Kamis, 27 Desember 2012

Gedung Sate Bandung


Tahun 70 an ketika kita masih kecil, saat waktu imsak tiba di bulan Ramadhan  ditandai dengan suara sirine yang melengking keras dan panjang. Suara sirine itu akan terdengar sampai radius 10 KM dari sumber suara. Tetapi sekarang tidak ada lagi suara sirine yang  memberitahukan tibanya waktu imsak, semua tinggal kenangan. Lalu darimanakah suara sirine itu berasal? Oh…sirine itu berasal dari Gedung Sate Bandung yang sampai sekarang masih beridiri kokoh, megah dan anggun.
Gedung Sate Landmarknya Kota Bandung
Gedung Sate Landmarknya Kota Bandung
Saya masih ingat, dulu orang –orang menyebut gedung sate ini dengan HeBe. Mungkin maksudnya GB yang artinya Gouvernemens Bedrijven yaitu nama Gedung Sate pada zaman Hindia Belanda.  Ya, Gedung Sate yang telah menjadi salah satu ikon atau landmarknya Kota Bandung bahkan Jawa Barat ternyata sarat dengan nilai sejarah perjuangan. Gedung itu seolah ingin menceriterakan kembali kebesaran dan kesombongan kolonialisme Belanda di Indonesia. Namun saya tidak bermaksud membuka kenangan pahit saat penjajahan, melainkan ingin mengajak untuk menikmati keindahan dan keanggunan arsitektur Ciptaan manusia.
Gedung ini dirancang oleh sebuah tim yang terdiri dari Ir. J. Gerber, Ir. Eh. De Roo, dan Ir. G. Hendriks, serta pihak Gemeente ( Walikota) Van Bandoeng dengan ketuanya Kol.Pur. VL. Slors. Proses pembangunan melibatkan 2000 orang pekerja diantaranya 150 orang pemahat batu dan pengukir kayu dari Konghu atau Kanton Cina. Sementara tukang bangunan yang dipekerjakan Sebelumnya telah berpengalaman membangun Gedong Sirap (ITB) dan Gedong Papak (Balai Pakuan Bandung?). Para pekerja bangunan, tukang batu, kuli aduk dan peladen berasal dari penduduk kampung Sekeloa, Coblong Dago, Gandok dan Cibarengkok. Hanya saja belum jelas apakah para pekerja khusunya para kuli bangunan tersebut mendapat upah atau kerja paksa?
Gd. Sate 1924
Gd. Sate 1924
Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 27 Juli 1920 oleh Johanna Catherina Coops, yaitu putri sulung B. Coops (Walikota Bandung) dan Petronella Roelefsen mewakili Gubernur Jendral di Batavia J.P Graaf Van Limburg Stirum. Proses pembangunan berlangsung selama 4 tahun yakni hingga selesai sampai September 1924.
Ir. J.Gerber,dkk berhasil memadukan gaya arsitektur Eropa dan Asia atau perpaduan Timur dan Barat. Untuk bangunannya Gerber mengambil gaya Rennaisance Italia, sedangkan untuk jendela ia mengambil gaya Moor Spanyol. Khusus untuk menara ia mengambil arsitektur Asia khusunya gaya pura Bali atau Pagoda Thailand. Di atas menara terdapat satu tusuk sate dengan 6 buah ornamen sate yang melambangkan 6 juta gulden biaya yang dihabiskan untuk pembangunan gedung ini.
Gedung Sate berdiri di atas lahan seluas 27.990,856 M2, sedangkan luas bangunan 10.877,734 M2 terdiri dari Basemen 3.039,859 M2, lantai I 4.062,553 M2, teras lantai I 212,976 M2, lantai II 3.023,796 M2, teras lantai II 212,976 M2, menara 121 M2 dan teras menara 205,169 M2. Kekuatan gedung ini terletak pada bahan yang dipakai serta teknis konstruksi konvensional profesional. Dinding bangunan terbuat dari batu berukuran 1 X 1 X 2 M, berasal dari kawasan perbukitan batu di Bandung Timur sekitar Arcamanik dan Gunung Manglayang.
Melihat keanggunannya maka tak heran  jika para kalangan arsitek menyatakan bahwa Gedung Sate adalah bangunan monumental yang unik dengan gaya arsitektur Indo-Europa ( Indo Europeeschen architectuur stijl).
Gedung Sate yang dibangun menghadap langsung Gunung Tangkuban Perahu, semula dipersiapkan sebagai pusat kegiatan pemerintahan kolonial Belanda setelah Batavia dianggap tidak memenuhi syarat lagi sebagai pusat pemerintahan.
Sesaat setelah kemerdekaan terjadi peristiwa heroik, yakni tepatnya tanggal 3 Desember 1945 tujuh orang pemuda gugur dalam mempertahankan gedung ini dari serangan tentara Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda ini maka dibangunlah tugu peringatan yang diletakan di belakang gedung. Kemudian atas perintah Menteri PU maka pada tanggal 3 Desember 1970 tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan gedung.
Suasana Minggu pagi (Sumber: Kabbandung.com)
Suasana Minggu pagi (Sumber: Kabbandung.com)
Gedung Sate juga pernah menjadi Kantor PTT ( Pos, Telekomunikasi dan Telegraf), tetapi  sejak tahun 1980 gedung ini menjadi Kantor Gubernur Jawa Barat sebagai pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang sebelumnya menempati Gedung Kertamukti di Jl. Braga.
Sekarang tahun 2009 Gedung Sate tetap memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun asing. Tetapi suasananya akan berubah  setiap  Minggu pagi, karena lapangan Gasibu termasuk Jalan Diponegoro berubah menjadi pasar rakyat yang sangat ramai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine