Kamis, 09 Juni 2016

Pemimpin Berkelas ..

Pemimpin yang adil dan menepati janji/ilustrasi
Pemimpin yang adil dan menepati janji/ilustrasi
 
Oleh: Rudi Agung (Pemerhati Persoalan Sosial)

''Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabbnya dan mendirikan shalat, dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.'' (QS. asy-Sura: 38).

Saat kekhalifahan telah berpindah tangan dari anak Abdul Malik kepada Umar bin Abdul Aziz. Umar berkata: Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Beliau naik mimbar, bertatap muka pertama dengan rakyat, lalu mengatakan:''Duhai rakyat, sesungguhnya aku diuji dengan perkara kepemimpinan ini, tanpa dimintai pendapat, tak pernah ditanya, tak ada musyawarah dengan kaum Muslimin. Aku telah membatalkan baiat untukku, sekarang pilihlah seseorang untuk memimpin kalian.''

Serentak, rakyat menjawab,''Wahai Amirul Mukminin, kami telah memilihmu, kami menerimamu, silahkan pimpin kami dengan kebaikan dan keberkahan.'' Mendengar itu, Umar merasa tidak bisa lagi menghindar dari tanggung jawab kepemimpinan. Beliau terpaksa bersedia mengambil tanggung jawab menjadi khalifah.

Umar menyampaikan kebijakannya di podium:''Ketahuilah! Apa yang Allah halalkan adalah halal sampai hari kiamat. Aku bukanlah seorang hakim, aku hanyalah pelaksana. Tidak ada hak bagi siapapun untuk ditaati dalam kemaksiatan. Aku bukan orang yang terbaik di antara kalian, aku hanyalah laki-laki bagian dari kalian, hanya saja Allah Ta’ala memberiku beban yang lebih berat dibanding kalian.''

Umar menambahkan, kaum Muslimin,''Siapa yang mendekat kepadaku, hendaknya dia mendekat dengan lima perkara, jika tidak, maka janganlah mendekat. Pertama, mengadukan hajat orang yang tak kuasa, mengadukannya. Membantuku dalam kebaikan sesuai kemampuannya. Menunjukkan jalan kebaikan padaku sebagaimana aku dituntut meniti jalan itu. Tidak melakukan ghibah terhadap rakyat. Kelima, tidak menyangkalku dalam urusan yang bukan urusannya.''

Demikian kutipan kisah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz dalam buku ''Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung, Umar bin Abdul Aziz: Ulama dan Pemimpin yang Adil'' karya Syeikh Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi.

Saat didaulat menjadi pemimpin, Umar bin Abdul Aziz selalu memberi perhatiannya yang besar memperbaiki tatanan masyarakat, menciptakan peradaban yang adil, memperingatkan pentingnya kehidupan akhirat. Beliau juga berhasil mengentaskan kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, melunasi orang-orang yang memiliki hutang.

Menyelesaikan masalah-masalah di bidang moneter. Memakdzulkan gubernur yang dzalim. Memiliki ketegasan, kesabaran dan keadilan yang luar biasa. Hal utama, ketakutannya yang besar hanya terhadap Sang Maha. Sungguh, sulit menggambarkan sosok dan pola kepemimpinannya yang mulia.

Al Hafidz Adz-Dzahabi memberi ilustrasi kedudukan Umar bin Abdul Aziz dalam ilmu. Dikatakannya, Umar bin Abdul Aziz seorang imam, ahli fikih, ahli ijtihad. Menguasai Sunnah, memiliki kedudukan mulia, penghafal hadits yang ulung, taat pada Allah, memiliki hidup lurus. Dalam menegakkan keadilan disetarakan dengan kakeknya Umar bin Khaththab, kezuhudannya disetarakan dengan Imam Hasan al-Bashri, dan ilmunya serupa dengan Imam az-Zuhri. Subhanallah.

Islam memiliki kegemilangan peradaban, sejarah, keilmuan, sumbangsih bagi dunia, dan tokoh-tokoh luar biasa. Mungkin tak berlebihan bila hari-hari seperti ini kita perlu kembali membuka buku-buku lawas tentang kejayaan Islam, merenunginya, dan mencoba mengaplikasinnya dalam kehidupan sehari-hari.

Di kala kehancuran segala lini menghantui masyarakat Indonesia saat ini, kita sangat butuh suplemen energi dengan kembali mengetahui, mempelajari sifat, sikap, dan kehidupan orang-orang terdahulu. Perlu pula kita menyelami bagaimana sejarah kejayaan dan sebab-sebab kehancuran peradaban terdahulu.

Lihatlah bagaimana pemimpin Islam menyikapi diberikannya tanggung jawab dalam memimpin. Mereka akan menolak karena takut tak mampu mengemban amanah itu. Mereka takut keangkuhan dan kesewenangan bersarang dalam dadanya. Mereka takut ketika nanti memberi jawaban pada Sang Maha, usai nyawa lepas dari jasadnya.

Sebaliknya, lihat pula bagaimana kejayaan Firaun tumbang dengan mudahnya. Akibat kecongkakan dan kedzalimannya, Firaun yang memiliki kekuasaan begitu dahsyat, mati di tengah laut saat ingin mengejar Nabi Musa As dan pengikutnya.

Begitu pula kehancuran kejayaan Raja Namrud yang membakar Nabi Ibrahim AS. Ia mati hanya dengan seekor nyamuk. Ketika nyamuk memasuki lubang hidung Namrud yang bertubuh sangat besar, nyamuk itu bergerak sampai ke otaknya. Bertahun-tahun Namrud tersiksa siang malam sampai akhirnya meninggal.

Teramat banyak sejarah yang mengisahkan kejayaan atau kehancuran masa lalu. Dari masa ke masa, sejarah itu terus berulang. Hanya berganti pemeran, waktu, dan tempat. Sekarang, masyarakat dijejali kenyataan kepahitan hidup akibat kebijakan penguasa. Semoga penguasa bisa belajar sejarah masa lampau, sebelum ajal menjemput mereka. 

Sebelum sesal datang seperti Firaun dan Namrud.
Sekarang, masyarakat juga dijejali pemberitaan seputar calon kandidat pemimpin DKI mendatang. Beragam cara dilakukan kandidat agar dirinya dipilih sebagai pemimpin. Menjual diri dengan aneka janji.

Padahal berkali-kali rakyat memiliki pengalaman didustakan penguasa. Bahkan calon kandidat tak segan saling menjatuhkan. Sungguh, sebuah cara yang bertolak belakang dengan sejarah kejayaan masa lalu. Namun, begitulah sistem yang ada di akhir zaman.

Saya teringat pembicaraan dengan salah satu petinggi sebuah parpol, belum lama ini. Tidak dipungkiri, parpol lebih fokus memikirkan urusan kalah menang dalam pemilu atau peraihan suara. Memikirkan urusan rakyat, entah urusan keberapa. Jadi, masih adakah parpol yang bisa dipercaya? Anda yang lebih tahu.

Kita yakin, calon kandidat mengetahui sejarah kedigdayaan tokoh Islam, kejayaan Islam serta kehancuran peradaban masa lalu.

Pertanyaannya: masih adakah calon pemimpin yang memiliki keinginan meneladani kepemimpinan seperti pemimpin era kejayaan Islam dan menghindari pola dan cara kepemimpinan yang membawa pada kehancuran? Masih adakah yang merealisasikan tampuk kepemimpinan sebagai amanah?

Di tengah kebobrokan sistem dan fitnah dajjal yang makin merangsek di akhir zaman ini, kita hanya bisa berdoa semoga calon pemimpin nanti masih memiliki aqidah kuat dan hati nurani. Semakin hari makin kita rasakan Islam kembali menjadi asing. Lalu, masih adakah pemimpin yang kita rindukan?

Jika belum ada, ingatlah: Kualitas pemimpin tergantung kualitas orang-orang yang dipimpinnya. Tak elok pula hanya mengharapkan pemimpin berkualitas, namun yang dipimpinnya enggan meningkatkan kualitas dirinya. Wallahu a’lammu. Allahumma shalli alaa Muhammad. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine