Jumat, 20 Mei 2016

Haruskah Menunggu Tua?

Kakek, nenek, dan cucu/ilustrasi

Oleh M Husnaeni

Tidak sedikit Alquran menceritakan sosok pemuda ideal. Tidak sekadar memuji, Alquran bahkan menjadikannya sebagai teladan zaman. Ada Ibrahim, potret pemuda yang gigih menegakkan tauhid di tengah para penggiat syirik. "Sungguh Ibrahim adalah imam yang layak dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali dia bukanlah pelaku syirik" (QS an-Nahl [16]: 120).
Putra beliau, Ismail, adalah tipe pemuda yang berhati jujur dan suci. Ketika Ibrahim mengabarkan wahyu Allah untuk menyembelih dirinya, jawaban Ismail adalah, "Wahai Ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah aku termasuk orang-orang yang sabar" (QS as-Shaffat [37]: 102). 
Alquran juga mengabadikan kisah Yusuf. Pemuda tampan ini sungguh luar biasa. Ketika dirayu Zulaikha, wanita cantik yang juga istri pembesar Mesir, Yusuf sanggup menundukkan gelombang syahwatnya sebagai lelaki normal. Dia lebih memilih penjara ketimbang berbuat mesum. "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku" (QS Yusuf [12]: 33).

Dan, yang juga terkenal adalah kisah Ashabul Kahfi. Cave of the Seven Sleepers, itulah nama situs bersejarah di Yordania yang jadi saksi atas tujuh pemuda bersama anjing mereka. Ngumpet demi mempertahankan akidah, mereka diselamatkan Allah dari kezaliman penguasa setempat. Tujuh pejuang tauhid itu ditidurkan Allah selama 309 tahun. "Sungguh mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula petunjuk untuk mereka" (QS al-Kahfi [18]: 13).

Cukuplah cuplikan kisah pemuda teladan itu. Hal yang penting kita cermati, masing-masing pemuda itu hebat ternyata bukan sekadar berotak cerdas atau berbadan kesatria. Mereka punya idealisme iman. Dan, kita tahu, iman adalah kemantapan hati yang diikrarkan dengan lisan, kemudian dinyatakan via tindakan. Itulah kunci keunggulan dan kehebatan diri.

Sekarang mari kita becermin: sudahkah pemuda kita punya keimanan prima itu? Minimal berusaha mematut-matutkan diri agar dapat seperti mereka. Kita tengok masjid kita. Berapa banyak pemuda kita yang aktif jamaah di sana? Ketika Maghrib mungkin bisa dikatakan lumayan, tetapi bagaimana dengan Isya dan terlebih lagi Subuh? Juga dalam majelis taklim, sudahkah penuh oleh pemuda atau justru para tua?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine