Senin, 26 Februari 2018

Tiga Jalan Murka dan Tiga Jalan Rahmat Allah ..

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: A Faiz Yunus MSi *)

Dalam hidup, ada tiga perkara yang akan menjadikan manusia mendapat rahmat dari Allah SWT, hidupnya berkah, dan bermanfaat di dunia dan akherat.

Pertama, ridha kedua orang tua. Ketika manusia memposisikan kedua orang tuanya sebagai pedoman hidupnya, hidup dan urusannya akan selali diberi kemudahan dan berkah. Sebab ridha dan murka Allah bersamaan dengan ridha dan murka kedua orang tua.

Orang tua yang paling berjasa dalam kehidupan kita, kadang terlupakan di antara hiruk pikuk perjuangan hidup yang kita hadapi. Keberadaan orang tua baru terasa apabila kita menemui kesulitan dan membutuhkan bantuan mereka. Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap keinginan dan kegiatannya karena restu Allah SWT disebabkan restu orang tua.

Orang yang berbakti kepada orang tua doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah SWT.  Birrul walidain, atau berbakti kepada orangtua, berada dalam kedudukan yang tinggi setelah perintah shalat. Seperti yang yang tercantum dalam Alquran:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا..
  “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapakmu.” (QS. An-Nisa:36)

Kedua ridha guru. Sekarang banyak anak didik yang tak menyadari betapa pentingnya peran sebagai seorang guru yg mendidiknya. Bahkan, banyak kejadian murid menganiaya guru dan lain sebagainya.

Guru adalah orang tua kedua setelah bapak dan ibu. Guru adalah seorang pengajar suatu ilmu dengan tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi murid.

Guru dalam Islam juga disebut pewaris para nabi. Karena lewat seorang guru, wahyu atau ilmu para nabi diteruskan kepada umat manusia.

Sebagaimana Imam Al-Gazali mengkhususkan kedudukan seorang guru dengan sifat-sifat kesucian, kehormatan, dan penempatan guru langsung sesudah kedudukan para nabi.

Beliau juga menegaskan bahwa:  “Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, maka dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit ini, dia ibarat matahari yang menyinari orang lain dan mencahayai dirinya sendiri, ibarat minyak kesturi yang baunya dinikmati orang lain dan dia sendiri pun harum. Siapa yang berkerja di bidang pendidikan, maka sesungguhnya dia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, maka hendaknya dia memelihara adab dan sopan satun dalam tugasnya ini.”

Ketiga, patuh kepada ulil amri atau pemimpin yang adil. Karena mereka adalah penerus para nabi dan rasul. Para ulama jumhur sepakat akan kewajiban taat kepada pemerintah muslim dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah Swt.

Sebab Allah Swt telah memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (An-Nisa’: 59)
Imam Asy-Syaukani juga pernah berkata, bahwa
وأولي الأمر هم : الأئمة ، والسلاطين ، والقضاة ، وكل من كانت له ولاية شرعية لا ولاية طاغوتية
“Ulil amri adalah para imam, penguasa, hakim dan semua orang yang memiliki kekuasaan yang syar’i, bukan kekuasaan thaghut.”  (Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 1/556)

Ketika tiga pilar penting itu dipatuhi oleh manusia, maka Allah akan memberikan jalan mudah di setiap urusannya, akan tetapi ketika salah satu atau mungkin ketiganya dilanggar tak dipatuhi, maka Murka Allah SWT. Lebih besar dari yang dibayangkan.

Jadilah yang terbaik untuk ketiganya. Jangan menuntut ketiganya menjadi yang terbaik untuk dirimu dan berbahagialah kalian yang ada dalam keluarga harmonis jangan kau siasiakan keadaan bahagia tersebut.

*) Asistensi Komisi dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat)

Antara Bencana dan Hidayah ..

Bencana alam Gunung Agung meletus (Ilustrasi)
Ketika musibah menimpa kita, perbanyak baca Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’un.
 
REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh:  Abu Afifah Zulfiker

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS al-Baqarah [2]:155 ).

Setiap orang beriman pasti akan dicoba. Huruf lam pada ayat di atas disebut laamut taukid (lam untuk suatu yang pasti ). Jika laamut taukid digunakan dalam bahasa Arab sehari-hari, hal itu sesuatu yang biasa. Namun, bila berasal dari Yang Maha Pencipta, hal itu sesuatu yang sangat luar biasa. Artinya, setiap orang yang meyakini syariat agama Islam, melaksanakan perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya tidak akan luput dari musibah dan cobaan.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkomentar: "Bahwa Allah SWT akan mencoba hambanya terkadang dengan hal yang mengembirakan dan terkadang dengan kesusahan berupa rasa takut dan lapar, sedikit, bahkan hilangnya harta benda, meninggalnya para karib kerabat serta sawah ladang yang tidak mendatangkan hasil seperti biasanya.”

Ketika musibah menimpa kita dan saudara-saudara kita, maka ucapan yang seharusnya kita perbanyak adalah Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah).

”Barang siapa yang membaca istirjaa ketika ditimpa musibah, maka Allah akan mengalahkan musibahnya, memberikan balasan yang baik kepadanya dan menjadikan baginya ganti yang baik yang diridhainya.” (HR As Suyuthi dalam kitab Ad Durrul Mantsur).

Said bin Jubair berkata: “Sungguh umat ini telah dikaruniai satu ucapan yang belum pernah diberikan kepada para nabi dan umat-umat sebelumnya, yaitu istirjaa.”

Namun, semestinya bukan hanya lidah yang berucap. Lebih dari itu, hati dan seluruh jiwa raga kita harus benar-benar kembali kepada-Nya, meratapi kesalahan, mengakui dosa-dosa yang telah kita lakukan serta mengisi detik-detik hidup kita dengan amal saleh dan ketaatan.

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah [2]:157 ). Al Muhtaduun (orang-orang yang mendapat petunjuk) merupakan derajat yang tidak sederhana dalam kacamata Alquran. Derajat ini biasanya diperuntukkan para nabi dan rasul. Akan tetapi, dalam ayat ini, ungkapan al muhtaduun diberikan bagi setiap orang yang mendapat musibah.

Modal mereka hanya satu, yaitu sabar. Menjadikan apa yang mereka peroleh sebagai sarana untuk memperoleh berkah, rahmat, dan hidayah Allah. Mereka tidak berkeluh kesah dengan derita yang mereka terima. Bagi mereka, seluruh peristiwa yang terjadi adalah yang terbaik bagi mereka.
“Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, sungguh setiap urusannya mengandung kebaikan. Jika ia ditimpa hal yang menyenangkan, maka ia bersyukur dan itu baik bagi dirinya, dan jika ia ditimpa musibah, ia bersabar dan itu juga baik bagi dirinya. Hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun selain orang yang beriman (HR Muslim)”. Wallahu a’lam.

Jangan Salah Persepsi ..

Nilai dan kwalitas manusia tercermin dari bahasa yang keluar dari mulutnya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mahmud Yunus

Selain memiliki banyak keunggulan, manusia memiliki banyak kelemahan. Hal tersebut secara tekstual dinyatakan Allah yang menciptakannya. Allah berfirman, “Dan manusia itu dijadikan bersifat lemah.” (QS an-Nisa [4]: 28).

Kelemahan manusia disebutkan dalam sejumlah ayat, di antaranya, amat zalim dan amat bodoh (QS al-Ahzab [33]: 72), melampaui batas (QS Yunus [10]: 12 dan QS Alaq [96]: 6), tergesa-gesa (QS al-Isra [17]: 11, dan QS al-Anbiya [21]: 37), dan banyak membantah (QS al-Kahfi [18]: 54).
Selanjutnya, manusia itu berkeluh kesah dan amat kikir (QS al-Isra [17]: 100 dan QS al-Ma’arij [70]: 19-21), susah payah (QS al-Balad [90]: 4), dan sangat ingkar serta tidak berterima kasih kepada Tuhannya (QS al-Adiyat [100]: 6).

Namun, tidak sedikit manusia yang tidak menyadari kelemahannya. Hal itu bermuara pada ketidaktahuannya. Makanya, Allah memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya. Tidak kurang dari 13 kali Allah menggunakan redaksi afala ta’qilun.
Allah berfirman, “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri-(kewajiban)-mu sendiri, padahal kamu membaca alkitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS al-Baqarah [2]: 44).

Dalam ayat lain: “Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?” (QS Ali Imran [3]: 65).
Selain menggunakan redaksi afala ta’qilun, Allah juga menggunakan redaksi lainnya, seperti afala tatafakkarun, afala yatadabbarun, dan afala ta’lamun. Bila manusia menggunakan akalnya dengan baik, niscaya mereka dapat menyingkirkan kelemahan-kelemahannya.

Namun, faktanya banyak manusia yang tidak menggunakan akalnya dengan baik. Akibatnya tidak sedikit yang salah persepsi tentang dirinya. Berikut beberapa persepsi manusia tentang dirinya yang sifatnya fatal.

Pertama, mempersepsikan dirinya paling mulia dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu.” (QS al-Hujurat [49]: 13).

Kedua, mempersepsikan dirinya paling suci dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS an-Najm [53]: 32).

Ketiga, mempersepsikan dirinya paling kaya dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Wahai manusia! Kamulah yang fakir (memerlukan sesuatu), dan Allah Dia-lah yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu).” (QS Fathir [35]: 15).

Keempat, mempersepsikan dirinya paling hebat di dunia dalam segala hal dibandingkan orang lain. Allah berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka” (QS al-An’am [6]: 32).

Pernyataan senada termaktub dalam QS al-Ankabut [29]: 64, dan QS Muhammad [47]: 36.

Haji adalah Ibadah, Jaga Akhlak, dan Perbuatan ..

Kabah, Masjidil Haram

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh:  H Irfansyah Nasution SAg MMp *)

Haji bukanlah hanya bepergian naik pesawat dari bandara Indonesia yang telah ditetapkan pemerintah maupun hingga Bandara King Abdul Azis Jeddah, pesiar, refreshing, shooping atau kegiatan rekreasi lain yang bisa seenaknya saja untuk bertindak dan berbuat.

Haji merupakan bagian dari rukun Islam, haji adalah wajib bagi Muslim yang mempunyai kesanggupan. Haji merupakan sebuah pelaksanaan dari bberbagai rangkaian ibadah yang harus dilakukan, karenanya setiap jamaah haji diharuskan menjaga akhlak dan perbuatan, dan sangat dianjurkan untuk berakhlak yang baik, dari mulai pra berangkat, selama di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air.

Sebab, pada hakikatnya, orang yang sedang menunaikan ibadah haji, sedang menjalani penggemblengan akhlak. Sehingga, bila ia benar-benar menjalani ibadah ini dengan baik, maka niscaya akan ada perubahan pada kepribadian dan perilakunya.

Ibadah haji yang pertama, berihram, maka ia tidak dibenarkan untuk berkata-kata jelek, berkata kata yang kotor, atau melakukan kezaliman terhadap orang lain, berbuat kerusakan, meninggalkan segala hal yang tidak berguna bagi dirinya, termasuk dalamnya perdebatan yang tidak bermanfaat, terlebih-lebih bila perdebatan tersebut hanya akan mendatangkan timbulnya hal yang tidak terpuji.

Kejahatan dan perbuatan yang tidak terpuji terjadi, disebabkan karena hawa nafsu yang tidak dikendalikan, dan kebodohan ketidaktahuan akan akibat perbuatan atau sifat tersebut. Untuk menghindari akhlak dan prilaku yang tidak baik tersebut, seorang calon jamaah haji harus dari sekarang untuk selalu berprilaku baik, berakhlakul karimah.

Pertama, taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, yakni dengan memperbanyak dzikir dan ibadah kepada Allah SWT. edua, tadabbur, yaitu mengambil hikmah dari seluruh peristiwa perjalanan hidupnya dan menjadikannya semakin taqwa kepada Allah SWT, ketiga, ta’awun, yakni mengembangkan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.

Sifat yang harus diutamakan dalam berhaji adalah sifat qanaah, ikhlas, yaitu menerima segala sesuatu yang terjadi dan itu semuanya adalah merupakan ketentuan dari Allah dan diridhai-Nya, baik itu sesuai dengan keinginannya ataupun tidak, serta sabar dalam menjalaninya, sabar menerima sunnatullah, sabar menjalankan perintah Allah, sabar meninggalkan laranganNya, sabar menerima kawan sekamar, sabar berdesak desakan, sabar dalam antrian, dan sabar.

Karena itu, buang jauh jauh dan hilangkan dalam hati sifat sombong, angkuh, dan takabbur dalam hati, selalu bertawakkal kepada Allah SWT, dan perbanyak selalu beristigfar kepada Allah SWT, berzikir, Insya Allah perjalanan dan penunaian rangkaian ibadah haji akan lancar, baik, selamat dan selalu mendapat kemudahan dan pertolongan dari Allah SWT, dan meraih haji mabrur.

*) Kasubbag TU Kemenag Madina

Tobatnya Sang Sufi ..

Perjalanan sufi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ada banyak kisah para sufi terkemuka yang memiliki masa lalu kelam, penuh dengan noda kenistaan. Berkat hidayah Allah SWT, mereka pun kembali ke jalan yang lurus. Di antara kisah yang ternukilkan dari generasi ke generasi, ada cerita tentang pertobatan pentolan sufi, Bisyr bin al-Harits al-Hafi.

Kebesaran nama tokoh yang lahir di Merv 150 H/ 767 M itu tak terbantahkan lagi. Ia sangat dikagumi berbagai kalangan, baik ulama atau umara. Ahmad bin Hanbal sangat kagum dengan kepiawaiannya di bidang hadis. Khalifah al-Ma’mun menghormati kepakarannya dalam ilmu agama.

Akan tetapi, tak ada yang pernah menduga bahwa sosok yang juga dikenal dengan Abu Nashr itu, pernah melewati masa-masa kelam sepanjang hidupnya. Ia dikenal sebagai berandal dan preman. Hari-harinya diisi dengan berfoya-foya, bermabuk-mabukan, dan kerap berbuat onar, serta mendengarkan musik ditemani para budak-budak wanita.

Hingga suatu ketika, pada malam hari, saat ia berjalan sendirian terhuyung-huyung akibat pengaruh minuman keras, tiba-tiba ia melihat secarik kertas, lalu mengambilnya. Ternyata di atas selembar kertas itu, tertuliskan lafal basmalah. Ia kemudian membeli minyak mawar seharga dua dirham dengan sisa uang yang ia miliki. Ia percikan parfumnya itu ke kertas tersebut lantas membawa dan menyimpannya di rumah.

Sesampainya di rumah, Bisyr tertidur. Di tengah-tengah tidur lelapnya, ia bermimpi mendengar suara yang sangat jelas, tanpa tahu secara pasti siapa sumber suara itu dan berkata, “Engkau telah mengharumkan nama-Ku maka Aku pun telah mengharumkan dirimu. Engkau telah memuliakan nama-Ku maka Aku pun telah memuliakan dirimu. Engkau telah menyucikan nama-Ku, maka Aku pun telah menyucikan dirimu. Demi kebesaran nama-Ku, niscaya kuharumkan namamu, baik di dunia atau di akhirat.”

Bisyr tidak percaya, ia menghiraukan mimpinya. Ia bergumam, tidak mungkin Bisyr yang berandal akan mendapatkan penghormatan sedemikian rupa. Ia pun bangun, berwudhu, selanjutnya shalat. Ia tertidur lagi. Mimpi itu berulang hingga tiga kali. Peristiwa ini selalu terngiang, tetapi ia tetap menjalani rutinitas seperti biasa. Bergelimang dengan dosa.

Satu saat, Bisyr dan koleganya tengah berpesta pora di rumahnya, penuh suara musik, gelak tawa, ditemani anggur dan budak-budak perempuan. Seorang tokoh ulama yang terkenal saleh mengetuk pintu rumah Bisyr yang disambut oleh pembantunya. “Siapa pemilik rumah ini? Ia seorang hamba sahaya atau orang merdeka?” tanya orang saleh itu.

Si pembantu menjawab bahwa pemilik rumah bukan hamba melainkan orang merdeka.
“Pantas kalau begitu, jika ia seorang hamba, niscaya akan berperilaku dengan etika penghambaan dan meninggalkan berfoya-foya,” ujar alim tersebut sembari beranjak dari kediaman “Sang Berandal”. Dari ruang tengah, Bisyr mendengar percakapan mereka berdua. Ia pun bergegas menghampiri pembantunya dan menanyakan, siapa gerangan orang asing yang bertandang ke rumahnya tersebut. Pembantu tak tahu-menahu.

Bisyr pun mengejar dan mengikuti jejak alim misterius tersebut. Begitu bertemu, ia menanyakan apakah benar sosok yang ia kejar tersebut adalah alim yang berkunjung ke rumahnya, beberapa saat lalu. Ternyata benar. Bisyr meminta sang alim mengulangi  kata-kata bijaknya. Tersentuh dengan petuah sang alim, Bisyr lantas menyentuhkan kedua pipinya di atas tanah sembari berujar, “Bukan, bukan, saya adalah seorang hamba,” ujarnya dengan kondisi kaki bertelanjang, tanpa alas apa pun.
Ia kembali ke rumahnya dan berpamitan kepada koleganya. “Sahabat, aku dipanggil, oleh karena itu aku harus meninggalkan tempat ini. Selamat tinggal! Kalian tidak akan pernah melihat diriku lagi dalam keadaan yang seperti ini.”

Sejak itulah, Bisyr berubah dan menjadi pribadi yang saleh dan bertakwa. Ia tak pernah melalaikan kewajiban beribadah kepada-Nya. Saking khusyuk shalat, ia bahkan kerap beribadah tanpa alas kaki, ia pun dijuluki “si manusia berkaki telanjang.” Sewaktu ditanya, mengapa ia melakukannya, Bisyr menjawab, “Aku tidak akan menjumpai Tuhanku, kecuali berkaki telanjang, dan aku akan melakukannya hingga ajal menjemputku,” katanya.

Bisyr meninggalkan dunia kelam dan mendalami ilmu agama. Ia menekuni hadis di Baghdad dan menggeluti olah spiritual, tasawuf. Pembersihan diri dan penyucian hati telah menempatkannya dalam posisi yang terhormat di sisi-Nya. Bisyr pun terkenal mempunyai sejumlah karamah.
Pernah suatu ketika seorang preman mengancam perempuan dengan pisau yang terhunus di leher. Tak ada yang berani mendekat. Tiba-tiba Bisyr mendekap si preman dari belakang, lalu tersungkurlah preman tersebut dengan keringat yang mencurus deras. Ia tak berdaya.

Warga mengerumuni sang preman dan menanyakan, apa yang membuatnya terkapar. “Siapa sosok orang saleh tadi? Ia membisikkan di telingaku bahwa Tuhan selalu mengawasi. Seketika, sendi-sendiku gemetar, aku tersungkur.” Warga menjelaskan bahwa sosok yang ia maksud adalah Bisyr.

Perbedaan Allah, Rabb, dan Ilah ..

Kata 'Allah' (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID -- Ayat kedua surah al-Fatihah menegaskan: Alhamdulillah Rabb al- A'alamin (Segala puji bagi Allah Tu han segenap alam). Allah SWT tidak mengatakan, Alhamdulli Rabb al-'alamin (segala puji bagi Tuhan segenap alam).

Dalam artikel terdahulu sudah dijelaskan secara umum tentang Allah sebagai nama bagi Zat Yang Maha Agung (lafdh al-jalalah), tidak boleh ada sesuatu apa pun berhak menggunakan nama itu selain diri-Nya. Kata ini mutlak hanya nama-Nya Dia Yang Maha Tunggal (Ahadiyyah). Karena itu, kata Allah satu-satunya nama Tuhan yang tidak memiliki bentuk jamak.

Berbeda dengan kata Rabb yang mempunyai bentuk jamak (arbab) dan kata Ilah yang juga memiliki bentuk jamak (alihah). Kata Allah yang tergabung dari huruf alif, lam, lam, ha memiliki keunikan yang tidak terjadi pada nama-nama lain- Nya. Jika dibuang huruf alif masih tetap terbaca "lillah" berarti "un tuk Allah". Jika dibuang satu huruf lam maka masih tetap terbaca "la hu" berarti "untuk-Nya". Jika di buang se mua huruf lam maka ma sih tetap dapat dibaca "Hu" kata ganti (dhamir) dari Allah berarti "Dia".

Nama ini sulit dilacak akar katanya dari mana. Ada yang mengatakan, dari bahasa Hebrew (Ibrani), "El" kemudian membentuk kata "Eloh" berarti Tuhan. Ada yang mengatakan dari bahasa Arab sendiri, seakar kata yang membentuk kata Ilah, yakni aliha-ya'lahu berarti menyembah, mengabdi, kemudian Ilah berarti Tuhan. Allah nama dari diri-Nya sebagai Ahadiyyah, sebagai entitas utama dan pertama (al-ta'ayyun alawwal).

Sedangkan kata Rab nama dari diri-Nya sebagai entitas kedua (al-ta'ayyun al-tsani). Nama Rabb selevel dengan al-Asma al-Husna. Meskipun dikatakan entitas kedua, tetapi masih tetap keberadaan-Nya (al-hadharat al-Ilahi), karena itu disebut entitas permanen (al-a'yran al-tsabitah). Entitas ini tidak termasuk kategori dalam dalam arti entitas-entitas selain Allah (kullu ma siwa Allah).

Entitas-entitas berikutnya, ya itu entitas ketiga (al-ta'ayyun altsalits) dan seterusnya itulah yang disebut alam. Meskipun bukan diri-Nya, alam merupakan manifestasi lanjutan (tajalli) dari diri-Nya.
Kata Rabb adalah nama Tuhan dalam level Wahidiyyah. Lafaz Rabb tidak termasuk dalam al- Asma al-Husna, tetapi mungkin bisa disebut sebagai cover dari totali tas nama-nama-Nya yang tergabung di dalam al-Asma' al-Husna. Kata Rabb juga digunakan sebagai nama terhadap Tuhan lain selain Allah SWT. Rab juga mempunyai bentuk jamak, yaitu arbab (Tuhantuhan). Berbeda dengan kata Allah tidak memiliki bentuk mufrad, apa lagi jamak.

Penggunaan kata Rabb banyak digunakan di dalam Alquran, khususnya ayat-ayat Makkiyah. Ayat-ayat yang turun di Madinah lebih banyak menggunakan nama eksplisit Allah SWT.
Ayat-ayat pendek yang tergabung di dalam juz 'Amma pada umum nya menggunakan kata "Rabb". Ayat yang paling pertama Allah turunkan ialah Iqra' biismi Rabbik (bacalah dengan nama Tuhanmu), bukannya menggunakan Iqra' bi ism Allah (Bacalah dengan nama Allah).

Hal ini bisa dipahami karena kata Allah belum begitu familiar dalam masyarakat Arab saat itu. Yang lebih populer ialah Rabb. Contoh kasus terjadi ketika Perjanjian Hudaibiyah, sebagaimana diungkapkan dalam hadis Bukhari, yang menceritakan pimpinan delegasi kaum kafir Quraisy, menolak kalimat pembuka perjanjian: Bismillah al-Rahman al-Rahim, lalu mengusulkan gantinya: Bismik Allahumma.

Kata "Allahumma" biasa disinonimkan dengan "Ya Rabb". Nabi pada akhirnya menerima usulan tersebut. Seolah-olah nabi tidak mempersoalkan kata Allah dan Rabb.

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal

Berkah Jabatan ..

Ilustrasi Pemimpin

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bahagia

Penggunaan jabatan di jalan yang benar memberikan berkah, tapi juga sebaliknya. Dari Ibn Umar RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Ketahuilah, setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpinnya."

Seorang laki-laki pemimpin keluarga akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang wanita pemimpin di rumah suami dan anaknya akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka. Dan seorang hamba juga pemimpin atas harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban.

"Ketahuilah masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban" (HR Imam Muslim). Selain itu, dari Ma’qil bin Yasar berkata, dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang yang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati ketika sedang menipu rakyatnya, maka Allah mengharamkan surga baginya" (HR Imam Muslim).

Hadis di atas memberikan pelajaran berguna bagi kita. Pertama, menjadi pemimpin itu untuk menabung pahala. Setiap kebijakan pemimpin kemudian disenangi oleh rakyat dan menyelesaikan masalah rakyat, maka termasuk kesuksesan bagi pemimpin.

Sebaliknya juga demikian, pemimpin yang membuat rakyat miskin, petani menderita, terzalimi, dan kebijakan tidak tepat masalah dan sasaran, maka bukti pemimpin tidak sukses. Padahal, banyak rakyat yang menderita atas kebijakannya. Maka, setiap yang terzalimi tadi benci kepada pemimpinnya.

Berdampak terhadap pemimpin sebab pemimpin itu tidak disukai karena memutuskan dengan kebijakan salah. Kedua, minim konflik. Ciri pemimpin yang baik, yaitu kebijakannya tidak menimbulkan konflik sosial, ekonomi, dan bencana lingkungan hidup. Rakyat melakukan demonstrasi, rakyat protes, dan mengecam kebijakan termasuk pemimpin tidak sukses.

Ketiga, sedikit korupsi. Perilaku korupsi merajalela di mana-mana mulai dari level paling terendah, yaitu desa dan negara. Tertangkapnya pemimpin bukti bahwa pemimpin telah merampas hak-hak rakyat. Hak rakyat, tetapi diambil oleh pemimpin untuk keperluan dirinya dan keluarganya.

Keempat, pujian. Rakyat kalau sudah sejahtera dan nyaman dengan pemimpin maka mereka akan memuji pemimpin. Kelima, tidak perlu menawarkan diri. Pemimpin yang disukai rakyat, yaitu pemimpin yang langsung dipilih rakyat. Rakyat merasakan dampak kebaikan dari kepemimpinnya sehingga tidak ingin pemimpin itu digantikan dengan pemimpin lainnya.

Kelima, penuh berkah. Keberkahan ditandai dengan minim bencana alam, rezeki tidak sulit, dan minim konflik. Bencana alam terjadi karena banyak doa orang yang terzalimi. Dampaknya kepada semua.

Sejatinya rakyat dan pemimpin bekerja sama untuk menegakkan nilai agama dan kebijakan dengan baik. Akhirnya terbentuk bangsa yang kuat, tangguh, berkembangnya inovasi dan teknologi, terhapusnya kemiskinan, dan hilangnya bencana.

Terakhir, menepati janji. Janji kalau tidak ditepati maka sudah menipu rakyat. Menipu itu bagian dari keburukan dalam kehidupan. Termasuk penghambat surga bagi yang sering menipu. Bahkan, tercatat menjadi penipu. Untuk itu, pilihlah pemimpin yang mementingkan kepentingan Allah, adil, dan bebas dari golongan, amanah dan cerdas serta berilmu pengetahuan tinggi.
 

Mendidik Anak ..

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sigit Indrijono

Kita kaget dan merasa prihatin dengan pemberitaan dalam media massa beberapa hari terakhir ini tentang meninggalnya seorang guru karena dianiaya seorang siswa. Ini menunjukkan perilaku dan etika yang tidak baik dari seorang siswa terhadap guru sebagai pendidik yang seharusnya dipatuhi dan dihormati.

Peristiwa ini harus menjadi re nung an dan bahan introspeksi para orang tua. Apakah amanah dalam mendidik anak atau disebut dengan tarbiyatul aulatelah dilakukan dengan sebaikbaiknya? Nilai-nilai keagamaan dan akhlakul karimah harus ditanamkan sejak usia dini dengan memberikan keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Allah berfirman, ''Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan- Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.'' (QS at-Tahrim [66]: 6).

Tidak bisa disangkal bahwa ling kung an pergaulan bisa memenga ruhi perilaku seorang anak. Jika pendidikan yang sangat mendasar oleh orang tua, yaitu nilai-nilai keagamaan, karakter, dan akhlak sudah melekat dengan baik dan terjaga terus, insya Allah, seorang anak tidak akan terjerumus pada halhal yang negatif.

Komunikasi yang intensif antara orang tua dan anak harus terjalin dengan baik. Jangan sampai hal ini terabaikan karena kesibukan seharihari orang tua. Dan, yang terpenting, orang tua jangan beranggapan pendidikan anak sepenuhnya cukup diserahkan kepada lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, atau perguruan tinggi.

Orang tua adalah pendidik sejati yang utama bagi seorang anak, bahkan sampai anak telah hidup bermasyarakat. Dengan demikian, dengan izin Allah, anak dapat terhindar dan dijauhkan dari perilaku yang menyimpang dari jalan-Nya, seperti kezaliman, manipulasi, korupsi, perzinaan, atau tindakan amoral lain sepanjang hidupnya.

''Tidak ada seorang Muslim pun yang mempunyai dua putri yang kemudian dirawat dan dididiknya dengan baik kecuali orang tersebut akan dimasukkan ke dalam surga.'' (HR Bukhari). Hadis ini menunjukkan betapa tingginya penghargaan atas tanggung jawab merawat dan mendidik anak.

Keikhlasan dalam mendidik anak dengan disertai iringan doa adalah kewajiban utama orang tua kepada anak. Dengan demikian, anak juga akan selalu berbuat baik kepada orang tua serta mendoakannya. Hal itu akan terus dilakukan oleh seorang anak walaupun orang tuanya telah wafat. Wallahu a'lam.

Lembut dan Santun ..

Berbuat ikhlas agar umat Islam tidak menjadi umat penyembah berhala. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karman

Kelembutan hati serta kesantunan kata dan perbuatan seperti sinar laser yang menembus kulit. Kelembutan dan kesantunan dapat meluruhkan hati yang keras tanpa menyakiti dan mencerahkan pikiran yang bebal tanpa menghakimi.

Keduanya juga memperbaiki sikap dan perbuatan tanpa memaksakan, sebagaimana sinar laser meluruhkan batu ginjal atau batu empedu tanpa merusak kulit sehat yang dilaluinya. Kekuatan keduanya akan menembus relung jiwa yang paling dalam (lub) sehingga dapat mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin.

Lembut dan santun adalah dua sifaf baik Allah (al- Asma al-Husna) yang juga disematkan kepada manusia. Allah itu Mahalembut (al-Lathief) dan Mahasantun (al-Haliim). Alquran menyebut juga Nabi Ibrahim dan Ismail sebagai sosok manusia santun (QS at-Taubah [9]: 114; ash-Shaffaat [37]: 101). Nabi Muhammad SAW pun termasuk manusia yang diberi Allah SWT sifat lembut (Layyin dan Adzillah) (QS Ali Imran [3]: 159; al-Maidah [5]: 54).

Penyematan sifat lembut dan santun Allah SWT kepada manusia mengandung beberapa makna. Pertama, sifat lembut dan santun Allah termasuk sifat yang dapat dicontoh manusia. Jika Allah Mahalembut dan Mahasantun, manusia mesti memiliki sifat lembut dan santun. Seperti yang sering diungkapkan sebagian sufi, "Berakhlaklah kamu sekalian sebagaimana akhlak Allah (takhallaquu bi akhlaaqillah)."

Kedua, sifat lembut dan santun merupakan pemberian atau rahmat Allah SWT sehingga selain bisa diusahakan juga harus diminta kepada Allah SWT.

Ketiga, sifat lembut dan santun menjadikan orang lapang dada sehingga akan mudah memaafkan dan memohonkan ampun bagi orang yang berbuat salah padanya serta senantiasa siap untuk bermusyawarah sebagaimana ditegaskan Allah SWT.

"Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." ( QS Ali Imran [3]: 159).

Keempat, sifat lembut dan santun memiliki kekuatan Ilahiah (ketuhanan) sehingga dapat mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin, mengubah permusuhan menjadi persaudaraan, dan menyatukan hati yang bercerai-berai menjadi bersatu.

Semua itu digambarkan oleh ayat-ayat berikut: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapatkan petunjuk." (QS Ali Imran [3]: 103). Wallahu a'lam.

Syukur Nikmat ..

Nikmat/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, --  Ribuan abad silam di era Bani Israil, hidup tiga orang yang fisiknya tak sempurna. Masyarakat imenjauhi mereka karena penyakit yang diderita. Seorang menderita penyakit sopak hingga kulitnya belang-belang.

Seorang lainnya menderita penyakit kulit kepala hingga botak, Sementara, seorang lagi mengidap kebutaan hingga tak mampu melihat apapun. Belum lagi kemiskinan yang menjerat ketiganya hingga kondisi mereka sangat menyedihkan.

Allah bermaksud memberikan ujian kepada mereka bertiga. Diutuslah seorang malaikat untuk melihat kadar keimanan mereka kepada Allah Ta’ala. Pertama kali, malaikat mendatangi si belang seraya bertanya, “Apa gerangan yang kau inginkan dan sukai?” Tentu saja si belang ingin penyakitnya sembuh. "Saya ingin warna kulit yang bagus, yang indah. Ingin agar penyakitku sembuh, penyakit yang orang-orang jijik melihatnya," ujar si belang.

Sang malaikat kemudian mengusap tubuh si belang. Penyakitnya pun sembuh seketika, kulitnya mulus nan indah. Si Belang girang bukan kepalang. Malaikat pun bertanya kembali, “Harta apa yang ingin kau miliki?” Si belang menjawab, “Unta.” Maka, diberikanlah ia seekor unta yang tengah bunting. “Semoga Allah memberkahinya untukmu,” ujar malaikat sebelum pergi.

Sang malaikat pun kemudian bertandang menemui si botak. Pertanyaan serupa ia ajukan. Si botak pun mengajukan keinginan untuk memiliki rambut yang indah dan penyakitnya  sembuh.
Maka, diusaplah kepala si botak oleh sang malaikat. Seketika penyakitnya sembuh dan rambut tumbuh indah di kepalanya. Tentu saja si botak girang bukan kepalang. Pertanyaan malaikat selanjutnya pun sama seperti kepada si belang, “Harta apa yang ingin kau miliki?.” Si botak menjawab, “Sapi.” Maka, diberikanlah seekor sapi bunting untuknya. Lagi, malaikat berkata hal sama, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Giliran si buta yang didatangi malaikat. Pertanyaan malaikat sama persis seperti yang ia ajukan kepada si belang dan si botak. Tak jauh beda dengan dua orang sebelumnya, ia pun ingin penglihatannya pulih.

Penglihatannya pun kembali normal setelah malaikat mengusap tangannya pada mata si buta. Si buta pun amat senang dan bersyukur. Pertanyaan malaikat berikutnya, “Harta apa yang ingin kau miliki?.” Si buta menjawab, “Kambing.” Diberilah ia seekor kambing yang bunting.

Setelah peristiwa besar itu, ketiganya memulai usaha ternak mereka. Atas rahmat Allah, hewan peliharaan mereka terus beranak-pinak hingga jumlahnya masing-masing memenuhi satu lembah.
Namun, ujian Allah belumlah berakhir. Allah ingin melihat siapakah hamba-Nya yang benar-benar bersyukur. Malaikat yang dahulu diutus kepada mereka bertiga pun turun kembali ke Bumi. Namun, kali ini sang malaikat mengubah wujudnya sebagaimana rupa ketiganya di masa lalu.

Didatangilah si belang di lembahnya yang dipenuhi unta-unta nan gemuk. Sang malaikat mengubah wujudnya menjadi seorang yang terkena sopak hingga kulitnya belang-belang menjijikkan, rupa yang sama pernah diderita si belang sebelum Allah menyembuhkannya. Sang malaikat berpura-pura menjadi musafir yang kehabisan biaya kemudian meminta bantuan si belang barang seekor unta untuk meneruskan perjalanannya.

Namun, si belang lupa atas rahmat Allah kepadanya. Ia enggan memberikan bantuan meski secuil. Sang malaikat pun kemudian mengingatkannya. Namun, si belang masih dalam kesombongannya. “Tidak, aku mendapat harta ini karena warisan nenek moyangku,” katanya. Melihat kesombongan si belang, malaikat pun berseru, "jika kau berdusta. Semoga Allah mengembalikanmu pada konsisi yang dulu," kata malaikat.

Kemudian, datanglah sang malaikat ke lembah penuh sapi milik si botak. Kali ini, ia pun mengubah wujudnya menjadi seorang pria botak yang menyedihkan dan membutuhkan pertolongan. Kondisinya sama persis seperti si botak sebelum dianugerahi rahmat Allah berupa kesembuhan dan kekayaan.
Tak berbeda jauh dengan si belang, si botak pun menolak memberikan bantuan. Ia bersikap angkuh dan melupakan segala rahmat Allah terhadapnya. Malaikat pun mengingatkan kondisi si botak beberapa waktu silam. Tak berubah pikiran, si botak tetap dalam kesombongannya dan enggan memberikan bantuan. “Jika kau berdusta, semoga Allah mengembalikanmu pada konsisi yang dulu,” seru malaikat.

Tibalah giliran si buta. Malaikat mendatanginya dengan wujud pengembara buta nan miskin. Kondisinya menyedihkan, sama persis seperti kondisi si buta beberapa waktu lalu sebelum Allah memberikan rahmat kepadanya. Pertanyaan serupa malaikat lontarkan pula kepada si buta.
Ia lalu berkata kepada sang malaikat yang berubah wujud itu, “Dahulu aku pun buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Maka, ambillah apa yang kau butuhkan dan tinggalkan apa yang tidak kau inginkan. Demi Allah, aku tidak akan membebanimu untuk mengembalikan sesuatu yang kau ambil karena Allah Mahaagung dan Mulia,” ujar si buta rendah hati.

Malaikat pun takjub dengan sikap si buta. Ia pun membongkar penyamarannya dan mengungkap misinya. “Peliharalah kekayaanmu ini karena sebenarnya kau tengah diuji. Kau telah diridai Tuhan, sementara kedua temanmu (si belang dan si botak) telah dimurkai Allah,” ujar malaikat.
Dari kisah tersebut, begitu banyak hikmah yang dapat dipetik. Salah satunya, yakni syukur nikmat. Betapa banyak nikmat Allah yang diberikan kepada kita, namun sering kali kita melupakannya.

Tobat Sarana Kesuksesan ..

Tobat (ilustrasi).


REPUBLIKA.CO.ID,  OLEH Moch Hisyam

Setiap insan mendambakan apa yang menjadi cita-citanya dapat tercapai. Untuk itu, ia mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya, baik berbentuk materi, tenaga, maupun pikiran. Tujuannya agar cita-citanya tercapai. Namun, setelah segala upaya dilakukan, tidak jarang cita-cita yang didambakannya tak kunjung tercapai, bahkan kegagalanlah yang diraihnya.

Penyebabnya bisa karena jalan yang ditempuhnya salah, terlalu percaya terhadap kemampuan diri sehingga melupakan Allah SWT, bisa juga karena tidak bersabar meniti tangga kesuksesan. Kegagalan ini terkadang membuat kita berputus asa.

Padahal, berputus asa merupakan perbuatan yang dilarang. Allah SWT berfirman, "Katakanlah, 'Hai hamba-hamba- Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'" (QS Az-zumat [39]: 53).

Lantas, apa yang harus kita lakukan saat upaya kita meraih cita-cita diadang kegagalan? Bersegeralah bertobat kepada Allah SWT. Mengingat kembali apa yang telah kita lakukan, menyesali perbuatan salah yang pernah kita lakukan, bertekad memperbaikinya disertai memohon ampunan Allah SWT. Sebab, tobat merupakan sarana yang disediakan Allah SWT untuk menggapai cita-cita bagi orang-orang yang mengalami kegagalan dalam hidupnya.

Penjelasannya, ketika kita bertobat akan menjadikan diri kita sadar atas kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dan menyadari bahwa kita adalah makhluk lemah yang tidak memiliki kemampuan apa-apa bila tidak ada pertolongan dan perlindungan Allah SWT.

Kesadaran ini akan menjadikan kita memperbaiki diri dan selalu berdoa serta bergantung pada Allah SWT. Selain itu, ketika bertobat akan menjadikan diri kita rendah diri di hadapan Allah SWT dan rendah hati terhadap sesama. Hal inilah yang akan menjadikan kita mendapatkan pertolongan Allah SWT dan disukai serta dibantu sesama karena manusia sealalu memiliki perhatian dan ingin membantu orang-orang yang rendah hati.

Contoh nyata tobat sebagai sarana meraih kesuksesan dapat kita lihat dari kisah Nabi Yunus ketika beliau merasa gagal dan putus asa atas dakwah yang dilakukannya. Kisah ini tercantum dalam Alquran.

Allah berfirman: "Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka, ia ditelan ikan besar dalam keadaan tercela. Maka, kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian, Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedangkan ia dalam keadaan sakit.

Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada 100 ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu." (QS ash-Shaffat [37]: 139-148).

Untuk itu, bila kita mengalami kegagalan dalam meniti cita-cita, janganlah kita berputus asa. Namun, hendaknya kita bersegera bertobat karena ia sarana yang disediakan Allah SWT untuk meraih kesuksesan yang tertunda. Allahu'alam.

Tersenyumlah ..

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syahruddin el-Fikri

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam (SAW) merupakan teladan bagi umat. Berbagai perilaku, sikap, dan tindakan Rasulullah, mempunyai makna yang sangat bermanfaat bagi umatnya. Salah satunya adalah tersenyum. Rasul SAW mengajarkan, senyum adalah salah satu amal yang utama, dan senyum merupakan bagian dari sedekah.

Dalam sebuah hadis diriwayatkan, pada suatu hari, ada serombongan orang yang fakir dan miskin dari golongan Muhajirin, datang menemui Rasulullah SAW. Satu di antara mereka pun mengadu dan mengeluhkan permasalahannya kepada manusia yang mulia (Rasul SAW--Red) ini.

"Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong semua pahala hingga mereka mendapatkan tingkatan yang paling tinggi." Rasul SAW bertanya, "Mengapa engkau berkata demikian?" Lalu, mereka pun menjawab, "Orang-orang kaya itu mendirikan shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami mengerjakan puasa, tapi giliran saat mereka bersedekah, kami tidak mampu melakukan amalan seperti mereka itu. Mereka juga mampu memerdekakan budak sahaya, sedangkan kami tidak memiliki kemampuan melakukan itu."

Mendengar keluhan orang fakir itu, Rasulullah SAW lantas tersenyum dan berusaha menghibur sang fakir. Rasulullah SAW bersabda, "Wahai sahabatku, sukakah aku ajarkan kepadamu amal perbuatan yang dapat mengejar mereka dan tidak seorang pun yang lebih utama dari kamu kecuali mereka berbuat seperti yang kalian kerjakan?" Dengan antusias, mereka pun mengiyakan, "Mau, wahai Rasulullah." Kemudian, Rasul SAW bersabda, "Bacalah 'subhanallah', 'Allahu akbar', dan 'alhamdulillah' setiap selesai shalat, masing-masing sebanyak 33 kali." Setelah menerima wasiat Rasulullah SAW, mereka pun pulang untuk mengamalkannya.

Beberapa hari kemudian, rombongan fakir ini datang lagi menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan keluhannya. "Wahai Rasulullah, saudara- saudara kami orang kaya itu telah mendengar perbuatan kami, lalu mereka juga melakukan sebagaimana amalan yang kami kerjakan." Maka, Rasul SAW bersabda, "Itulah karunia Allah SWT yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki." (QS an-Nur [24]: 38). (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan, ketika orang-orang fakir itu mengadukan kemampuan orang kaya dalam beramal, Rasul SAW lalu mengajarkan, agar mereka selalu tersenyum setiap bertemu saudarasaudaranya. Senyumanmu ketika bertemu dengan saudaramu adalah sedekah." (HR Ibnu Hibban).

"Termasuk sedekah adalah engkau mengucapkan salam dengan wajah ceria kepada orang-orang." (HR Ibnu Abi Dunya). Berdasarkan hadis di atas, memperbanyak senyum setiap bertemu setiap orang, apalagi sesama Muslim, menjadi ibadah yang mudah dan murah. Sebab, dengan banyak tersenyum, nilai sedekah juga akan semakin banyak. Subhanallah.

Kita sadari, kekayaan orang kaya begitu banyak. Mereka mampu membelanjakan harta yang dimilikinya di jalan Allah SWT. Mereka juga diberi kesehatan fisik yang prima. Untuk mengerjakan amal ibadah, seperti shalat dan puasa, mereka juga mampu melaksanakannya dengan baik. Tetapi, tersenyum, tentu akan berbeda jumlahnya. Betapa indahnya ajaran agama yang dibawa Rasul SAW ini untuk umatnya. Orang miskin yang tidak mampu bersedekah dengan hartanya, tetapi mereka bisa bersedekah dengan tersenyum.

Tentu ada makna yang tersirat di balik senyum itu. Banyak para ahli kesehatan menemukan manfaat yang mengagungkan dari senyuman. Di antaranya, yang pertama, senyum itu akan menghilangkan beban pikiran dan stres. Kedua, senyum itu akan meredam amarah (emosi). Rasa marah yang meledak-ledak, akan mudah hilang jika dilandasi dengan senyuman. Ketiga, senyuman yang memperlihatkan gigi geraham dan gigi taring, akan mengencangkan kulit wajah sehingga membuat wajah akan senantiasa ceria dan awet muda.

Keempat, senyum ramah akan meningkatkan sistem imun (kekebalan tubuh), mengurangi rasa sakit, dan menurunkan tekanan darah tinggi. Kelima, senyuman akan menularkan energi positif kepada lingkungannya. Sebuah penelitian menunjukkan, orang yang bergaul dengan mereka yang murah senyum maka sikapnya juga akan ramah. Semoga kita semua mampu menjalankan salah satu ajaran Islam ini, yakni tersenyum. Allahu a'lam.

Apa Obat Kecewa?

Pernahkah Anda kecewa atau dikecewakan? Atau, membuat kecewa lain orang? Jika jawabannya pernah, Anda perlu memejamkan mata sejenak lalu tarik napas panjang-panjang dan ucapkan istighfar tiga kali. Kecewa adalah ungkapan rasa akibat harapan dan hasilnya tidak sama.

Jika Anda pernah kecewa pada seseorang, berarti Anda terlalu berharap pada orang itu, sementara hasilnya tidak seperti yang Anda harapkan. Jika Anda pernah kecewa pada atasan di kantor, berarti Anda terlalu berharap atasan itu bisa mengabulkan keinginan Anda.

Jika Anda pernah kecewa pada pasangan hidup Anda, berarti Anda terlalu bersandar padanya, sementara pasangan Anda bersikap sebaliknya. Pun, jika Anda pernah kecewa pada presiden, gubernur, wali kota, bupati, atau bahkan ketua RT/RW sekalipun, Anda akan melakukan apa saja (dan hal ini cenderung negatif) agar rasa kecewa dan sakit hati Anda itu terobati.

Lalu, apa obat kecewa? Kecewa bagi saya tidak ada obatnya. Yang bisa dilakukan adalah mengelola rasa kecewa menjadi hal positif. Misalnya, ketika orang telanjur kecewa pada sikap dan keputusan Anda, dekati dia dan ajak bicara baik-baik. Komunikasikan dengan jelas apa yang membuat ia kecewa.

Lalu, hargai sikap kecewanya dengan membuktikan apa yang dikecewakannya itu tidak benar. Dengan bahasa lain, jawab kekecewaan itu dengan bukti nyata lebih baik, bukan dengan janji-janji kosong yang ujungnya makin menambah rasa kecewa. Kata maaf pun sepertinya tidak berarti membuat rasa kecewa itu hilang.

Bahkan, ada ungkapan, "Memaafkan iya, tapi melupakannya tidak." Apalagi, hal ini menyangkut keyakinan seseorang, misalnya. Maka, Nabi berpesan, "Memaafkan itu jihad karena lebih berat dilakukan daripada meminta maaf." Karena, hanya orang-orang berjiwa besarlah yang memilikinya.

Maka cara jitu yang bisa dilakukan adalah bersandar hanya pada Allah semata bukan pada manusia baik itu atasan, teman, atau pasangan hidup Anda sekalipun. Lalu, bagaimana jika sudah telanjur kecewa? Solusinya, kelola rasa kecewa itu dengan pertama-tama meminta maaf padanya.

Setelah itu, buktikan dengan tindakan nyata bahwa Anda memang seperti yang ia harapkan. Dekati harapannya, kelola emosinya, sehingga kecewa itu berangsur pulih dengan senyum kelegaan. Karena itu, berhati-hatilah dalam berkata dan bertindak. Pegang prinsip ini, "Berkatalah atau berbuat baiklah, jika tidak bisa, diamlah dan itu jauh lebih baik bagimu."

Selain dengan cara komunikasi dan bukti seperti di atas, yang paling bisa dilakukan dan menjadi penolong orang-orang yang kecewa adalah dengan bersabar (QS al-Baqarah: 45). Mengungkapkan rasa kecewa dengan marah adalah sikap anak kecil. Bagi kita yang sudah dewasa tidaklah pantas untuk melakukannya.

Saya sering menyebut terapi sabar ini dengan satu kata, paksa. Karena, segala yang baik memang harus dipaksa akan keluar. Jika tidak, akan selamanya halhal buruk itu terus menutupi dan bersama kita.

The World Its Mine