dihadiahkan (kalau sudah pindah nama ke anak yang sudah aqil baligh dan punya kemampuan membayar zakat sendiri, maka harta tersebut tidak perlu dimasukkan di dalam daftar zakat).

Zakat yang perlu dipelajari, antara lain, adalah zakat fitrah, zakat emas, perak dan investasi, zakat gaji, zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat hewan ternak, zakat barang galian, zakat barang temuan.

Warisan
Mungkin agak tabu membicarakan soal warisan ketika orang tua masih hidup, tapi untuk menghindari sengketa di kemudian hari, ada baiknya dibuat klarifikasi dengan orang tua. Mungkin saja orang tua mempunyai banyak harta untuk diwariskan, tapi mereka juga punya banyak utang yang harus diselesaikan.

Begitu juga mengenai hukum pembagian warisan yang dapat kita rujuk di beberapa ayat Alquran, misalnya, di QS an-Nisa (4): 176, 7, dan 11-12; QS al-Anfal (8):75; QS al-Ahzab (33): 6). Ada enam tipe persentase pembagian harta waris, ada pihak yang mendapatkan setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).

Ada baiknya kita yang masih hidup mempelajarinya dengan baik. Paling tidak dengan mempunyai pemahaman sesuai ajaran Islam, tidak akan menimbulkan sengketa karena merasa tidak diberlakukan dengan adil dengan persentase perhitungan yang beragam seperti di atas.

Bicara soal sengketa, dilaporkan dalam sebuah berita bahwa pada 2014, Komisi Yudisial (KY) menyinyalir maraknya kasus suap terjadi terhadap hakim dalam sengketa hak warisan bernilai miliaran rupiah di Pengadilan Agama.

Perkara seperti ini terjadi karena kurangnya ilmu faraidh (warisan) yang dimiliki ahli waris sehingga tidak menerima keputusan perhitungan warisan, selain tentunya adanya keserakahan akan harta dunia.

Transaksi dengan pihak luar
Terkadang ada transaksi yang memakan waktu lama, baik itu jual beli, memberikan pinjaman kepada orang lain, atau menerima barang gadaian. Sebaiknya dibuat catatan yang jelas di samping tanggal transaksi dan jatuh tempo.

Tujuannya agar ahli waris dapat mudah menyelesaikannya dengan pihak lain. Harapannya akan bisa jelas apakah piutang tersebut itu dapat ditagih untuk menambah jumlah harta waris atau sepakat untuk diikhlaskan.

Hibah dan Wasiat
Hibah atau hadiah berbeda dengan warisan. Hibah dapat diberikan kepada siapa saja selama masa hidup seseorang, termasuk kepada anak-anaknya yang merupakan ahli waris kelak tentu saja dengan niat yang benar dan bersikap adil.

Wasiat juga berbeda dengan warisan. Wasiat itu dapat diucapkan atau dituliskan sebelum kematian. Wasiat boleh juga diberikan kepada siapa saja yang pantas dengan tujuan yang baik (kecuali ahli waris, lihat HR Abu Daud No 2.870; Timizi No 2.120; an-Nasa’i No 4.641; Ibnu Majah No 2.713).

Sedangkan, warisan hanya dapat diberikan kepada ahli waris. Namun, keduanya hanya dapat dihitung dan ditunaikan setelah kematian.

Sebagaimana ketentuan dalam fiqh mawaris, wasiat harta tidak boleh dilaksanakan lebih dari sepertiga dari jumlah harta. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW kepada Saad Ibn Abu Waqqas ketika bertanya tentang berapa jumlah wasiat yang dapat dibuatnya (HR Bukhari No 2.742, shahih).

Wasiat boleh untuk siapa saja, contohnya sebidang tanah untuk diwakafkan kepada pengelola sekolah. Sedangkan, warisan hanya berlaku untuk ahli waris yang diambil dari sisa harta.

Kesimpulan
Persiapan untuk kematian bukan hanya urusan sehelai kain kafan, melainkan banyak hal yang harus diselesaikan. Salah satunya ini diperlukan pemahaman dan pengetahuan agar bisa menuju kematian yang husnul khatimah.

Untuk gambaran umum, rumus pembagian harta warisan adalah sebagai berikut = Harta keseluruhan - Biaya Kubur - Utang - Sepertiga Wasiat.

Contoh, Harta keseluruhan = Rp 75 juta, Biaya Kubur = 5 juta, Utang = Rp 10 juta, harta setelah biaya kubur dan utang adalah Rp 60 juta yang siap dikurangi wasiat Rp 30 juta. Karena wasiat melebihi sepertiga harta, maka wasiat yang boleh mengurangi harta hanya Rp 20 juta sehingga harta yang akan dibagikan kepada ahli waris adalah Rp 40 juta, bukan Rp 30 juta.

Rumus-rumus ini dapat dipakai jika diiringi dengan ilmu yang memadai, termasuk mencatatkannya dengan baik dan jelas. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam sakinah! Salam duka untuk tragedi yang baru saja menimpa negeri tercinta, Indonesia. Ya Allah, Ya Waliy, Ya Qowwy, lindungilah Indonesia.

Gaya Hidup dan Perilaku Mubazir ..

ilustrasi mubazir
Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan, Sakinah Finance, Colchester-Inggris)
Tantangan terbesar di negara yang sudah maju seperti Inggris adalah tersedianya berbagai kebutuhan pangan dan sandang secara mudah dan murah. Kemudahan ini menghasilkan banyak hal yang baik dan buruk.

Salah satu efek buruknya adalah orang tidak lagi menghargai rezeki yang diterima (taken for granted). Boros dan mubazir menjadi realita sehari-hari. Padahal mubazir adalah salah satu pintu masuknya godaan. Pelakunya malah dicap sebagai saudara setan.

Seperti apakah saudara-saudaranya setan itu?

Ayat mubazir di QS Al-Isra (17): 26-27 yang sering kita dengarkan ini cukup menjadikan bulu roma merinding terutama ketika sampai kepada ayat yang berbunyi:
''inna al-mubadziriina kaanuuu ikhwaana asy-syaathiin" (sesungguhnya pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara setan). Bayangkan saja dengan menyia-nyiakan apa yang kita miliki bisa disebut sebagai saudara-saudara setan.

Menurut Kitab Fii Zilalil Quran, mubazir dalam ayat ini ditujukan oleh Allah kepada orang-orang yang menyalurkan infaq untuk sesuatu yang tidak benar dan berlebihan (penafsiran Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas).

Jika kita lihat makna berinfaq adalah suatu perbuatan baik namun ketika tidak disalurkan pada tempatnya menjadi sesuatu yang tidak baik.

Bayangkan saja mengeluarkan harta dengan niat sedekah saja ada aturannya, harus pada porsinya. Lihat juga larangan sifat berlebih-lebihan ini di QS Al-An’am (6): 143 dan QS Al-A’raf (7): 31.

Ayat selanjutnya (ayat 29) juga menarik untuk diperhatikan yaitu Allah memerintahkan untuk berlaku ekonomis dalam hal pengeluaran, berbuat segala sesuatu dengan keseimbangan, tidak terlalu pelit dan tidak terlalu boros.

Ada juga sebuah hadits dimana Rasulullah SAW melarang Sa’ad untuk boros berwudhu yang bahkan Rasulullah SAW melanjutkan untuk tidak juga boros walau berwudhu di sebuah sungai yang mengalir (HR Ahmad No. 7065). Ck..ck..ck..walau di sungai mengalirpun kita tidak sepantasnya berwudhu semena-mena.

Contoh mubazirContoh sifat mubazir yang dapat kita cermati dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika membeli makanan, perabot rumah tangga dan pakaian. Karena alasan ‘kepuasan’ kita lupa untuk memperhitungkan manfaatnya. Akhirnya harta yang dikeluarkan hanya memberikan kesenangan sementara dan berakhir dengan sia-sia.

Sesuai dengan rencana yang disebutkan di artikel Sakinah Finance pekan lalu (baca: Bank Makanan) topik kali ini adalah Let's declare war on waste. Ide tulisan ini adalah putri kami Layyina Tamanni usai menyaksikan berita-berita dan documentary BBC, terutama "Hugh's war on waste" yang dibaca dan ditontonnya. Topik acara ini sangat menarik jika dikaitkan dengan larangan mubazir di atas.

Siapa dan apa saja?
Menurut pengamatan Hugs si pembawa acara, setiap orang yang belanja bahan makanan memiliki kecenderungan untuk membuang seperenam dari yang dibelinya. Hal ini adalah perbuatan sia-sia katanya.

Ini hanya dari kelompok rumah tangga saja, yang menurut British Retail Consortium (BRC) selama tahun 2014 saja ada 15 juta ton makanan yang dibuang oleh lebih dari 60 juta penduduk Inggris.

Selain rumah tangga, ternyata yang paling banyak membuang makanan adalah produsen makanan, terutama petani yang menghancurkan 3 juta ton hasil panen serta pabrik makanan yang membuang sebanyak 3.9 juta ton, terutama karena makanan produksi mereka ditolak supermarket dengan alasan tidak sesuai standar (cosmetic standards).

Akibatnya, sepertiga dari hasil pertanian dan makanan siap jual ini biasanya akan dibuang begitu saja, jauh sebelum masuk supermarket dan swalayan besar seperti Tesco atau Sainsbury.

Masa kadaluarsa yang terlalu ketat juga mengorbankan makanan yang tidak laku terjual di swalayan dan supermarket. Biasanya sebelum masa kadaluarsa, diskon ditawarkan kepada pembeli atau dijual khusus ke karyawan sedangkan sisanya akan dibagikan ke komunitas sosial. Langkah terakhir baru dibuang ke kotak sampah.

Dua organisasi nirlaba besar di Inggris seperti Skipchen Food Rescue dan FareShare setiap malam mendatangi kotak sampah di belakang swalayan, dan biasanya mereka selalu menemukan banyak bahan makanan yang masih layak dikonsumsi dibuang begitu saja. Setelah dikumpulkan dan diolah dengan baik, mereka membagikannya kepada yang membutuhkannya.

Selain makanan, pakaian adalah konsumsi rakyat Inggris yang paling banyak dibuang. Documentary diatas menyebutkan bahwa bertumpuk-tumpuk baju layak pakai dibuang ke tong sampah secara massal, dan kalau dihitung tumpukan pakaian seberat tujuh ton hanya membutuhkan waktu 10 menit saja!

Keuangan keluarga

Lantas apa hubungannya ayat mubazir ini dengan keuangan keluarga? Dalam QS Ibrahim (14): 7 kita kembali diingatkan jika kita bersyukur maka Allah akan menambahkan nikmatNya, sebaliknya jika kita kufur nikmat maka azab Allah adalah sangat berat.

Dengan menjauhi sifat mubazir kita sudah bersyukur dan dengan banyak bersyukur inshaaAllah keuangan keluarga kita makin sakinah dan berkah.

Maka dari itu uswatun hasanah untuk menghindari sifar mubazir yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW patut kita teladani seperti makan sebelum lapar berhenti makan sebelum kenyang, makan penuh adab dengan menggunakan tiga jari bukan lima jari (tidak memenuhi mulut), dengan mengunyahnya berkali-kali dan bukan tergesa-gesa, makan dengan duduk bukan berdiri apalagi berlari-lari.

Selain itu, patut juga kita membuat perencanan dengan menggunakan tehnik Just-In Time, makanan dibeli ketika waktunya, makanan habis sebelum kadaluarsa dan jika bersisa bukan dibuang tapi didaur ulang.

Jika sudah dilakukan dalam keluarga kita, mulai dari makanan, perabot rumah tangga dan pakaian, maka kebiasaan ini akan tersebar ke lingkungan sekitar dan pada akhirnya kita semua akan dapat menjauhi sifat mubazir ini. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Menghindari Pajak dan Zakat, Bolehkah?

Murniati Mukhlisin
Murniati Mukhlisin
Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan Sakinah Finance, Colchester-Inggris)

Kasus Panama Papers membuat para pemilik nama yang disebutkan dalam daftar bak kebakaran jenggot. Perdana Menteri Inggris David Cameron tak ketinggalan gusarnya ketika nama mendiang ayahnya Ian Cameron ikut disebutkan.
Betapa tidak karena Cameron disangka telah mengambil keuntungan dari investasi off-shore untuk menunjang karier politiknya dengan mengelak dari membayar pajak kepada pemerintah Inggris. Hingga saat ini Cameron masih terus menjelaskan duduk persoalannya.

Kali ini Sakinah Finance ingin berbagi kepada penggiat manajemen keuangan keluarga syariah mengenai perpajakan dan per-zakatan supaya dapat mengatur keuangan lebih baik lagi.

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

Dalam perpajakan ada dua istilah yang mirip tapi berbeda. Keduanya adalah suatu usaha untuk mengurangi kewajiban membayar pajak kepada pemerintah. Penghindaran pajak adalah legal sedangkan pengelakan pajak adalah ilegal.

Penghindaran pajak dilakukan untuk mendapatkan manfaat dan insentif pajak yang ditawarkan dalam rangka menghemat pengeluaran pajak sedangkan pengelakan pajak dilakukan dengan cara melanggar Undang-undang Perpajakan sehingga penerimaan negara dirugikan.

Penghematan atau penghindaran pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menahan diri (seperti tidak merokok supaya terhindar dari cukai tembakau, tidak membeli barang impor supaya tidak membayar pajak impor).

Cara lain adalah dengan pindah lokasi (membuka peluang bisnis di daerah Indonesia Timur untuk mendapatkan insentif pajak), atau ke negara suaka pajak (Tax Havens Country) seperti kasus Panama Papers. Namun tetap takhluk dengan undang-undang lainnya sehingga bukan disebut aksi pengelakan pajak. Ada beberapa lagi cara-cara lainnya.

Adakah Penghindaran atau Pengelakan Zakat?

Ada isitilah penghindaran zakat, salah satunya adalah menggunakan harta untuk kegiatan bisnis sehingga tidak habis dimakan zakat (HR Al-TIrmidzi dan Al-Daraquthni dengan sanad lemah tentang harta anak yatim dalam Kitab Bulugh Al-Maram No. 632). 

Ada juga pengelakan zakat dengan niat sengaja walau tahu, merasa sudah cukup karena sudah membayar pajak atau tidak sengaja karena tidak tahu seluk beluk zakat.

Kesadaran membayar zakat dengan perhitungan yang benar masih minim di kalangan masyarakat Muslim. Salah satu penyebabnya adalah karena tidak ada perintah wajib pungut zakat. Adapun perhitungan serta penyerahan kepada penerima zakat (mustahik) diserahkan sepenuhnya kepada pembayar zakat (muzakki).

Faktor lain adalah kurangnya kesadaran untuk belajar menghitung zakat dengan pemahaman fikih yang benar. Sebenarnya sudah banyak usaha ustadz-ustadzah dan lembaga zakat untuk sosialisasi bahkan menyediakan kalkulator zakat secara online.

Tujuannya tentu saja untuk membantu keluarga mengecek perhitungan zakatnya. Sayangnya masih saja yang banyak belum semangat berzakat. Padahal puncak keberkahan keuangan keluarga salah satunya adalah dari dikeluarkannya zakat.

Hal ini terungkap dalam beberapa pelatihan Sakinah Finance bagi komunitas Muslim Indonesia di sekitar Inggris, Amerika dan Jerman. Lebih kurang 50 persen peserta tidak tahu jenis-jenis zakat secara detailnya, begitu juga cara menentukan nisab, haul dan kadarnya, serta bagaimana menyalurkannya.
Bahkan ada peserta yang pernah berkomentar bahwa dia dan suami sudah sepakat untuk membayar zakat setiap bulan sebesar 10 persen dari pendapatan yang diterima, tidak perlu ada pembayaran zakat lainnya karena dianggap sudah mewakili. 

Padahal kita bias baca dalam sejarah, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a memerangi siapapun yang mengelak membayar zakat (Kitab Bidayah Wan Nihayah hal 84). Begitu seriusnya, beliau mengirim secarik tulisan dengan cap Rasulullah SAW mengenai cara menghitung zakat:

...Jika mencapai dua puluh lima ekor hingga tiga puluh lima ekor, zakatnya seekor unta betina:...Jika lebih dari tiga ratus ekor kambing, maka setiap seratur ekor zakatnya seekor kambing...Setiap dua ratus dirham zakatnya seperempat puluhnya (dua setengah persen)...(HR Abu Daud No. 1340; HR Nasa’i No. 2412)

Banyak lagi ayat Al-Qur’an dan hadits lainnya yang berkenaan dengan jenis benda zakat dan rincian perhitungan zakat. Buku-buku cara menghitung zakat pun sudah banyak beredar.

Harmonisasi Pajak dan Zakat
Harmonisasi pajak dan zakat sudah sering dilakukan, seperti di Malaysia misalnya, zakat dapat menjadi potongan sesuai dengan jumlah yang dibayar atas seluruh kewajiban pajak individunya (100 persen).
Sedangkan untuk perusahaan, zakat yang dibayarkan dapat mengurangi kewajiban pajaknya maksimum 3 persen dari keuntungan/RM20,000 atau 2,5 persen dari jumlah pendapatan, tergantung jenis perusahaan (Sumber: Malaysian Institute of Accountants).

Di Indonesia, walau belum terintegrasi penuh seperti di Malaysia, sudah memberikan kelonggaran bagi wajib pajak baik individu maupun berbentuk badan usaha untuk dapat menjadikan pembayaran zakatnya sebagai pengurang penghasilan kena pajak maksimum 2,5 persen dari jumlah penghasilan bruto.

Ketentuan ini juga berlaku kepada pemeluk agama selain Islam, lihat UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir UU No. 36 Tahun 2008 dengan PP No. 60 Tahun 2010.

Kesimpulannya, keluarga harus lebih pandai mengelola kewajiban pajak dan zakatnya. Penghindaran pajak dan zakat boleh dilakukan dengan syarat-syarat yang ditentukan namun pengelakan pajak dan zakat sama sekali tidak diperkenankan.

Jangan sampai banyak harta namun tidak menjadi warga negara patuh pajak, jangan sampai banyak harta namun kewalahan untuk membayar zakatnya karna harta diam tidak bermanfaat. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Mengelola Keuangan, Sebelum atau Sesudah Menikah?

Mengelola keuangan
Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan, Sakinah Finance, Colchester - UK)

Banyak para bujang gadis atau pasangan yang baru menikah menanggapi bahwa perlunya mengelola keuangan itu lebih pas setelah menikah. Lihat komentar di bawah:
Yangie dan Agung: Ada amanah yang harus dikelola bersama makanya penting sekali perencanaan keuangan setelah menikah.
Siska dan Heru: Pengeluaran lebih banyak dari pendapatan sehingga perlu perencanaan serius.
Okky: Ada penghasilan ganda jadi baru bisa ada yang dikelola.
Sheyka: Ada transaksi pinjam-meminjam atau saling memberi antara suami dan istri, jadi perlu adanya perencanaan keuangan.
Namun, menurut Tiffany, setelah menikah dia pikir tidak perlu pengelolaan keuangan, kan sudah ada suami. Lain halnya ketika sebelum menikah, uang milik pribadi harus benar-benar diatur. Namun, akhirnya dia akui bahwa pendekatannya kurang pas.
Ayu lain lagi. Bagi dia, nikah atau enggak nikah, perencanaan keuangan harus tetap dijalani, kan sesuai fungsi uang yang 3S: spending, saving, dan sharing.

Ehmmm ... Jadi baper nih. Jadi, yang mana dong sebaiknya kita adopsi?
Mulailah seawal mungkin dengan niat ibadah
Mengelola keuangan (istilah ini lebih tepat dari merencanakan keuangan), tentu saja tidak terlepas dari niat. Sesuai dengan niat kita dalam menjalankan kehidupan adalah tentunya untuk selalu beribadah kepada Allah SWT (lihat QS Adz-Dzariyat (51): 56), tentu termasuk juga ketika menjalankan aktivitas pengelolaan keuangan.
Sebagian anak-anak berusia tujuh tahun sudah bisa menerima latihan awal pengelolaan keuangan sehingga dia akan tumbuh lebih prihatin dalam pengelolaan keuangannya kelak. Di awal latihan, minimal anak-anak memahami makna uang yang ternyata adalah amanah Allah SWT yang harus dijaga bukan hanya dengan menyimpannya tetapi juga membelanjakannya.
Hasilnya, anak-anak akan lebih menghormati orang tuanya di kala senang dan susah karena menyadari bahwa uang tidak selamanya milik kita.
Untuk memastikan keuangan keluarga dapat dikelola dengan baik, anak-anak diberikan latihan bekerja dan berwirausaha ala Rasulullah SAW. Di situlah orang tua mempunyai kesempatan untuk mengajarkan transaksi-transaksi muamalah sesuai dengan syariah termasuk memahami zakat, infak, dan sedekah.
Namun, jangan terlalu juga membebaskan anak-anak dengan uang dan harta. Untuk itu, perlu diperhatikan dan dikawal penggunaannya (tasarruf) oleh orang tua/wali sang anak karena mereka belum sempurna akalnya atau tidak mampu mengelola uang dan hartanya (lihat QS An-Nisa’ (4): 5 dan Tafsir Ibnu Katsir).

Tentukan hak dan kewajiban
Dalam QS an-Nisa (4) ayat 34, jelas bahwa lelaki dalam rumah tangga adalah pemimpin (qawwam) keluarga. Seorang lelaki itu wajib memberikan nafkah kepada istrinya dari sebagian hartanya.
Namun walau ada peran kepemimpinan (qawammah) laki-laki, semua mukmin, baik lelaki maupun perempuan, termasuk pasangan suami-istri wajib menjadi penolong (al-walayah) antara sesamanya (QS at-Taubah [9]:71) dalam hal mengerjakan yang makruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan rasul-Nya. Pada akhirnya, akan turun rahmat dari Allah SWT untuk mereka. 
Dari makna qawwamah, kewajiban seorang anak laki-laki dewasa (baligh/mumayiz) adalah mengatur keuangan untuk nafkah dirinya. Ia juga mendapatkan tanggung jawab, misalnya terhadap orang tua atau adik-adik yang belum bisa mandiri. Begitu juga kewajiban suami adalah memberi nafkah kepada istrinya dari sebagian hartanya.
Namun, untuk keadaan tertentu, di mana anak perempuan atau istri yang harus memberi nafkah, hal tersebut masuk dalam kategori menolong (al-walayah), dengan syarat qawwamah suami tetap terjaga.
Tentunya penentuan hak dan kewajiban ini harus dikomunikasikan dan dimusyawarahkan dengan baik sehingga tidak menimbulkan rasa sombong, tidak ikhlas, dan tidak amanah.
Jangan kaku, adaptasi dengan perubahan
Hal lain yang menjadi faktor naik-turunnya semangat ketika menjalankan perencanaan keuangan adalah dalam menghadapi perubahan.
Misalnya, perubahan dalam menjalankan kehidupan yang tadinya di Indonesia, kemudian harus tinggal sementara di Inggris karena tugas belajar. Perubahan yang tadinya mempunyai penghasilan yang lebih dari mencukupi kehidupan sehari-hari tetapi saat ini sedang menanggung utang.
Tidak ada sebuah model pengelolaan keuangan keluarga yang standar yang dapat diterapkan oleh setiap keluarga. Dengan kata lain, selalu adaptasi dengan perubahan, misalnya gaya hidup, cara baru pengaturan dan pemisahan tanggung jawab keuangan di rumah, pembuatan catatan pemasukan dan pengeluaran dan lain sebagainya. Apa pun perubahan itu, selalu tekuni cara yang dianggap terbaik.
Pastikan konsisten
Konsistensi adalah salah faktor terberat dalam hal pengelolaan keuangan keluarga. Mengapa? Godaannya luar biasa yang lalu lalang dalam telinga kita. Misalnya, untuk apa mengelola yang sedikit ini, tambah pusing aja! Mengapa serius sekali mikirnya? Toh Allah sudah atur semuanya, terima saja apa adanya!
Mengelola keuangan adalah sejalan dengan salah satu ayat Alquran tentang kisah Nabi Yusuf ketika menakwilkan mimpi Raja Mesir untuk mempersiapkan hidup di masa sulit ketika di masa senang (QS Yusuf [12]: 43-49).
Kita juga diajarkan manut dan konsisten dengan ajaran Rasulullah SAW, misalnya cara-cara menahan keinginan duniawi.
Pencapaian target
Terakhir, kita hanya pandai merencanakan dan menginginkan agar target-target keuangan keluarga tercapai, tetapi hanya Allah SWT yang menentukan. Jadi, apa pun hasilnya, mari bertawakal kepada Allah SWT dengan terus memohon agar senantiasa diberikan yang terbaik untuk kehidupan kita.

Mengutip taujih Ustaz Cecep Haji Solehudin yang berdomisili di Sydney, Australia, sesungguhnya target yang harus kita capai adalah seperti yang disabdakan Rasulullah SAW. "Barang siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya. (HR Tirmidzi; dinilai hasan oleh Al-Albani). Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Hukum Waris untuk Janda Meninggal Tanpa Anak ..

Warisan (ilustrasi).


Pertanyaan :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kami mau bertanya mengenai hukum waris Islam untuk janda meninggal tanpa anak.
Almarhumah kakak saya seminggu sebelum ramadhan meninggal dunia, tanpa anak, meninggalkan harta warisan satu unit rumah beserta isinya, dan sejumlah uang termasuk uang ongkos naik haji yang almarhumah mau tunaikan tahun ini. Almarhumah tanpa anak, memiliki 1 orang adik laki-laki, 2 orang kakak perempuan, dan 3 orang kakak laki-laki.

Apakah boleh saya sebagai adik ingin menyewakan rumah almarhumah kepada kakak perempuan yang belum punya rumah? Uang sewa rumah dan uang peninggalan almarhumah sebagian untuk ongkos naik haji ( haji badal ), sebagian infak/sedekah/wakaf atas nama almarhumah, dan sebagian lagi untuk membantu keluarga yang membutuhkan.

Bagaimana hukum waris Islam untuk keluarga almarhumah (kakak-beradik )? Dan bagaimana hukum waris Islam kalau ada wasiat almarhumah (Kami kakak-beradik belum membuka surat-surat almarhumah), misalnya mewariskan ke keponakan? Bagaimana ketentuan/syarat yang sah berdasarkan hukum waris Islam apabila diwariskan ke keponakan?

Demikian pertanyaan kami. Terima kasih untuk kebaikan Pak Ustadz. Baarakallahu fiik wa jazakallahu khairan katsiira.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Andy Syamsul Ma'arief



Jawaban :

Wa'alaikumussalam wr wb

Bapak Andi yang dirahmati Allah, terkait dengan pertanyaan bapak di atas, maka harta warisan peninggalan almarhumah dibagikan kepada seluruh ahli waris dalam hal ini empat saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Cara pembagiannya adalah dua bagian untuk laki-laki dan satu bagian untuk perempuan. Firman Allah: "…(yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan..."  (QS. An-Nisaa: 11).

Tentu saja pembagian tersebut dilakukan setelah terlebih dahulu melunasi hutang almarhumah dan menunaikan wasiat yang ditinggalkan. Firman Allah: "…(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya…" (QS. An-Nisaa: 11).

Adapun keinginan bapak untuk menyewakan rumah tersebut dengan harapan uang hasil sewa akan digunakan untuk menghajikan almarhumah (haji badal) sekaligus untuk infak atau sedekah serta membantu keluarga yang membutuhkan adalah sah-sah saja. Dengan catatan, rencana tersebut mendapatkan persetujuan dari ahli waris yang lain. Apalagi, akan disewakan kepada kakak perempuan yang jelas-jelas memiliki hak waris terhadap harta warisan almarhumah.

Adapun jika almarhumah mempunyai wasiat untuk keponakan yang bukan ahli waris, maka keponakan tersebut hanya boleh mendapatkan 1/3 bagian dari harta warisan yang ada. Namun apabila wasiat itu ditujukan untuk salah seorang ahli waris (misalnya saudara mayit), maka harus ada kesepakatan dari seluruh ahli waris yang lain dan tidak melebihi 1/3 dari harta yang ditinggalkan. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada hak menerima wasiat bagi ahli waris yang menerima warisan kecuali apabila ahli waris lain membolehkannya". (HR. al-Daruqutny). Wallahu 'alamu bishowab.

Wassalaamualaikum wr wb

Menengok Riwayat Hukum Waris dalam Islam ..

Sebelum Islam, umat dan bangsa terdahulu telah mempraktikkan sistem waris (pembagian harta bila salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia, kecuali anak). Bahkan, di masa Jahiliyah, bangsa Arab telah menjalankan praktik pembagian harta waris yang ditinggalkan oleh anggota keluarga yang meninggal dunia.

Hanya saja, pembagian sistem waris itu berlaku diskriminatif. Anak laki-laki yang belum dewasa dan tidak ikut berperang, tidak berhak mendapatkan hak waris. Begitu juga dengan kaum perempuan, mereka sama sekali tidak berhak mendapatkan harta warisan, kendati yang meninggal dunia adalah orang tuanya atau bahkan suaminya. Dan anak perempuannya, juga tidak berhak mendapatkan harta warisan. Sebaliknya, orang lain yang bukan anggota keluarganya, namun mereka pernah mengikat sumpah setia, malah diberikan hak warisan.

Maka, setelah Islam datang, semua praktik itu dihapuskan. Dalam Islam, semua orang, laki-laki atau perempuan, dewasa maupun anak-anak, yang merupakan bagian dari anggota keluarga yang meninggal dunia, mendapatkan hak waris. Hanya saja, sebelum ayat waris diturunkan, Islam di masa permulaan, sempat mempraktikkan sistem waris yang berbeda. Di antaranya, anak angkat mendapatkan hak waris, orang Muhajirin dan Anshar juga mendapatkan hak serupa.

Dan setelah Allah menerangkan sistem waris Islam melalui firmannya dalam surah An-Nisaa` [4] ayat 11-12, dan 176, maka jelaslah orang-orang yang berhak menjadi ahli waris (Ashab al-Furudl). Semua pihak --laki-laki, perempuan, anak, ibu, bapak, suami, istri, saudara kandung, saudara sebapak, saudara seibu, kakek, nenek, dan cucu-- punya bagian tertentu.

Mereka yang mendapatkan hak waris itu ada yang dikarenakan termasuk dalam dzawil arham, ahlu ar-rahm, ahlu at tanzil, ahlu al-qarabah, dan lain seba gainya. Di antara mereka, ada yang mendapatkan bagian terbanyak, Ashabah (sisa), 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, atau 2/3. Namun demikian, mereka juga bisa tidak mendapatkan harta bagian dise. babkan posisinya yang jauh dari orang yang meninggal dunia. Kedudukan mereka ini disebut dengan mahjub (terha lang). Selain ketentuan ini, yang juga tidak berhak mendapatkan hak waris dalam Islam adalah orang yang mem bunuh dan keluar dari agama Islam.

Berbeda dengan masa jahiliyah, yang meletakkan fungsi dan kedudukan perempuan sebagai orang yang bisa diwarisi misalnya orang tua yang meninggal dunia, maka si anak bisa menikahi ibunya sendiri --agama Islam justru menghormati dan menghargai peran perempuan. Mereka mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan hak warisan.

Kendati perempuan mendapatkan bagian setengah dari laki-laki (lidzdzakari mitslu hadzdzil untsayayn), namun ketentuan itu bisa menjadi lebih banyak dari laki-laki. Sebab, laki-laki punya tanggung jawab menafkahi anggota keluarganya, sedangkan harta bagian perempuan adalah untuk dirinya sendiri.

Karena itulah, Rasul SAW menekankan umat Islam untuk senantiasa melakukan dan melaksanakan hukum waris sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Alquran. Semua yang sudah diatur dalam Alquran bertujuan memberikan keadilan pada setiap orang.

Rasul juga memerintahkan umat Islam untuk mempelajari dan mendalami ilmu waris (faraidl) ini. Sebab, ilmu waris adalah setengah dari seluruh ilmu yang ada. Karena, setengah dari ilmu, maka umat Islam disarankan memperdalamnya. Sebab, lanjut Rasul SAW, ilmu waris ini adalah ilmu yang pertama kali diangkat dari umat Islam. Cara mengangkatnya adalah dengan mewafatkan para ulama yang ahli dalam bidang ini. Wa Allahu a'lam.

Berdosakah Bila tak Menjalankan Hukum Waris Islam?

Warisan (ilustrasi) 
Pertanyaan:

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kakek nenek saya mempunyai dua anak, yaitu ayah saya dan adiknya (perempuan). Kakek nenek sudah meninggal 7 tahun yang lalu. Mereka mewariskan rumah dan tanah yang luas sekitar 800 m2 di tengah kota.

Adik ayah saya itu sebenarnya sudah naik haji. Saat pembagian warisan, adik ayah saya minta bagian lebih besar dari 50% dan ayah saya menolak. Kalau sesuai hukum waris dalam Islam, malah seharusnya ayah saya 2/3 dan adiknya 1/3.

Sebenarnya maunya ayah saya, tidak usah ke pengadilan, dibagi 50% saja. Tapi adiknya tidak mau cuma 50%, dan membawa masalah ke pengadilan. Alasan minta lebih banyak karena dia janda dan menurut dia ekonominya tidak lebih baik daripada ayah saya.

Oleh hakim diputuskan dibagi 2 atau masing-masing 50% sesuai aturan negara. Ayah saya tidak mempermasalahkan hal itu dan menerima saja, meski tidak sesuai hukum waris Islam. Tapi sampai sekarang, adiknya dan keluarganya masih tidak terima. Suka menyebar fitnah, menjelek-jelekkan dan memusuhi ayah saya. Pertanyaannya:

1. Sebenarnya hukum waris secara Islam yang benar bagaimana?

2. Apakah bila hukum waris Islam tidak dijalankan tidak mengapa atau berdosa?

3. Dalam hal ini, apakah ayah saya berdosa?

4. Apakah sudah benar ayah saya dengan diam saja menyikapi hal itu?

5. Saya sebagai anaknya apakah cukup hanya diam saja?

Terima kasih atas perhatian dan jawabannya. Sekian dan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Anikko Reva



Jawaban:

Wa'alaikumussalam Wr. Wb.

Saudara Reva yang dirahmati Allah. Pembagian waris menurut Islam ketika orang tua meninggal dunia dan memiliki dua orang anak, dengan ahli waris satu perempuan dan yang satunya laki-laki, maka bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan, sesuai dengan Q.S. An-Nisa’ ayat 11: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan...”. Berdasarkan ayat ini bahwa anak laki-laki mendapatkan 2/3 dan anak perempuan mendapatkan 1/3 dari harta warisan.

Apabila seseorang tidak menjalankan perintah Allah, maka dia telah berbuat dosa, sebagaimana firman Allah SWT Q.S. An-Nisa’ ayat 13: “(Hukum-hukum waris tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”.

Pembagian harta waris secara Islam itu wajib, namun harta warisan itu hak, dan hak itu harus diminta dan boleh untuk tidak diminta atau tidak diambil. Jika ayah Anda mengikhlaskan sebagian hartanya untuk adiknya, maka itu adalah pemberian yang sah. Namun, jika ayah Anda tidak ikhlas bisa menempuh jalur hukum Islam lewat pengadilan agama, dan tidak boleh menggunakan cara yang tidak dianjurkan oleh Islam.

Namun rupanya, saudaranya sudah terlebih dahulu menempuh jalur pengadilan negeri. Allah mengecam hal ini dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 188: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim (pengadilan), supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Dalam hal ini, ayah Anda tidak mau ribut dengan saudara sedarahnya, dan ingin menjaga tali persaudaraan yang ada. Maka sebagai anak, Anda harus menghormati keputusan ayah Anda, dan yang berbuat dosa bukan Anda maupun ayah Anda. Karena telah berusaha sebaik mungkin mencari jalan tengah dan menghindari persengketaan. Orang yang serakahlah dan ingin menguasai hak orang lainlah yang berdosa. Mudah-mudahan Allah SWT membuka hatinya untuk kembali ke jalan yang benar. Sebagai muslim yang baik, kejahatan dan permusuhan jangan dibalas dengan hal yang sama.

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.

Teladan Ummu Saad dan Ketetapan Hukum Waris ..

Warisan (ilustrasi)

Islam datang salah satunya untuk memperbaiki tatanan sosial dan menerapkan hukum yang lebih adil bagi masyarakat jahiliah. Salah satu bukti keadilan itu adalah ditetapkannya hukum waris dalam tatanan masyarakat Muslim.

Ada berbagai kisah penetapan hukum waris, di antaranya tak jauh dari kelahiran Ummu Saad. Namanya Jamilah binti Saad bin Rabi. Ia terkenal dengan nama kunyah Ummu Saad. Ummu saad adalah seorang yatim. Ayahnya, Saad bin Rabi, mati syahid dalam Perang Uhud. Ia lahir beberapa bulan setelahnya.



Ketika Saad bin Rabi meninggal dunia, datang saudara laki-lakinya untuk mengambil harta warisan. Saad meninggalkan dua buah rumah beserta isinya. Ketika itu kaum Muslim masih menggunakan hukum jahiliah dalam perkara pembagian warisan. Menurut aturan tersebut, harta warisan hanya dibagikan kepada kaum laki-laki. Kaum perempuan tidak mendapatkan bagian sedikit pun.

Ibunda Ummu Saad tak dapat berbuat apa-apa ketika saudara iparnya mengambil semua warisan suaminya. Walaupun begitu, dalam hati ia merasa tersakiti. Ia juga mengingat kondisi dua anak yang harus ia pelihara sepeninggal sang suami.

Istri Saad ini kemudian datang kepada Rasulullah SAW. Ia meminta agar diterapkan hukum Islam yang adil. Dalam 150 Perempuan Shalihah disebutkan, Jabir bin Abdullah menceritakan peristiwa tersebut. Istri Saad bin Rabi berkata kepada Rasulullah SAW.

"Wahai Rasulullah, dua anak perempuan ini adalah putri dari Saad bin Rabi. Ayah mereka syahid ketika sedang berperang bersamamu dalam Perang Uhud," ujar dia mengawali ceritanya.

"Paman mereka mengambil semua warisan dan tidak meninggalkan sedikit pun untuk kedua anak ini. Mereka tidak bisa menikah jika tidak memiliki harta," kata dia melanjutkan. Rasulullah SAW bersabda, "Allah akan menentukan hal tersebut."


Tak lama kemudian, turun ayat Allah tentang hukum waris dalam Islam. Rasulullah lalu mengutus orang kepada paman Ummu Saad. Utusan itu mengatakan, "Berikanlah dua per tiga untuk kedua anak Saad dan seperdelapan untuk ibunya. Sisanya adalah untukmu."

Ummu Saad tumbuh di rumah Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia mendapat teladan terbaik dari sahabat Rasulullah SAW tersebut sehingga tumbuh menjadi perempuan yang mulia.

Setelah dewasa, Ummu Saad menikah dengan penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Ia adalah sahabat Rasulullah yang cerdas. Ummu Saad belajar banyak hal dari suaminya sehingga ia tumbuh menjadi perempuan yang pandai dari kalangan Anshar.

Dari pernikahan tersebut, lahir pula anak-anak yang unggul. Mereka adalah Kharijah, Sulaiman, Yahya, Imarah, Ismail, As'ad, Ubadah, Ishaq, Hasanah, Umarah, Ummu Ishaq, dan Ummu Kultsum.
  

Ummu Saad meriwayatkan kisah tentang Ummu Imarah ketika turut serta dalam Perang Uhud. Ketika itu, ia datang mengunjungi Ummu Imarah dan menanyakan kabarnya. Ia lalu meminta sang bibi bercerita tentang kisah tersebut.

Kepada Ummu Saad, Ummu Imarah menceritakan, di siang hari ia datang melihat kondisi orang-orang yang sedang berperang. Ia membawa tempat minum berisi air. Ia sampai kepada Rasulullah SAW yang sedang bersama sahabatnya. Pada saat itu, untuk sementara, kemenangan ada di tangan kaum Muslim.

Namun, kaum Muslimin diserang lagi. Ketika itu Ummu Imarah bersama dengan Rasulullah. Ia mengikuti peperangan dan berusaha melindungi Nabi Muhammad SAW dengan pedang.

Ketika itu, Nabi Muhammad terluka di pundak akibat sabetan pedang Ibnu Qam'ah. "Tunjukkan di mana Muhammad. Aku tidak akan selamat jika dia selamat," ujar dia.

Ummu Imarah, Mush'ab, dan beberapa sahabat masih melindungi Rasulullah. Ia mengayunkan pedangnya ke pundak Ummu Imarah. Melihat dirinya terluka, Ummu Imarah tak gentar. Ia memukulkan pedangnya berkali-kali kepada Ibnu Qam'ah.

Ummu Saad bisa menceritakan kisah kepahlawanan para Muslimah di medan Uhud dengan detail. Semangatnya dalam menuntut ilmu agama juga sangat tinggi. Namun, sayang, sedikit literatur yang menyebutkan kiprah lain dan kapan wafatnya Ummu Saad.
 

Menggapai Rahmat-Nya ..

Berdoa kepada Allah SWT (ilustrasi)

Oleh: Ina Salma Febriany

Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt menjadikan sifat rahmat seratus bagian. Maka, dipeganglah pada sisi-Nya sembilan puluh sembilan bagian dan diturunkan satu bagian ke bumi. Dari satu bagian rahmat itulah seluruh makhluk berkasih sayang kepada sesamanya sehingga seekor hewan mengangkat kakinya karena takut anaknya akan terinjak olehnya,” (HR Bukhari Muslim)

Allah ar-Rahmaan ar-Rahiim, sebab kasih sayang-Nyalah kita masih diberi usia hingga detik ini. Sebab kemahaan dan rasa cinta yang melebihi murka-Nyalah pula kita masih diberikan kenikmatan menghirup udara segar, merasakan makanan dan minuman yang lezat, mampu melihat, mendengar, berbicara, serta beberapa nikmat-Nya yang tidak mungkin mampu kita urai satu persatu.

Ketika sudah mendapatkan semua nikmat itu, maka bertakwa dan bersyukur adalah cara untuk melanggengkan nikmat-nikmat itu kendati Allah tidak pernah menantikan apalagi mengharapkan ucapan ‘terimakasih’ dari hamba-hambaNya. Namun, dengan sifatnya yang Maha Mensyukuri (Asy-Syakuur), Allah kelak dan selalu akan membalas rasa syukur yang diucapkan para hamba untuk-Nya.

Musthafa Sa’id Al Khin dalam Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyaadhi Shaalihiina, Juz 1 (1987: 382-383), menguraikan beberapa faedah dari hadits di atas, pertama sesungguhnya rahmat yang telah Allah SWT tetapkan di dalam hati hamba-hamba-Nya merupakan bagian dari ciptaan-Nya. Kedua, Kebaikan Allah Swt turunkan kepada mereka merupakan bagian dari keutamaan-Nya. Ketiga, Rahmat itu merupakan salah satu bagian yang Allah simpan bagi hamba-hambaNya yang mukmin pada hari kiamat.

Dalam hal ini, terdapat harapan paling besar dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman karena hanya satu rahmat yang Allah ciptakan bagi manusia di dunia, mereka (manusia) mampu berkasih sayang kepada sesamanya dan menjadi kebaikan bagi mereka, apalagi dengan seratus rahmat pada hari kiamat.
Karenanya, melalui rahmat-Nya yang telah dilimpahkan ke bumi ciptaan-Nya inilah, Allah memerintahkan kita untuk selalu menyambung silaturrahim, berbagi, saling tolong menolong dalam kebaikan dan berkasih sayang. Sesuai dari hadits yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid ra, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah diserahi cucunya yang telah meninggal, maka air mata beliau pun menetes. Lalu Sa’ad pun bertanya, “Ada apa wahai Rasulullah Saw?” beliau menjawab, “Ini adalah rahmat (kasih sayang) yang telah dijadikan Allah dalam hati para hamba-Nya. Sesungguhnya hamba Allah yang dirahmati oleh-Nya hanyalah orang yang memiliki kasih sayang,” (HR Bukhari dan Muslim)

Atau dalam Al haditsul Qudsiyyah karya Jamal Muhammad Ali Asy-Syuqairi, dari Abdurrahman bin Auf ra berkata, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Allah berfirman, ‘Aku adalah Ar-Rahman (Yang rahmat-Nya meluas) yaitu Ar-Rahim (Yang rahmat-Nya khusus bagi orang-orang yang beriman). Aku ambil dia sebagai salah satu dari nama-Ku. Barang siapa yang menyambungnya, maka Aku akan menyambung hubungan dengannya. dan barangsiapa memutuskannya, maka Aku akan memutuskan hubungan dengannya sama sekali,” (HR Abu Daud)

Mari istiqamahkan diri untuk senantiasa mencintai, berbagi kebaikan dan menebar kasih sayang, agar rahmat Allah selalu tercurah untuk kita. Allahu a’lam

Memuliakan Perempuan ..

Muslimah dan Alquran

Oleh Muslimin

Suatu ketika, seseorang melukai kepala seorang budak perempuan dengan batu sampai terluka. Kemudian salah seorang sahabat Nabi SAW menanyai budak wanita tersebut, siapa yang berbuat demikian kejam terhadapnya. Ketika disebutkan nama seseorang yang memukulinya. Wanita tersebut menganggukkan kepalanya. 

Kemudian, orang yang melukai budak wanita tersebut dihadapkan kepada Rasulullah, tetapi ia tidak mengakui perbuatannya sampai waktu yang cukup lama. Tetapi pada akhirnya, ia mengakui perbuatannya dan Rasulullah SAW memerintahkan sahabat untuk menghukum orang tersebut.  

Riwayat dari Anas RA di atas menunjukkan, betapa ajaran Islam sangat memuliakan wanita dengan menjadikannya manusia yang sama kedudukannya dengan laki-laki dalam setiap lini kehidupan, kecuali yang berhubungan dengan tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan karier yang tidak sesuai dengan fitrahnya sebagai wanita.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Alquran, "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana," (QS. at-Taubah [91]: 71)

Islam memberikan kemuliaan dan penghargaan yang tinggi kepada kaum wanita. Sebagai contoh, Ummul Mukminin Aisyah RA banyak sekali meriwayatkan hadis yang disertai dengan penjelasannya. Aisyah sering berdiskusi dengan para sahabat Nabi SAW. Beliau juga termasuk yang menjadi salah satu sumber rujukan untuk memahami wahyu dan sunah Nabi.

Oleh karenanya, dalam Islam wanita juga memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki untuk menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap Muslim laki-laki maupun Muslim perempuan." (HR Ibnu Abdil Barr)

Terkait masalah ekonomi, seorang wanita berhak memiliki harta benda dan menafkahkannya sesuai dengan keinginannya. Tidak seorang pun berhak memaksanya untuk menafkahkan hartanya. Termasuk kerabat dekat dan suaminya sekalipun.

Termasuk memilih pendamping hidup, seorang wanita berhak menolak ketika akan dinikahkan oleh walinya apabila dilakukan tanpa seizinnya. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Seorang perawan dimintakan izin darinya (ketika hendak dinikahkan), sedangkan pertanda izinnya adalah diamnya."

Begitulah Islam memposisikan sosok wanita, sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan pria. Dia adalah sosok ibu, saudara perempuan, anak perempuan, dan istri yang harus dihormati dan dihargai keberadaannya.

Menjaga Anak dan Perempuan ..

Keluarga

Oleh Bahagia

Manusia kini sedang dihadapkan dengan persoalan yang seolah-olah tidak merusak iman. Sebagian ada yang menunda menikah karena takut persoalan impitan kehidupan saat menikah. Memilih pacaran dalam waktu yang lama, kemudian menikah. 

Meski satu sisi pacaran itu tak layak secara agama, banyak yang memilih cara ini. Alasannya karena ingin mendekatkan diri dengan keluarga, menunggu agar lebih mampu secara ekonomi, dan banyak lagi alasan. Hingga perintah yang harus disegerakan itu tertunda. Setelah sekian lamanya berpacaran, hingga tak pula menjadi istrinya. 

Sudah melakukan banyak dosa, justru menumpuk pula dosa itu. Fakta ini menjadi realitas dalam lingkungan sosial kini. Seharusnya, alasan tidak menikah bukan karena takut tidak dapat rezeki, melainkan karena belum dapat jodoh pilihan yang sesuai. Proses ini yang akan menentukan banyak atau tidaknya rezeki saat sudah menikah tadi. Saat setelah menikah, banyak pula yang menunda punya anak. 

Akhirnya, kembali diberikan cobaan kemiskinan sebab Allah belum akan melepaskan kemiskinan itu selagi ia menunda mempunyai anak. Alasannya karena ingin santai dan bahagia. Ada juga karena khawatir tidak bisa mengurus anak. Bahagia apa yang dimaksudkan jika tidak punya anak. Justru punya anak perempuan dan laki-laki, kebahagiaan yang memberikan motivasi hidup. Selain ditahan rezekinya, juga diberikan cobaan baru lagi, yaitu tidak punya anak sampai sekian tahun. 

Percayalah bahwa itulah salah satu penyebab mengapa tak dapat anak dan tak pula kaya. Kita tidak bisa berdiam diri atas kelahiran putra dan putri kita. Terbayang selalu wajah senyum mereka di rumah dan merasa bersalah jika tidak memberikan nafkah kepadanya. Seketika itu pula, Allah memberikan jalan terbaik, yaitu menitipkan rezeki istri dan anak kepada kepala keluarga. Terkumpullah menjadi banyak porsi itu jika mau mengejar harta yang disediakan Allah. 

Satu sisi keyakinan ini tidak tumbuh dalam diri manusia kini. Meyakini jika usahanya yang lebih penting. Ia tidak yakin jika ada porsi-porsi rezeki yang dititipkan Allah untuk ditangkap berupa rezeki di permukaan bumi itu. Akhirnya, ia tak sadar jika perbuatannya itu justru membuatnya tertunda menjadi manusia yang terkaya, baik di dunia maupun akhirat. Manusia kaya di dunia karena banyaknya harta yang kita peroleh titipan Allah dari anak perempuan tadi. Banyaknya rezeki dari istri tadi untuk kita. 

Akhirnya, memberikan dorongan bagi kepala keluarga untuk mencari rezeki sebanyak mungkin. Kedua, kita akan dapat pahala yang lebih banyak dengan membesarkan anak perempuan. Hal ini terkait dengan sulitnya menjaganya. Banyak yang menginginkannya di luar sana, baik yang beriman maupun tidak. Banyak pula yang ingin melamarnya. Jika nanti jatuh kepada laki-laki yang tidak benar secara agama, banyak sekali aliran dosa kepada orang tua. 

Mari kita jaga anak perempuan kita dengan baik dan yakin ada rezeki yang lebih banyak dengan membesarkan anak perempuan. Bahkan, jaminan surga bagi kita. Ketiga, berikan hak perempuan, yaitu sekolah. Jangan anggap karena mau mengurus anak sehingga tidak sekolah. Justru karena ingin mendidik anaklah maka perhatikan sekolah anak perempuan. Padanya bertumpu nasib anak-anak pada kemudian hari. 

Itulah kenikmatan yang tertinggi. Dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Anas bin Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Barang siapa dapat mengasuh dua orang anak perempuannya hingga dewasa, aku akan bersamanya pada hari kiamat kelak.' Beliau merapatkan kedua jarinya."

Tinggalkan Hukum Waris Islami, Ikuti Perkembangan Zaman ..

Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc

Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan, Sakinah Finance, Colchester - UK)
''Tinggalkan hukum waris Islami, ikuti perkembangan zaman!'' Begitu kira-kira beberapa tanggapan keluarga Muslim ketika menghadapi persoalan pembagian warisan.
Alasannya bermacam-macam, mulai dari rasa tidak adil akan hak waris antara suami dan istri, hak anak laki-laki dan anak perempuan, isi wasiat, keadaan ahli waris yang mapan dari sisi keuangan hingga pengurusan utang piutang si mayat. Setuju untuk tinggalkan hukum waris Islami?

Perintah Mawarits
Perintah hukum waris Islami (mawarits) turun secara berangsur. Kali pertama ketika masa Hijrah. Surah Al-Anfal (8):72 menyatakan bahwa hak waris-mewarisi dari hubungan muakhaat (hubungan persaudaraan) antara kaum muhajirin dan anshar. Kemudian fase Fathu Makkah yaitu dengan turunnya QS Al-Ahzab (33):6 dan QS Al-Anfal (8):75 yang menegaskan bahwa yang berhak mendapatkan harta waris adalah yang punya hubungan kerabat.

Kemudian lagi turun ayat-ayat mawarits yang membatalkan (memansukhan) ayat-ayat di atas yaitu dengan diturunkannya QS An-Nisaa' (4):7 yang berisikan perintah mawarits secara global bahwa laki-laki dan perempuan punya hak waris dari kerabat yang meninggal dunia.

Lalu Allah turunkan lagi QS An-Nisaa' (4):11 menerangkan secara rinci hak waris untuk anak laki-laki dan perempuan, ibu dan bapak. Seterusnya adalah QS An-Nisaa' (4):12 yang berisikan aturan hak waris suami dan istri baik punya atau tidak punya keturunan dan hak waris saudara dan saudari seibu. QS An-Nisaa' (4):176 menegaskan status hak waris saudara dan saudari kandung maupun se ayah.

Di ketiga ayat tadi Allah SWT menegaskan bahwa pembagian harta waris belum bisa dilaksanakan jika belum dikeluarkan dari harta peninggalannya berupa utang. Sisanya jika masih ada, dikeluarkan wasiat sesuai syara'. 

Biaya kubur juga adalah salah satu hal utama yang harus dikeluarkan dari harta waris. Jika ternyata harta tidak cukup untuk membayar hutang dan menunaikan wasiat, maka harus ada yang menanggung utangnya dan wasiat ditiadakan. Di sinilah letak pentingnya pengelolaan keuangan keluarga yang sistematik dan konsisten.

Enam Alasan Bos Salah Ambil Keputusan ..

Setiap pegawai menginginkan bos yang mampu memimpin mereka dalam setiap pekerjaan. Pemimpin adalah orang yang memiliki visi kuat dan mampu memotivasi pekerjanya untuk melakukan hal yang sama demi kemajuan perusahaan.

Sayangnya tidak semua pemimpin yang mampu melakukan hal tersebut. Tidak sedikit pegawai yang kecewa dengan cara kepemimpinan bosnya. Karena kepemimpinan bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.

Apa yang membuat bos salah mengambil keputusan? Dilansir laman Forbes, ada enam faktor yang membuat pimpinan salah mengambil keputusan dalam perusahaan.

1. Terlalu terpaku pada pengalaman
Pepatah mengatakan, pengalaman adalah guru terbaik. Hal inilah yang menjadi patokan setiap pemimpin dalam mengambil keputusan. Tapi menurut profesor Darmouth's Tuck School of Business, Sydney Finkelstein, pengalaman juga bisa menjadi hal yang membahayakan, "Hanya karena sebelumnya sebuah keputusan memberikan hasil memuaskan, belum tentu keputusan yang sama berhasil pada organisasi baru di kantor," kata dia. Pimpinan didorong untuk tidak terlalu terpaku pada kesuksesan masa lalu karena belum tentu akan berhasil jika diterapkan hari ini.

2. Kecanduan politik kantor
Alasan ini paling banyak terjadi di kantor. Pemimpin terlalu larut dalam politik kantor sehingga terperosok ke dalam agenda seseorang yang belum tentu baik untuk kemajuan kantor. Ia menjadi buta dan melupakan posisinya sebagai bos yang seharusnya memberikan dorongan untuk memajukan perusahaan.

3. Ketidakjelasan tujuan

Jika tidak memiliki tujuan yang jelas, akan sulit untuk mengambil sebuah keputusan yang baik. Kejelasan tujuan kerja akan mendorong seorang pemimpin membuat keputusan yang bagus. Hal ini akan meningkatkan nilai bos di mata pegawainya.

4. Salah mengurus Sumber Daya Manusia

Seorang pimpinan haruslah tahu apa yang diperlukan oleh pegawainya. Jika tidak memahami pegawainya, ia akan salah mengambil keputusan. "Pemimpin yang baik akan secara berkala meningkatkan nilai sumber dayanya," kata Finkelstein.

5. Tidak melihat kesempatan emas

Pemimpin yang tidak melihat ada kesempatan bagus akan membuat keputusan yang salah. Seorang pemimpin yang mampu melihat celah akan lebih mudah dalam mengambil keputusan dan menyambungkan titik-titik yang tercerai-berai. Hal ini akan meningkatkan nilai perusahaan dan dirinya sendiri.

6. Tidak percaya diri

Jangan sampai pimpinan di kantor Anda tidak percaya dengan dirinya sendiri. Tidak akan mampu seorang pimpinan mengambil keputusan bagus jika dia tidak percaya dengan dirinya sendiri. Ia akan menjadi seorang pimpinan yang buruk dan tidak peduli dengan konsekuensi terhadap keputusan yang dibuatnya.

Tiga Pelajaran Penting Saat Menjadi Bos ..

CEO. Ilustrasi


Menjadi pemimpin sebuah perusahaan, organisasi, atau proyek tertentu mungkin terlihat hebat dan berwibawa. Namun di balik itu, ada tanggung jawab besar yang harus diemban.

Belum lagi berbagai tekanan, pilihan keputusan, dan rasa kesepian yang mungkin melanda. Namun beberapa hal itu bukan berarti tak bisa Anda antisipasi.

Berikut tiga pelajaran penting mengenai kepemimpinan dari pendiri dan CEO perusahaan startup Nestio, Caren Maio, yang bisa jadi referensi Anda seperti dikutip dari Bussines Insider, Senin (23/5).

Delegasikan tugas
Saat memulai bisnis, Maio melakukan segalanya bersama dua pendiri Nestio yang lain. Mereka saling membagi tugas, mulai dari pengembangan bisnis, penjualan, operasional, sampai mengelola keuangan.

Namun, seiring tumbuhnya perusahaan, ia membiarkan masing-masing peran menjalankan tugasnya. Mendelegasikan tugas pada orang yang tepat adalah suatu keharusan bagi seorang pemimpin agar organisasi atau perusahaannya berkembang.

Rekrut orang tepat
Akan ada banyak kandidat kompeten yang bersemangat ingin mendapatkan pekerjaan di perusahaan Anda. Menemukan orang yang tepat di antara mereka bisa jadi bukan sesuatu yang mudah.

Maio menyebutkan, lebih baik menunggu kandidat yang benar-benar sesuai daripada sekadar mengisi kekosongan. Memperkerjakan orang yang salah, pada akhirnya, membuat kondisi lebih rumit, baik bagi organisasi/perusahaan dan si karyawan.
Menyingkirkan kesepian saat memimpin
Menurut Harvard Business Review, sebanyak 70 persen dari CEO merasa terisolasi dalam pekerjaan mereka. Maio mengiyakan hal itu dan menyebutkan bahwa pemimpin memang kerap perlu duduk seorang diri merenungkan tindakan yang terbaik.

Cara paling efektif untuk mengatasinya ialah bertemu dengan sesama pendiri untuk saran dan dukungan moral. Kesepian jauh lebih mudah dikelola ketika Anda menyadari orang lain dalam tim juga melalui itu semua dan bahwa semua orang sesungguhnya saling terhubung.

Jumat, 20 Mei 2016

Haruskah Menunggu Tua?

Kakek, nenek, dan cucu/ilustrasi

Oleh M Husnaeni

Tidak sedikit Alquran menceritakan sosok pemuda ideal. Tidak sekadar memuji, Alquran bahkan menjadikannya sebagai teladan zaman. Ada Ibrahim, potret pemuda yang gigih menegakkan tauhid di tengah para penggiat syirik. "Sungguh Ibrahim adalah imam yang layak dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali dia bukanlah pelaku syirik" (QS an-Nahl [16]: 120).
Putra beliau, Ismail, adalah tipe pemuda yang berhati jujur dan suci. Ketika Ibrahim mengabarkan wahyu Allah untuk menyembelih dirinya, jawaban Ismail adalah, "Wahai Ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah aku termasuk orang-orang yang sabar" (QS as-Shaffat [37]: 102). 
Alquran juga mengabadikan kisah Yusuf. Pemuda tampan ini sungguh luar biasa. Ketika dirayu Zulaikha, wanita cantik yang juga istri pembesar Mesir, Yusuf sanggup menundukkan gelombang syahwatnya sebagai lelaki normal. Dia lebih memilih penjara ketimbang berbuat mesum. "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku" (QS Yusuf [12]: 33).

Dan, yang juga terkenal adalah kisah Ashabul Kahfi. Cave of the Seven Sleepers, itulah nama situs bersejarah di Yordania yang jadi saksi atas tujuh pemuda bersama anjing mereka. Ngumpet demi mempertahankan akidah, mereka diselamatkan Allah dari kezaliman penguasa setempat. Tujuh pejuang tauhid itu ditidurkan Allah selama 309 tahun. "Sungguh mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula petunjuk untuk mereka" (QS al-Kahfi [18]: 13).

Cukuplah cuplikan kisah pemuda teladan itu. Hal yang penting kita cermati, masing-masing pemuda itu hebat ternyata bukan sekadar berotak cerdas atau berbadan kesatria. Mereka punya idealisme iman. Dan, kita tahu, iman adalah kemantapan hati yang diikrarkan dengan lisan, kemudian dinyatakan via tindakan. Itulah kunci keunggulan dan kehebatan diri.

Sekarang mari kita becermin: sudahkah pemuda kita punya keimanan prima itu? Minimal berusaha mematut-matutkan diri agar dapat seperti mereka. Kita tengok masjid kita. Berapa banyak pemuda kita yang aktif jamaah di sana? Ketika Maghrib mungkin bisa dikatakan lumayan, tetapi bagaimana dengan Isya dan terlebih lagi Subuh? Juga dalam majelis taklim, sudahkah penuh oleh pemuda atau justru para tua?

'Nikmat Tuhan Mana Lagi yang Kamu Dustakan?'

Bersujud (ilustrasi).

Oleh Inayatullah Hasyim

Hidup ini kejam, kata politikus. Sehingga, banyak politikus saling gugat di pengadilan. Hidup ini pahit, kata pe dagang sayur. Pahitnya melebihi buah pa re. Itulah kenyataan yang sering kita hadapi dalam keseha rian. Pedagang yang cerdas melihat keruwetan jadi peluang. Ia melihat setiap kerugian sebagai titik awal mencapai keuntungan. Sementara, pedagang yang malas hanya menanti hari mujur, padahal tiap hari adalah hari mujur.
Sering kali kita saat menerima musibah, menjadikannya titik awal untuk mendapat musibah kedua yang kita ciptakan sendiri. Bukankah Ibnu Batutah, petualang Islam abad pertengahan, terdampar di sebuah pulau akibat perahunya karam. Ia tak pesimistis, tetapi sebaliknya, Ibn Batutah berhasil menjadikan pulau itu sebuah negara. Itulah Maladewa, negara sejuta cinta.

Kita sering pesimistis ketika melihat sesuatu telah telan jur terjadi. Padahal, tak ada sesuatu yang terjadi kecua li atas kehendak-Nya. Karena itu, jika rezeki yang kita dapat hari ini hanya sekantong jeruk yang kecut, jangan dibuang. Peras dan tambahkanlah gula, lalu campur dengan es batu dan hidangkan saat panas menyengat. Jeruk asam itu menjadi sangat nikmat.

"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS ar-Rahman: 13) Maka, nikmatilah ketentuan Allah atas kita untuk kita optimalkan sesuai kemampuan yang kita miliki. Dengan itu, kita akan menjadi pribadi yang sempurna.

Tabiat dunia itu penuh jebakan dan kepuasan yang kita dapatkan darinya tak lebih dari sesaat. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Bukankah dunia itu terlaknat, terlaknat pula jika (mengejarnya) kecuali dengan berzikir kepada Allah SWT." Jika semua usaha menggapai kebaikan sudah kita lakukan, tapi kok masih saja ada yang mengganjal, bergegaslah ambil air wudhu dan dirikanlah shalat.

Rasulullah SAW acap meminta Bilal dengan berkata, "Segarkan kami wahai Bilal (dengan kau kumandangkan) shalat." Shalat adalah ibadah yang sangat eksotis. Kita bersimpuh di hadapan pemilik semua sandiwara kehidupan dunia ini dengan meletakkan kening di atas sajadah. Tanah yang padanya kita letakkan kening itu telah membuat seluruh persoalan dunia yang kita hadapi seakan ikut ditelan bumi. Bagi seorang mukmin, shalat menjadi kekuatan energinya dalam bermi'raj kepada Allah SWT. Wallahu a'lam.

Bagaimana Selamat dari Siksa Kubur?

Ziarah Kubur (Ilustrasi)

Oleh Nashih Nasrullah

Al-Baihaqi yang berguru hadis pada Syekh Abu Abdullah al-Hakim memberikan resep sederhana agar terhindar dari azab kubur. Menurutnya, kunci yang bisa menyelamatkan seseorang dari siksa kubur adalah amal saleh yang dikerjakan sepanjang hidupnya di dunia.

"Dan, barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan)." (QS ar-Ruum [30]: 44). Merujuk pada pendapat mujahid, tempat menyenangkan yang dimaksud ialah "kediaman" yang nyaman selama di alam barzah. 

Fakta ini juga dipertegas dalam hadis riwayat Abu Hurairah. Disebutkan bahwa ketika mayat telah diletakkan di kuburannya, ia mendengar gesekan sandal handai tolan yang meninggalkannya sendirian.  
Bila ia orang beriman maka amalan shalat akan berada di atas kepalanya, puasa di sebelah kanannya, dan zakat ada di samping kirinya. Sedangkan, amalan lainnya, seperti sedekah, silaturahim, dan perbuatan baik ada di sekitar kedua kakinya. Masing-masing akan menjadi saksi dan pelindung baginya.

Di pengujung karyanya, al- Baihaqi yang terkenal dengan mahakaryanya, as-Sunan al-Kubra dan Dalail an-Nubuwwah, menukil beberapa riwayat yang mengisahkan tentang rasa takut dan harapan besar dari para salaf agar terhindar dari siksa neraka. 

Padahal, melihat hitungan matematis, tingkat kesalehan spiritual mereka terbilang mumpuni. Ini tak lain menggambarkan ketaatan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Sebut saja, misalnya, pendiri mazhab teolog Asy'ariyah, Abu Musa al-As'yari. Ia meminta agar dijauhkan dari siksa neraka. Ia bahkan memerintahkan agar kedalaman kuburnya kelak ditambahkan. "Dalamkanlah liang lahatku," katanya.

Wanita Penghuni Surga ..

 Zainab sangat dimuliakan sebagai salah satu istri Rasulullah SAW.
Oleh: Mahmud Yunus

Menurut Atha Ibnu Rabbah, Ibnu Abbas bertanya kepadanya. “Maukah aku tunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni surga?” Atha menjawab, “Ya. Saya mau.” Ibnu Abbas menjelaskan, “Dia adalah wanita kulit hitam yang datang kepada Nabi SAW dan berkata, 'Wahai Nabi. Saya menderita penyakit ayan/epilepsi dan (kala penyakit saya kambuh) auratku tersingkap. Berdoalah untuk saya agar Allah menyembuhkan penyakit saya'.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika engkau mau, bersabarlah dan bagimu surga. Tetapi jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah menyembuhkanmu”. Luar biasa. Wanita kulit hitam itu rupanya memilih bersabar. “Saya memilih bersabar, wahai Nabi." Kemudian dia melanjutkan kata-katanya, “Kala penyakit ayan/epilepsi menimpa saya, aurat saya tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk saya agar aurat saya tidak tersingkap. Nabi SAW kemudian mendoakannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kisah ini dapat kita ambil hikmahnya. Pertama, wanita penghuni surga tidak ditentukan oleh warna kulitnya. Kedua, wanita penghuni surga tidak ditentukan oleh kemulusan dan/atau keindahan kulitnya. Lalu, dengan apanya? Berdasar pada kisah ini wanita dapat masuk surga hanya karena dua hal.
Pertama, menerima takdir Allah dengan ikhlas. Tak masalah bila warna kulitnya hitam. Tak masalah pula bila kulitnya kurang mulus/indah. Maka wanita tak perlu sibuk memikirkan penampilan fisiknya. Kedua, menerima takdir Allah dengan sabar. Tak masalah bila suatu ketika fisiknya sakit. Bersabarlah karena Allah Maha Penyembuh.
Istri-istri Nabi SAW semuanya menjadi penghuni surga. Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid RA, Saudah binti Zumah RA, Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq RA, Hafshah binti Umar bin Khaththab RA, Zainab binti Khuzaimah RA, Hindun binti Abi Umayyah RA (Ummu Salamah), Zainab binti Jahsy RA, Juwairiyah binti al-Harits RA, Shafiyah binti Huyaiy RA, Ummu Habibah Ramlah binti Abi Sufyan RA, dan Maimunah binti al-Harits RA.

Istri-istri Nabi SAW menjadi penghuni surga lantaran memiliki keutamaan. Tak masalah bila Anda ingin mencari tahu keutamaan mereka. Tetapi yang jelas mereka memiliki keutamaan dalam hal keimanan, ketakwaan, dan akhlak.

Bila demikian, wanita selain istri-istri Nabi SAW pun memiliki peluang menjadi penghuni surga sepanjang memiliki keutamaan dalam hal keimanan, ketakwaan, dan akhlak. Maka, peliharalah keimanan, ketakwaan, dan akhlak Anda masing-masing.

Dalam salah satu sabda Nabi SAW disebutkan wanita lebih “mudah” menjadi penghuni surga dibandingkan pria. Beliau bersabda, “Apabila wanita (istri) telah menunaikan shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, memelihara harga dirinya, dan menaati perintah suaminya, maka di akhirat dipersilakan masuk surga dari pintu mana (saja) yang dia suka (sesuai pilihannya)” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani). Bayangkan, hanya dengan memihara empat perkara tersebut wanita berhak menjadi penghuni surga. 

Yuk, Coba Jadikan Investasi Sebagai Gaya Hidup ..

Berinvestasi Hampir setiap orang mendambakan masa depan yang lebih baik. Investasi merupakan salah satu cara yang bisa membantu untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin diraih di masa depan.

"Untuk tujuan panjang ternyata menabung saja tidak cukup akan lebih mudah mencapainya jika dengan investasi. Namun, tak semua orang mampu disiplin menyisihkan uangnya setiap bulan untuk investasi," ujar Perencana Keuangan, Pandji Harsanto, CFP, kepada Republika.co.id, Jumat (20/5).

Menurutnya, kesulitan semacam itu bisa jadi muncul karena banyaknya kebutuhan yang belum terpenuhi serta godaan menghabiskan uang untuk hal-hal yang kurang produktif. Padahal, jika direnungi baik-baik, setiap orang juga harus pandai menyisihkan uangnya untuk mewujudkan berbagai tujuan di masa depan.

Tujuan tersebut bisa berupa pernikahan, memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak, memiliki kendaraan pribadi, memiliki rumah tinggal, memiliki dana untuk masa pensiun, dan sebagainya. "Investor bisa bersikap disiplin dalam berinvestasi dengan mengingat tujuan keuangan yang ingin dicapai," ujarnya.

Ingatlah, betapa pentingnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Anda harus mengetahui tujuan investasi untuk apa?

Dengan mengingat tujuan keuangan maka seseorang dapat kembali merenungi apakah semua penghasilannya akan dihabiskan untuk keperluan yang konsumtif saja? Mengingat tujuan keuangan bisa membuat seseorang juga mengingat bahwa dirinya harus menyisihkan dana untuk menabung dan investasi.

Misal, saat sepasang suami istri harus menyiapkan dana untuk kuliah anaknya, masa kuliah si anak akan dimulai dua belas tahun mendatang. Kala waktunya tiba nanti, dana tersebut tentu harus sudah siap. Waktu yang panjang itu bisa dipergunakan untuk investasi.

Tak Berlebihan dalam Beragama ..



shalat tahajud/ilustrasi

Oleh M Rizal Fadilah

Anas ra berkisah, ada tiga orang datang menemui istri-istri Rasulullah untuk menanyakan ibadah baginda nabi. Saat diberitahu mengenai ibadah Rasulullah, mereka merasa sangat  kecil. Rasulullah SAW yang sudah dijamin mendapat ampunan dan surga Allah SWT ternyata melaksanakan ibadah 'berat'. Sungguh terasa sangat jauh dibanding dengan mereka.

Orang pertama pun bertekad dan menyatakan akan shalat malam terus menerus. Orang Kedua akan puasa sepanjang tahun tanpa henti. Orang ketiga akan menjauhi perempuan dan tak akan menikah selamanya.  
Ketika mendengar niat ketiga orang itu, Nabi bersabda, “Benarkah kalian yang mengatakan akan shalat malam terus menerus, akan berpuasa setiap hari, dan tidak akan menikah selama hidup? Bukankah, demi Allah, aku orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, namun demikian aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan juga tidak berpuasa, dan aku menikahi wanita? Barangsiapa tidak menyukai sunahku maka ia bukan golonganku.” (HR Bukhori dan Muslim).  
Sebagaimana sabda Nabi di atas, kita tidak dibenarkan untuk melaksanakan agama dengan cara yang berlebih-lebihan. Untuk mengukur kadar ibadah yang pas, tentu tidak mudah. Oleh karenanya, di samping memiliki tolok ukur ibadah Nabi, juga harus melihat para sahabat serta sikap toleransi Nabi terhadap apa yang diamalkan para pengikutnya.

Pada waktu berbeda, masih dikisahkan Anas bin Malik, Rasulullah SAW menerangkan tentang laki-laki calon penghuni surga. “Sebentar lagi akan muncul dihadapan kalian salah seorang ahli surga." Ketika diketahui orangnya, seorang sahabat Abdullah bin Amr meneliti dengan bertamu bermalam di rumahnya.
Setelah diamati ternyata ibadah orang itu biasa-biasa saja, bahkan si peneliti sendiri merasa ibadah dia jauh lebih baik. Setelah berdialog dan didalami maka diketahuilah bahwa kelebihannya adalah “tidak pernah berlaku curang” dan “tidak iri” atas kelebihan yang diberikan Allah kepada orang lain. Jadi, kekuatannya ternyata ada pada mental and moral attitude.

Dalam Alquran disebutkan, orang yang berlebih-lebihan dalam beragama dikaitkan dengan doa dan pendekatan diri kepada Allah. Ketika menderita, dia intensif berdoa, tapi saat lapang dia menyimpang.
“Dan, apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi, setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan.” (QS Yunus 12).

Senin, 02 Mei 2016

Mengapa Rasulullah Menyuruh Kita Diam? ..

Gurun pasir.

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." (HR. Bukhari Muslim).
Hadis ini termasuk rujukan utama bagi seorang Muslim dalam bersikap dan membina hubungan bermasyarakat. Karenanya, hadis ini layak dihapal, diulang-ulang, ditafakuri, dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Walau redaksinya sangat singkat, tapi pengaruhnya sungguh luar biasa, terutama bagi terciptanya hubungan yang harmonis di masyarakat.
Ada tiga hal penting yang dikemukakan Rasulullah SAW dalam hadis yang teramat mulia ini. Pertama, keharusan menjaga lisan. Kedua, keharusan menghormati tetangga. Dan ketiga, keharusan memuliakan tamu. Insya Allah, dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas poin pertama.
Imam Al-Jalil Abu Muhammad bin Abi Zaid mengatakan bahwa berkata baik atau diam termasuk satu dari empat etika kebaikan yang sangat utama dalam Islam, selain meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat, menahan marah, dan mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.
Imam Syafi'i memberi pula komentar tentang berkata baik atau diam ini: "Hadis ini bermakna apabila seseorang hendak bicara, maka berpikirlah terlebih dulu. Apabila telah jelas bahwa bahwa ucapannya akan membawa kemaslahatan, maka berbicaralah. Dan, apabila telah jelas bahwa ucapannya akan membawa kemudharatan atau ia ragu, bahaya dan tidaknya, maka diamlah".
Diam adalah sesuatu yang netral. Diam bisa menunjukkan keutamaan atau kebodohan seseorang. Diam pun bisa menunjukkan perbuatan haram ataupun halal. Intinya, baik buruknya sikap diam sangat dipengaruhi oleh adanya stimulus yang datang pada seseorang (adanya pengkondisian). Karena itu, ada beberapa tingkatan orang diam, yaitu diamnya orang berilmu (saleh), diamnya orang yang memang pendiam, dan diamnya orang bodoh.
Diam tipe orang pertama adalah yang paling utama. Ia diam karena tahu ada kebaikan di balik diamnya tersebut. Ada sebuah kisah menarik dari Anas bin Malik. Suatu hari pada Perang Uhud, aku melihat seorang pemuda yang mengikatkan batu ke perutnya lantaran kelaparan.

Ibunya lalu mengusap debu dari wajahnya sambil berkata, "Semoga surga menyambutmu, wahai anakku." Ketika melihat pemuda yang terdiam itu, Rasul bersabda, "Tidakkah engkau ketahui mengapa ia terdiam saja? Mungkin ia tidak ingin berbicara yang tidak perlu atau ia menolak dari hal-hal yang membahayakan dirinya." Dalam riwayat lain, Rasul bersabda, "Kalau engkau temukan seseorang yang sangat berwibawa dan banyak diamnya, ketahuilah mungkin ia sudah memperoleh hikmah".

Kemenangan dan Kekalahan ..



Iran dalam percaturan dengan PBB dan Barat (ilustrasi)

Oleh Abdul Hidayat Saeroji

''Katakanlah, 'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang-orang yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu'.'' (Ali 'Imran: 26).
Apa yang dikehendaki Allah SWT akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi. Manusia bisa merencanakan tetapi Allah juga yang menentukan.Silih bergantinya siang dan malam, kemenangan dan kekalahan, dan terjadinya perubahan menunjukkan kuasa Allah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta serta keterbatasan kita sebagai manusia.
Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah.'' (Yaa Siin: 82). Kekalahan atau kegagalan adalah sesuatu yang paling tidak disukai banyak orang dan sulit untuk bisa diterima kecuali oleh orang-orang yang bijak dan berjiwa besar. Sebab, dia mampu melihat hikmah di balik fenomena yang terjadi. Ibarat orang yang menyelam, makin dalam dia menyelam akan semakin berpeluang mendapatkan mutiara.
Karena itu, 'memahami' kekalahan atau kegagalan, bila hanya mengandalkan syahwat indrawi, dia akan sering tertipu. Kegagalan atau kekalahan akan dirasakan sangat menyakitkan. Lalu, mengapa kita tidak mengambil hikmahnya? Bukankah kekalahan itu suatu kemenangan yang tertunda? Mungkin ada langkah-langkah kita yang salah, atau mungkin juga ini peringatan Allah agar kita bisa mawas diri dan menemukan yang lebih baik.
Kata Rasulullah SAW, ''Dunia (kekuasaan) menurut sifatnya meninggalkan dan ditinggalkan.'' Dengan kata lain, dunia (kekuasaan/jabatan/kedudukan) tidak ada yang kekal, semua akan berubah silih berganti, datang dan pergi.
Itulah yang namanya dunia. Karena itu, kalau kita hanya silau pada kesenangan dan kenikmatan dunia, yang kita jumpai pasti hal yang tidak pasti, semu, bahkan menyakitkan. Mungkin dengan kekalahan atau kegagalan itu agar kita mau tersadar dan menundukkan kepala, barangkali kita selama ini selalu menengadah angkuh. Di sisi lain kemenangan atau keberhasilan adalah sesuatu yang tentu sangat menyenangkan. Karena menyenangkan, orang terkadang menjadi lupa diri.
Kemenangan lalu diekspresikan dengan kesombongan, congkak, dan bahkan lupa diri kepada yang memberi nikmat. Padahal, semua nikmat yang Allah berikan ada tanggung jawab dan konsekuensinya. Umar bin Abdul Aziz ketika dibaiat sebagai khalifah bukan merasa senang, tetapi justru bersedih seraya berucap, ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.''
Agaknya, beliau tahu betul di balik pengangkatan dirinya itu ada tanggung jawab yang besar di pundaknya sebagai amanah yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan di hadirat Allah SWT kelak. Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, ''Kekuasaan itu bagai ular berbisa, lembut disentuhnya tetapi tetap dia berbisa.''  
Wallahu a'lam.

Ancaman Allah kepada Pemimpin yang Zalim ..

Piramida Giza di Mesir peninggalan Firaun yang binasa akibat kesombongannya mengaku tuhan

Menjadi pemimpin merupakan amanah yang besar. Ketika seorang pemimpin berbuat zalim kepada rakyatnya, maka Allah SWT menebar ancaman kepada pemimpin tersebut. Merujuk pada keterangan Alquran, orang yang melakukan perbuatan zalim itu akan disiksa dengan siksaan yang pedih.
''Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.''(QS Asysyura [42]: 42).''Barang siapa yang menipu kami, bukanlah dia dari golongan kami.'' (HR Muslim).
Rasulullah SAW mengatakan, setiap orang adalah pemimpin dan mereka akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Dalam hadis lain, disebutkan, "Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya." (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).
Seorang pemimpin adalah abdi atau pelayan bagi anggota kelompoknya (rakyatnya), baik pemimpin perusahaan, masyarakat, keluarga, maupun negara. Dalam sebuah ungkapan, dikatakan, ''Sayyid al-Qawm khaadimuhu.'' (Pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi kaumnya). Karena itu, mereka tidak boleh melakukan kezaliman pada orang-orang yang dipimpinnya. Semua kebijakan yang dibuatnya harus mengacu pada kepentingan yang dipimpinnya.
Bila ia mengkhianati amanah yang telah diberikan (rakyat) itu, dosa besar dan azab yang pedih akan ditimpakan kepadanya.
Dalam kitab al-Kaba`ir ini, Adz-Dzahabi juga menyebutkan dosa besar bagi hakim yang zalim. Yakni, memutuskan suatu perkara tanpa memenuhi rasa keadilan sebagaimana ditetapkan (Alquran). ''Allah tidak akan menerima shalat seorang pemimpin yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah.''
Hakim itu terdiri atas tiga macam, satu orang di surga dan dua lainnya di neraka. Seorang hakim yang tahu kebenaran dan ia memutuskannya dengan kebenaran itu, ia berada di surga. Sedangkan, hakim lain yang mengetahui kebenaran, namun ia menyimpang dengan sengaja, ia berada di neraka. Dan, seorang hakim yang memutuskan perkara tanpa didasari dengan ilmu, ia berada di neraka.'' (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Begitu juga mereka yang senantiasa melakukan sogok (suap-menyuap) dan korupsi. ''Allah melaknat orang yang memberi suap dan menerimanya dalam memutuskan (suatu perkara).'' (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim).

Rasulullah Pun Berhenti Mendoakan Orang yang Enggan Bersyukur ..

Berdoa (ilustrasi)


Oleh ASM Romli

Ishak bin Abdullah bin Abi Thalhah menceritakan, pada suatu hari datanglah seorang laki-laki ke hadapan Rasulullah SAW. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Rasul kepada orang itu. "Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah untukmu, wahai Nabi!" jawab orang itu. Mendengar jawaban tersebut, Rasul lalu mendoakannya.
Pada hari selanjutnya, orang tersebut kembali datang menemui Rasul. Seperti pada pertemuan pertama, Rasul pun menanyakan keadaannya. "Bagaimana keadaanmu?" "Baik," jawab orang tersebut pendek. Rasul hanya diam mendengar jawaban itu. Maka, dengan nada heran orang itu bertanya. "Ya Rasulullah, kemarin engkau menanyakan keadaanku, lalu engkau mendoakanku.
Hari ini engkau bertanya kepadaku, tetapi tidak mendoakanku. Mengapa demikian?". Rasulullah SAW menjawab, "Ketika aku bertanya kepadamu, engkau bersyukur kepada Allah. Sedangkan hari ini aku bertanya, tetapi engkau diam saja, tidak bersyukur kepada-Nya."
Kisah atau dialog yang dikutip dari buku Kitabusy-Syukur karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad tersebut, secara tersirat sedikitnya ada dua hal yang dapat kita ambil hikmah atau ibroh-nya. Pertama, kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah, minimal secara lisan. Yakni, mengucapkan hamdalah.
Kedua, jawaban pendek orang tersebut, ketika ditanya Rasulullah untuk kedua kalinya, menunjukkan ia lupa bahwa keadaan baik pada dirinya, yakni sehat dan masih diberi umur untuk menikmati hidup ini (kesempatan). Sehat dan kesempatan adalah dua nikmat yang sering dilupakan atau tidak disadari. Akibatnya, orang pun lupa mensyukurinya. Sebagaimana ditegaskan Nabi SAW, "Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu olehnya, yakni kesehatan dan kesempatan" (HR. Bukhari).
Bahkan, nikmatnya sehat sering baru terasa oleh kita pada saat kita sakit. Misalnya, betapa nikmatnya bernafas sering baru terasakan betul-betul ketika kita terserang flu. Nikmatnya makan baru terasakan ketika kita dilanda sariawan. Nikmatnya berjalan normal baru terasa ketika kita sakit karena kaki keseleo. Dan seterusnya.
Kesempatan pun demikian. Nikmatnya waktu luang sering baru terasakan ketika kita kepepet atau sibuk. Dan kesempatan terbesar, yang merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri, adalah hidup atau masih belum dicabutnya nyawa kita oleh Allah. Syukurilah kesempatan itu dengan menjalani hidup sesuai ketentuan Allah, beribadah pada-Nya, selalu beristighfar, tobat, dan lain-lain, sebelum ajal menjemput. Sedang kita tahu, datangnya ajal dapat kapan dan di mana saja

Hikmah dari Ahlul Jannah ..

Red: Agung Sasongko
blogspot
Penduduk Surga (Ilustrasi)

Oleh: Ina Salma Febriany

Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh aku mengetahui penghuni neraka yang terakhir kali keluar dari neraka dan penghuni surga yang terakhir masuk surga yaitu seseorang yang keluar dari neraka dengan cara merayap, maka Allah Swt berfirman, “Pergilah kamu dari neraka dan masuklah ke dalam surga!” maka orang tersebut mendatangi surga dan melihat kondisi yang teramat sesak di dalam surga (karena dipenuhi penghuninya). Orang itu kembali kepada Allah dan bberkata, “Wahai Rabb, kutemukan surga telah penuh sesak,” maka Allah Swt berfirman, “Pergi dan masuklah ke surga!” maka ia kembali ke surga dan kembali melihat pemandangan yang sama (surga telah penuh sesak).
Lalu ia kembali kepada Allah dan berkata, “Wahai Rabb, aku telah kembali ke surga, namun kutemukan bahwa surga telah penuh, ya Rabb,” maka Allah Swt berfirman, “Pergi dan masuklah ke surga dan bagimulah surga seluas dunia bahkan sepuluh kali lipatnya,” hamba tadi lantas mengatakan, “Rabb, apakah Engkau menghinaku ataukah mengejekku sedang Engkau adalah Maharaja?” maka, kulihat Rasulullah Saw tertawa hingga gigi gerahamnya kelihatan seraya bersabda, “Itulah penghuni surga yang tingkatannya paling rendah,” (HR Bukhari dan Muslim)
Sungguh menarik jika kita mau mengambil hikmah dari kisah penghuni neraka—yang akhirnya diizinkan Allah keluar dari naar dan terakhir diizinkan masuk ke surga-Nya. Menariknya adalah betapa sebenarnya hamba ini mengakui bahwa dirinya mungkin belum layak (menyadari dosa-dosa dan kesalahannya selama di dunia) hingga akhirnya dengan rahmat Allah-lah ia bisa keluar dari panasnya api neraka dan dahsyatnya siksaan para malaikat penyiksa.
Namun saat ia berbahagia karena berhasil keluar dari neraka, ia dapati surga sudahoverload baginya—ia merasa surga tak mampu lagi menampung penghuni baru sepertinya. Satu hal yang lebih menariknya lagi, Rasulullah Saw pun saat menceritakan hadits ini kepada Ibn Mas’ud tak kuasa menahan hasrat ingin tertawa karena hamba ini mengira bahwa Allah telah menghina ataupun mengejeknya dengan memberikan balasan yang subhaanallah mulia berupa surga yang luas dan ni’matnya sepuluh kali dunia, sedangkan amalnya di dunia tidaklah seberapa.
Dr Mahmud Abdurrazak ar-Rridwani  dalam Ad-Du’au bil Asma-il Husna, mengungkapkan bahwa hadits di atas memberikan faedah bahwa kenikmatan yang paling rendah bagi ahli surga sebanding dengan sepuluh kali keni’matan yang ada di dunia.
Betapa baik dan maharaja-Nya Allah hingga Dia selalu ingin memberikan balasan yang terbaik untuk para hamba-Nya kendati kita menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa amalan apapun takkan pernah sanggup membayar kebaikan-kebaikan Allah apalagi membeli surga-Nya. Dengan sifat rahman dan rahim-Nya-lah Dia tempatkan para hamba-Nya di tempat yang telah Dia tentukan; entah itu surga maupun neraka.
Tentu saja, selain memasuki surga merupakan kehendak mutlak Allah, kita tetap diwajibkan untuk beribadah dan memohon kepada-Nya. Seperti dalam surah Ali Imran ayat 133 Allah berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu, dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (QS. Ali Imran: 133)
Atau dalam surah lain, “Berlomba-lombalah kamu sekalian untuk mendapatkan ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya,” (QS. Al-Hadiid : 21)
Dengan demikian, kendati surga adalah hadiah khusus tanda cinta-Nya untuk para hambanya yang bertaqwa, kita juga dianjurkan untuk berusaha dan berlomba-lomba mendapatkannya. Dengan apa? dengan amal shalih yang tulus ikhlas mengharap keridhaan-Nya.
 Allahu a’lam

The World Its Mine