Minggu, 15 Desember 2013

Psikosomatik, Sehat Tapi Banyak Keluhan

Ayah saya meninggal enam bulan yang lalu. Saya anak tertua, laki-laki 23 tahun, dan adik saya perempuan 20 tahun. Kami amat kehilangan. Pulang kantor, ayah saya yang berumur 52 tahun mengeluh nyeri dada, beliau minta dikeroki oleh Ibu. Kami segera membawanya ke rumah sakit. Di unit gawat darurat, Ayah dinyatakan mendapat serangan jantung akut. Malam harinya irama jantung ayah tak terkendali dan beliau meninggal dunia.

Kami sekeluarga amat terpukul, khususnya Ibu. Selama ini ayahlah yang selalu mengambil keputusan dalam keluarga. Kami hanya menurut. Ayah merupakan satu-satunya yang mempunyai penghasilan untuk keluarga. Untunglah beliau memiliki perusahaan sendiri sehingga kami sekeluarga masih mendapat penghasilan dari perusahaan.

Namun, kehidupan Ibu amat berubah. Beliau menarik diri dari pergaulan. Jika selama ini Ibu rajin menghadiri pengajian, sekarang tidak lagi. Nafsu makan beliau menurun dan bertambah kurus. Tidur juga kurang lelap. Sering saya di tengah malam terbangun karena Ibu masih belum tidur dan menonton televisi.

Belakangan Ibu mengeluh. Mulai rasa berdebar-debar, nyeri di otot punggung. Kadang-kadang juga ada kaku di betis. Sakit kepala berpindah-pindah. Sehabis menonton acara ruang kesehatan di televisi, tiba-tiba saja beliau merasa terkena kanker rahim karena gejala yang dibahas sesuai dengan yang beliau rasakan.

Saya bawa Ibu berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam. Ibu mengalami berbagai pemeriksaan laboratorium, juga rekaman jantung. Menurut dokter, semua normal. Dokter menyimpulkan, gejala tersebut karena kelainan emosi, gangguan psikosomatik.

Penjelasan dokter tersebut menimbulkan rasa lega, namun juga menimbulkan kebingungan. Bingung karena ibu sendiri merasa tetap sakit meski telah dijelaskan oleh dokter bahwa badannya sehat. Apa yang harus saya lakukan? Mungkinkah kelainan psikosomatik ini disembuhkan? Apakah kelainan ini dipengaruhi oleh meninggalnya ayah saya?

Jawab

Dokter tak jarang mendapatkan gejala penyakit yang kualitas maupun kuantitasnya tak sesuai dengan kelainan fisik. Misalnya, keluhan berat badan menurun, rasa gemetar, dan banyak keringat. Gejala ini dapat disebabkan oleh peningkatan fungsi kelenjar tiroid (hipertiroid). Namun, ternyata pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang (laboratorium) tidak sesuai dengan gejala tersebut. Maka, dokter akan memikirkan gejala tersebut sebagai gejala psikosomatik.

Gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala yang menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dan timbulnya gejala-gejala tersebut. Dokter dan juga dokter spesialis penyakit dalam memang dididik untuk menemukan gangguan psikosomatik.

Perhatian terhadap gangguan psikosomatik sudah cukup lama. Sekitar tahun 1960 Prof Aulia mendirikan poliklinik psikosomatik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Poliklinik ini b menerima pasien yang telah mengembara ke berbagai dokter dengan keluhan yang berbeda-beda. Keluhan dapat berupa keluhan jantung, saluran cerna, saluran napas, dan lain-lain. Keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem yang lain. Keluhan tersebut biasanya ada hubungannya dengan emosi. Juga didapatkan adanya ketidakseimbangan susunan saraf otonom, misalnya banyak keringat, berdebar-debar.

Perasaan negatif

Titik tolak keluhan tersebut biasanya adalah perasaan negatif. Gejala timbul biasanya juga didahului oleh faktor pencetus, seperti kehilangan orang yang amat dicintai. Sudah tentu ada faktor predisposisi yang menyebabkan pasien rentan mengalami gangguan psikosomatik ini.

Saya masih ingat, Prof Aulia melukiskan kasus-kasus yang menarik di surat kabar yang menggambarkan gangguan psikosomatik ini. Meski waktu itu saya masih duduk di sekolah menengah, karena tulisan beliau mudah dimengerti, sedikit banyak saya juga memahami arti gangguan psikosomatik. Namun, untuk mampu mendiagnosis gangguan psikosomatik diperlukan pendidikan, diharapkan dokter umum, dokter spesialis penyakit dalam, maupun dokter spesialis jiwa akan dapat mendiagnosis penyakit ini.

Biasanya, dokter umum dan dokter spesialis penyakit dalam akan mengatasi kelainan emosi yang bersifat superfisial dengan psikoterapi suportif. Kelainan kejiwaan yang lebih dalam memerlukan penanganan dokter spesialis jiwa. Dokter juga biasanya memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengutarakan konflik yang dialaminya dengan mengutarakan kesusahan, kesedihan, atau kemalangannya. Dokter mendengarkan dengan sungguh-sungguh keluhan tersebut dan menanggapinya.

Upaya ventilasi dapat meringankan penderita. Jadi, gangguan psikosomatik pada umumnya diterapi dengan tiga cara: 1. terapi somatik atau simtomatik, 2. psikoterapi atau sosioterapi, dan 3. psikofarmakoterapi.

Pada penatalaksanaan kasus psikosomatik, terapi somatik saja bisanya tidak akan menyembuhkan keluhan karena diperlukan juga psikoterapi untuk menganalisis dan memengaruhi struktur kepribadian. Penatalaksanaan gangguan psikosomatik memerlukan waktu yang lama. Hubungan dokter dan pasien yang baik akan banyak membantu mencapai kesembuhan.

Saya gembira bahwa keluhan ibu Anda telah teridentifikasi dengan baik. Karena itu, saya anjurkan Anda meneruskan terapi kepada dokter yang selama ini telah mengobati ibu Anda. Sudah tentu Anda dapat mendiskusikan kepada dokter tersebut keperluan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis lain, seperti dokter spesialis jiwa. Namun, saya percaya, penyembuhan ibu Anda akan dapat dibantu dengan dukungan keluarga, terutama Anda dan adik Anda.

Dr Samsuridjal Djauzi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The World Its Mine