Selasa, 02 Juli 2013

Be Yourself


Terdapat sebuah alkisah sederhana, ceritanya ada sebuah perusahaan kecil sedang merekrut SDM baru guna menunjang lancarnya serta kemajuan usaha yang sedang dijalankan. Lalu, sebut saja A mengajukan diri karena tertarik dengan pekerjaan tersebut. 
Dengan kemampuan yang mumpuni serta semangatnya, ia menyanggupi semua syarat dan aturan yang dijelaskan HRD perusahaan itu. Bahkan saking semangatnya dengan lantang A menyatakan bisa melakukan lebih dari apa yang diharapkan perusahaan. Dengan mengevaluasi pengalaman kerja dan semangatnya A, pihak perusahaan menganggap sebagai pertanda baik, maka A diterima sebagai pegawai baru.

Singkat cerita, sebulan sudah A bekerja diperusahaan tersebut. Dan apa yang dikerjakan A, dengan semangatnya yang tinggi hasilnya cukup memuaskan meski baru bisa dikatakan mampu memenuhi 75% dari yang ditargetkan perusahaan. Dari kondisi dan waktu yang cukup singkat tersebut perusahaan tidak mempermasalahkannya, dan dengan bijaknya dianggap A masih perlu adaptasi. Disisi lain, pihak perusahaan menilai bahwa kekurangan yang ada pada A bukan terletak dari kemampuan dirinya dalam bekerja melainkan prilaku yang kerap meremehkan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. 

Selebihnya, dikemudian hari A mendapat bimbingan dan pengarahan dalam bekerja.
Tiga bulan berlalu sudah, A dengan prilaku yang tentu saja mempengaruhi terhadap kinerjanya masih menunjujukkan tidak ada perubahan yang significant. Oleh karena itu, pihak perusahaan memanggilnya untuk membahas kondisi tersebut. Lalu apa hasilnya? Ternyata yang menjadi kendala pada prilaku A dalam bekerja adalah keegoisan prinsip dan tidak perduli orang lain atau lingkungan. Mau orang lain susah, perusahaan bangkrut, kalau menurut istilah bahasa sundanya itu “sabodo teuing” yang terpenting sudah memenuhi kewajian pokok yang sudah dianggapnya cukup. Hal tersebut disimpulkan dari pernyataan A bahwasannya; perusahaan mau memberi pengarahan X atau Y juga tidak akan ada gunanya karena pada tempat bekerja sebelumnya dia terbiasa dengan kebiasaan Z. Dan dengan pernyataan singkatnya A berkata “saya adalah saya”. Akhir cerita, pihak perusahaan bilang kepada A; elo, gw, end alias dipecat (LOL)
Dari cerita dan kasus sederhana diatas terdapat gambaran bahwasannya, be yourself  itu tidak cukup hanya menjadi diri sendiri, karena menjadi diri sendiri bisa positif dan juga bisa negatif. Seperti halnya A yang berprinsip “saya adalah saya, mau diterima ya begini, nggak mau ya sudah”. Akhirnya sisi negatiflah yang menonjol karena sudah tentu tidak akan mendukung terhadap kemajuan perusahaan jika hanya menganggap cukup kewajiban pokoknya saja yang ia sendiri tanpa menyadari bahwa kewajiban utamanya pun belum terpenuhi 100%. Bahkan A tidak sadar pula bahwasannya disetiap perusahaan manapun loyalitas dalam bekerja sangat diperlukan. Disisi lain menjadi diri sendiri memang penting karena tentu saja dari setiap individu tidak ingin pribadinya terpecah-pecah. Semua orang mengharapkan memiliki pribadi yang utuh yakni pribadi yang telah dikembangkan. Artinya, karakter bawaan yang positif ditonjolkan sementara yang negatif dapat terkontrol. Lalu, bagaimana seseorang dapat menjadi diri sendiri?

Mengenali diri! Seseorang harus mengenal dirinya dengan jujur. Sisi negatif kepribadian kita memang tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikendalikan. Jika kita terus mengembangkan sisi positif, sisi negatif itu lama-lama akan terkikis. Namun jika kita stag, sisi negatif itu akan muncul kembali. Karena pada dasarnya itu sudah ada dan terekam dalam diri seseorang. Sebaliknya, sikap positif jika tidak dikembangkan akan mengempis.

Mengontrol karakter! Karakter tidak bisa dirubah tetapi dapat dikontrol. Seseorang yang pembawaannyaintrovert tidak bisa berubah menjadi ekstrovert. Namun, sikap diam itu dapat dikelola menjadi diam yang tetap aktif. Artinya, jika memang perlu bicara, ya harus berbicara. Karakter positif bisa dimasukkan pada saat yang tepat dan tidak perlu dipaksakan. Sebenarnya kita dapat memilih saat yang paling tepat untuk mengambil sikap, membuka diri secara bertahap, memilih lebih selektif siapa yang dapat kita ajak bicara. Tidak perlu memberi masukkan pada orang yang tidak membutuhkan dan tidak perlu selalu membenahi orang lain bila tidak diminta. Kalau pun ada orang memberi masukkan tidak harus diserap 100 persen, akan lebih baik jika pertimbangkan dan disesuaikan dengan sifat yang dimiliki.

Memberi argumen yang jelas! Jika kita bertamu lalu disuguhi sesuatu yang tidak disukai, bagaimana menolak dengan halus. Sebelum mengahdiri suatu acara, ada baiknya memiliki wawasan tentang siapa dan acara apa yang akan kita datangi. Secara etika kita juga harus memberi argumen yang memperjelas alasan menolak suguhan tersebut.

Dari kasus diatas, seharusnya A dapat menempatkan diri, sadar bahwasannya pemimpin berhak mengatur bahkan mneyuruh pegawai. Kalau sudah terjebak berada dilingkungan tersebut sudah menjadi kewajiban untuk mengikuti aturan yang berlaku, termasuk memenuhi kewajiban sebagai pegawai dalam beretika. Jika A sadar dengan kebiasaan lamanya, seharusnya diungkapkan diawal termasuk mengenai kemampuan dan kesanggupan yang sesuai dengan dirinya. Saat bekerja bukan lagi ajang untuk tawar-menawar melainkan waktunya mengambil sikap, berhenti atau melanjutkan bekerja. Bagaimanapun tidak akan ada perusahaan yang mengikuti aturan masing-masing pekerjanya, kecuali yang mungkin dalam beberapa hal saja misalnya ketika diminta pendapat, dan itu pun pastinya melalui tahap pertimbangan tertentu. Seharusnya A jangan mengambil resiko dalam menekankan pendiriannya, terlebih pada atasan kalau masih membutuhkan pekerjaan tersebut. Disitulah pentingnya mengontrol diri.

Disisi lain, tindakan yang diambil pihak perusahaan dirasa sudah tepat, sadar bahwa tidak selalu bisa mengharapkan seseorang untuk berubah, terlebih sudah diberikan waktu yang cukup untuk beradaptasi. Andai saja A dengan komitnya dalam bekerja dapat memenuhi kewajiban utama yang diharapkan perusahaan, pasti tidak menutup kemungkinan pihak perusahaan mempertahankannya. Pengarahan dapat disampaikan dengan cara lain yang mungkin lebih tepat hingga mengenai sasaran.
Jadilah diri sendiri yang positif, dengan demikian akan termotivasi untuk terus positif. Wallahu’alam bishawab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine