Rabu, 06 Desember 2017

Teladan dalam Berpikir Jernih ..

Rasulullah


Dalam Alquran surah al- Ah zab ayat 21, Allah berfirman yang artinya, Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik. Sepanjang hayatnya, Nabi Muhammad SAW membimbing umat manusia menuju kebaikan di dunia dan akhirat. Pembawa risalah Islam ini merupakan guru kehidupan yang paripurna. Keteladanannya tidak habis-habis menginspirasi setiap generasi, baik Muslim maupun non-Muslim.

Sebelum Rasulullah SAW lahir pada 12 Rabi'ul Awwal Tahun Gajah (571 Masehi), bangsa Arab hidup dalam kabilah-kabilah dengan fanatisme kesukuan yang kuat. Semangat fanatisme itu kadang kala hanya di dasarkan pada emosi yang menyulut konflik tanpa berpikir jernih. Seorang pemimpin kabilah tidak segan-segan memaklumkan perang terhadap kabilah lain bilamana merasa tersinggung akan sebuah persoalan.Pada akhirnya, rakyat biasa dapat menjadi korban kepentingan politik kekuasaan.

Bahkan, sebelum risalah kenabian datang, sosok Nabi Muhammad SAW sudah menampilkan keteladanan dalam berpikir jernih. Hal ini tampak dari peristiwa renovasi Ka'bah di Makkah, sebagaimana diuraikan Nur Kholis (2002) dalam disertasinya untuk McGill University Kanada. Saat itu, Nabi Muhammad SAW baru berusia 35 tahun. Masyarakat Makkah hampir selesai mem perbaiki Ka'bah agar dapat difungsikan kembali sebagai pusat kegiatan spiritual.

Masalah mulai terasa ketika Hajar al-Aswad hendak dibawa ke tempatnya semula pada dinding Ka'bah. Setiap pemimpin kabilah bersikeras untuk meletakkan kembali Hajar al-Aswad sebagai tanda kehormatan. Perang antarkabilah mungkin saja terjadi bila tidak ada dialog.

Para pemimpin kabilah akhirnya menyepakati bahwa siapa pun yang pertama kali memasuki Ka'bah esok pagi hari itu berhak menengahi persoalan mereka. Ternyata, orang itu adalah Nabi Muhammad SAW. Semua pemimpin kabilah tampak gem bira begitu mengetahui sang al-Amin menjadi penengah mereka. Sejak belia, Nabi Muhammad SAW sudah dikenal masyarakat Makkah sebagai orang yang adil dan terpercaya.

Setelah menyimak persoalan mereka, Nabi Muhammad SAW membentangkan sorbannya dan menaruh Hajar al-Aswad di atas sorban itu. Alih-alih membawa batu mulia itu sendirian, Nabi Muhammad SAW mengajak setiap tokoh dari kabilah-kabilah yang berbeda untuk memegang ujung sorban itu.

Dengan begitu, setiap kabilah sama- sama meletakkan Hajar al-Aswad ke tempat semula.

Demikianlah Rasulullah SAW secara halus mengajarkan kepada mereka untuk mengatasi masalah tanpa menimbulkan persoalan baru.

REPUBLIKA.CO.ID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine