Selasa, 24 Mei 2016

Menghindari Pajak dan Zakat, Bolehkah?

Murniati Mukhlisin
Murniati Mukhlisin
Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan Sakinah Finance, Colchester-Inggris)

Kasus Panama Papers membuat para pemilik nama yang disebutkan dalam daftar bak kebakaran jenggot. Perdana Menteri Inggris David Cameron tak ketinggalan gusarnya ketika nama mendiang ayahnya Ian Cameron ikut disebutkan.
Betapa tidak karena Cameron disangka telah mengambil keuntungan dari investasi off-shore untuk menunjang karier politiknya dengan mengelak dari membayar pajak kepada pemerintah Inggris. Hingga saat ini Cameron masih terus menjelaskan duduk persoalannya.

Kali ini Sakinah Finance ingin berbagi kepada penggiat manajemen keuangan keluarga syariah mengenai perpajakan dan per-zakatan supaya dapat mengatur keuangan lebih baik lagi.

Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

Dalam perpajakan ada dua istilah yang mirip tapi berbeda. Keduanya adalah suatu usaha untuk mengurangi kewajiban membayar pajak kepada pemerintah. Penghindaran pajak adalah legal sedangkan pengelakan pajak adalah ilegal.

Penghindaran pajak dilakukan untuk mendapatkan manfaat dan insentif pajak yang ditawarkan dalam rangka menghemat pengeluaran pajak sedangkan pengelakan pajak dilakukan dengan cara melanggar Undang-undang Perpajakan sehingga penerimaan negara dirugikan.

Penghematan atau penghindaran pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menahan diri (seperti tidak merokok supaya terhindar dari cukai tembakau, tidak membeli barang impor supaya tidak membayar pajak impor).

Cara lain adalah dengan pindah lokasi (membuka peluang bisnis di daerah Indonesia Timur untuk mendapatkan insentif pajak), atau ke negara suaka pajak (Tax Havens Country) seperti kasus Panama Papers. Namun tetap takhluk dengan undang-undang lainnya sehingga bukan disebut aksi pengelakan pajak. Ada beberapa lagi cara-cara lainnya.

Adakah Penghindaran atau Pengelakan Zakat?

Ada isitilah penghindaran zakat, salah satunya adalah menggunakan harta untuk kegiatan bisnis sehingga tidak habis dimakan zakat (HR Al-TIrmidzi dan Al-Daraquthni dengan sanad lemah tentang harta anak yatim dalam Kitab Bulugh Al-Maram No. 632). 

Ada juga pengelakan zakat dengan niat sengaja walau tahu, merasa sudah cukup karena sudah membayar pajak atau tidak sengaja karena tidak tahu seluk beluk zakat.

Kesadaran membayar zakat dengan perhitungan yang benar masih minim di kalangan masyarakat Muslim. Salah satu penyebabnya adalah karena tidak ada perintah wajib pungut zakat. Adapun perhitungan serta penyerahan kepada penerima zakat (mustahik) diserahkan sepenuhnya kepada pembayar zakat (muzakki).

Faktor lain adalah kurangnya kesadaran untuk belajar menghitung zakat dengan pemahaman fikih yang benar. Sebenarnya sudah banyak usaha ustadz-ustadzah dan lembaga zakat untuk sosialisasi bahkan menyediakan kalkulator zakat secara online.

Tujuannya tentu saja untuk membantu keluarga mengecek perhitungan zakatnya. Sayangnya masih saja yang banyak belum semangat berzakat. Padahal puncak keberkahan keuangan keluarga salah satunya adalah dari dikeluarkannya zakat.

Hal ini terungkap dalam beberapa pelatihan Sakinah Finance bagi komunitas Muslim Indonesia di sekitar Inggris, Amerika dan Jerman. Lebih kurang 50 persen peserta tidak tahu jenis-jenis zakat secara detailnya, begitu juga cara menentukan nisab, haul dan kadarnya, serta bagaimana menyalurkannya.
Bahkan ada peserta yang pernah berkomentar bahwa dia dan suami sudah sepakat untuk membayar zakat setiap bulan sebesar 10 persen dari pendapatan yang diterima, tidak perlu ada pembayaran zakat lainnya karena dianggap sudah mewakili. 

Padahal kita bias baca dalam sejarah, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a memerangi siapapun yang mengelak membayar zakat (Kitab Bidayah Wan Nihayah hal 84). Begitu seriusnya, beliau mengirim secarik tulisan dengan cap Rasulullah SAW mengenai cara menghitung zakat:

...Jika mencapai dua puluh lima ekor hingga tiga puluh lima ekor, zakatnya seekor unta betina:...Jika lebih dari tiga ratus ekor kambing, maka setiap seratur ekor zakatnya seekor kambing...Setiap dua ratus dirham zakatnya seperempat puluhnya (dua setengah persen)...(HR Abu Daud No. 1340; HR Nasa’i No. 2412)

Banyak lagi ayat Al-Qur’an dan hadits lainnya yang berkenaan dengan jenis benda zakat dan rincian perhitungan zakat. Buku-buku cara menghitung zakat pun sudah banyak beredar.

Harmonisasi Pajak dan Zakat
Harmonisasi pajak dan zakat sudah sering dilakukan, seperti di Malaysia misalnya, zakat dapat menjadi potongan sesuai dengan jumlah yang dibayar atas seluruh kewajiban pajak individunya (100 persen).
Sedangkan untuk perusahaan, zakat yang dibayarkan dapat mengurangi kewajiban pajaknya maksimum 3 persen dari keuntungan/RM20,000 atau 2,5 persen dari jumlah pendapatan, tergantung jenis perusahaan (Sumber: Malaysian Institute of Accountants).

Di Indonesia, walau belum terintegrasi penuh seperti di Malaysia, sudah memberikan kelonggaran bagi wajib pajak baik individu maupun berbentuk badan usaha untuk dapat menjadikan pembayaran zakatnya sebagai pengurang penghasilan kena pajak maksimum 2,5 persen dari jumlah penghasilan bruto.

Ketentuan ini juga berlaku kepada pemeluk agama selain Islam, lihat UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir UU No. 36 Tahun 2008 dengan PP No. 60 Tahun 2010.

Kesimpulannya, keluarga harus lebih pandai mengelola kewajiban pajak dan zakatnya. Penghindaran pajak dan zakat boleh dilakukan dengan syarat-syarat yang ditentukan namun pengelakan pajak dan zakat sama sekali tidak diperkenankan.

Jangan sampai banyak harta namun tidak menjadi warga negara patuh pajak, jangan sampai banyak harta namun kewalahan untuk membayar zakatnya karna harta diam tidak bermanfaat. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine