Selasa, 02 Juli 2013

Ambisi Orangtua vs Prestasi Anak


Pernahkah Anda mengamati apa yang dilakukan oleh para orangtua di sekitar kita? Atau bahkan hal ini bisa saja terjadi pada diri Anda sendiri. Tidak bisa kita pungkiri, sejak dini anak-anak telah dikenalkan dengan persaingan.
Bentuknya pun beragam, mulai dari lomba, sayembara, kompetisi hingga olimpiade. Ini bertujuan agar anak memiliki mental kompetitif dan tidak gampang menyerah. Selain itu, sekolah pun tidak mau ketinggalan. Berbagai program disiapkan agar anak menjadi seorang pemenang. Apa yang dilakukan oleh pihak sekolah tidak sepenuhnya salah, karena memang tuntutan era globalisasi seperti itu.

Program yang sekarang sedang hangat-hangatnya dibuat oleh sekolah adalah RSBI atau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional. Tidak sedikit orangtua yang berusaha untuk memasukkan anaknya ke dalam sekolah-sekolah dengan standar internasional. Mahalnya biaya tidak menjadi halangan. Padahal yang sekolah disana belum tentu menjamin si anak akan sukses nantinya.

Tanpa orangtua sadari, sikap ambisius orangtua seringkali membuat anak terkungkung dalam situasi yang menekan. Ambisi ini dapat berupa sikap menuntut anak untuk berprestasi pada suatu bidang. Tak jarang, bila anak gagal mencapai target, anak akan dianggap bodoh dan gagal. Kompensasinya, orangtua akan memarahi, “menghina”, atau menyindir. Dan untuk memenuhi ambisi tersebut, anak akan diikutkan bimbingan belajar dan tambahan pelajaran agar tidak tertinggal.

Sistem pendidikan dewasa ini menetapkan kurikulum dengan jam belajar yang semakin bertambah panjang, 8 jam di sekolah masih harus ditambah beberapa jam lagi di luar sekolah. Situasi seperti ini, membuat kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi menjadi sempit, dan ini bisa menjadi tekanan tersendiri bagi anak. Kondisi seperti ini membuat anak tumbuh dalam ketakutan untuk gagal dan melakukan kesalahan.

Pada akhirnya hal ini membuat batin anak menjadi tertekan, sehingga apapun kegiatan positif yang dipilihkan orangtua akan menjadi momok bagi si anak. Bisa saja, anak akan membolos dan menggunakan berbagai alasan untuk menghindari kegiatan tersebut.

Jika sudah begini, impian untuk mendapat prestasi akademisyang baik tinggal menjadi kenangan. Motivasi berprestasi anak akan turun dan yang ada hanyalah perasaan cemas serta takut gagal. Anak akhirnya enggan mencoba meraih nilai cemerlang dan bukan tak mungkin, anak akan gagal meraih prestasi dan tak naik kelas.

Hal ini bukan akhir yang diharapkan oleh setiap orangtua. Semua orangtua tentunya berharap bahwa anaknya akan memiliki prestasi cemerlang dan dapat menjadi kebanggaan orangtua. Bahkan bila perlu, anak dapat membawa nama bangsa ke ranah internasional. Nah untuk mendapatkan itu, orangtua perlu mendukung anak. Perhatian, keadaan lingkungan, menjaga kesehatan, serta asupan gizi menjadi salah satu hal penting untuk meraih kesuksesan.

Namun yang perlu diingatkan adalah, apa yang mereka lakukan hanya untuk kemajuan anak. Bukan untuk ambisi atau obsesi pribadi. Jangan sampai anak merasa tertekan dan tidak nyaman dalam menjalani hidup. Biarkan mereka memilih apa yang terbaik bagi mereka. Sebagai orangtua, kita hanya mendukung dan mengarahkan saja supaya pilihan mereka benar-benar sesuai dengan kemampuan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine