Sayang, di kawasan perkotaan dengan pola kehidupan materialistis yang sangat kental seperti sekarang ini, peluang anak untuk bermain semakin tipis. Makin minimnya ruang terbuka menjadikan kesempatan bermain bagi anak-anak perkotaan merupakan sesuatu yang sangat langka dan mahal.
Apa dampaknya? Para pakar pendidikan anak sepakat, sumber perkembangan penting bagi anak adalah bermain. Catron dan Allen dalam karyanya bertajuk Early Childhood Curriculum, misalnya, menyebutkan bahwa perkembangan anak secara optimal dapat dilakukan lewat bermain.
Aktivitas bermain tidak cuma melibatkan barang atau mainan, tetapi juga kata-kata ataupun gagasan yang memacu perkembangan berpikir. Karena itu, aktivitas bermain dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, berpikir kritis, serta membangun gagasan kreatif. Selain itu, lewat bermain, perkembangan sosial dan emosional anak dapat meningkat.
Sarana bermain
Kondisi sosial dan lingkungan fisik sebuah kota harus diupayakan untuk senantiasa bergerak ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, segenap warga kota, termasuk anak-anak, dapat mengembangkan potensi sekaligus menikmati kualitas kehidupan mereka secara maksimal.
Kota sebagai salah satu bentuk umum dari organisasi sosial semestinya bisa melengkapi diri dengan aneka fasilitas dan sarana bermain yang diperlukan anak-anak. Pengelola kota dalam hal ini harus mau berkomitmen dan menjamin bahwa semua anak bisa menikmati waktu luangnya dengan bermain sepuas-puasnya, aman, serta nyaman. Untuk itu, selain menyediakan sebanyak mungkin ruang terbuka hijau, kota yang sehat perlu pula menyediakan sebanyak mungkin taman bermain bagi anak-anak.
Secara garis besar, taman bermain ini mewujud dalam tiga kategori. Pertama, taman bermain bagi anak-anak berusia di bawah delapan tahun. Kedua, taman bermain bagi anak berusia 8-14 tahun. Ketiga, taman bermain bagi anak-anak di atas 14 tahun. Semua taman bermain ini tentu saja harus dilengkapi berbagai fasilitas pendukung yang bakal membuat anak-anak kerasan bermain, mengeluarkan segenap ekspresi, dan bereksplorasi seluas-luasnya.
Taman bermain ini idealnya dibangun tidak jauh dari pusat permukiman warga. Jarak taman bermain bagi anak berusia di bawah delapan tahun sebaiknya tidak lebih dari 100 meter dari kompleks permukiman. Taman bermain bagi anak yang berusia 8-14 tahun berjarak sekitar 400 meter dari pemukiman. Adapun untuk anak di atas 14 tahun, jarak taman lebih kurang 1 kilometer dari permukiman.
Di taman bermain inilah anak-anak dapat bermain bersama. Aneka bentuk dan jenis permainan dapat mereka lakukan di taman bermain ini. Mereka, misalnya, bisa bermain sorodot gaplok, ucing beling, gala asin, kaleci, sosorodotan, ayunan; memanjat pohon; dan bersepeda. Selain bermain bebas, mereka juga bisa bermain dengan diarahkan. Pada momen tertentu mungkin saja digelar acara khusus dengan menyajikan aneka permainan yang disesuaikan dengan jenjang usia mereka.
Target
Menyadari pentingnya aspek bermain bagi anak-anak, pengelola kota di sejumlah negara terus berupaya memperbanyak taman bermain bagi anak-anak. Mereka senantiasa memiliki target agar bisa menyediakan sekian puluh, bahkan sekian ratus, taman bermain bagi anak-anak di seluruh penjuru kota.
Tentu mereka harus merogoh kocek cukup dalam untuk dapat membangun taman bermain bagi anak-anak dengan berbagai fasilitas pendukungnya. Namun, hal ini tidak menjadi soal buat mereka. Kenapa? Para pengelola kota itu yakin bahwa menyediakan sebanyak mungkin taman bermain bagi anak-anak sesungguhnya merupakan investasi masa depan yang nilainya tidak bisa diukur dengan uang.
Investasi masa depan yang dimaksud adalah melahirkan generasi yang sehat secara fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Bagaimanapun, lahirnya generasi seperti ini akan berkontribusi berarti bagi terciptanya masyarakat yang sehat.
Sayang seribu sayang, ihwal pentingnya menyediakan taman bermain bagi anak-anak belum sepenuhnya dipahami oleh para pengelola kota di negeri ini. Yang terjadi, para pengelola kota di negeri ini cenderung lebih getol membangun hal-hal yang beraroma komersial demi mengeruk keuntungan finansial semata. Perhatikan saja, setiap jengkal ruang kota di negeri ini selalu diupayakan untuk dikomersialisasi.
Akibatnya jelas, semakin sulit bagi anak-anak kita untuk mendapatkan ruang yang menjadi haknya, yaitu ruang bermain. Padahal, menurut Pasal 31 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai hak asasi manusia, semua anak perlu bermain dan memiliki hak untuk bermain.
Sudah saatnya pengelola kota di negeri ini mulai menata ulang pola pembangunan kotanya. Berilah ruang lebih banyak bagi anak-anak kita untuk bermain dengan sebebas-bebasnya, sepuas-puasnya, dan senyaman-nyamannya sehingga perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual mereka berjalan dengan baik.
Kita tentu tidak ingin anak-anak kita tumbuh menjadi generasi sakit, yang akhirnya melahirkan masyarakat yang sakit pula.
DJOKO SUBINARTO Penulis Lepas; Alumnus Universitas Padjadjaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar