Pola pengasuhan memengaruhi kepribadian anak ketika tumbuh dewasa. Anak laki-laki yang dididik dengan baik dan benar sejak belia, akan tumbuh menjadi pribadi yang membanggakan dan dapat diandalkan oleh keluarganya. Orangtua perlu membekali anak, terutama anak laki-laki, dengan empati sejak belia.
Anak laki-laki yang semasa tumbuh kembangnya terlatih berempati, ia akan tampil sebagai pribadi yang memahami perasaan orang lain. Pribadi penuh empati seperti ini memudahkan ia untuk berteman, dan menjadikannya sebagai calon suami dan ayah yang baik untuk keluarganya kelak.
"Empati adalah kemampuan sosial yang sangat berharga dan bisa membantu diri sendiri, juga orang lain. Empati juga mencegah seseorang dari perilaku buruk yang melukai orang lain," jelas Shari Young Kuchenbecker, PhD, asisten profesor psikologi di Chapman University, Orange, California. “Empati adalah salah satu fondasi terbaik yang bisa orangtua berikan kepada anak laki-lakinya," lanjutnya.
Bagaimana cara melatih empati anak?
* Permainan seni peran
Ciptakan sebuah permainan, yang bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, terkait dengan sesuatu yang disukainya. Kalau anak menyukai sepakbola, saat ia menonton pertandingan sepakbola, Anda duduk bersamanya. Ketika pemain favoritnya ditugaskan menendang bola di kotak penalti, ajak anak Anda memposisikan dirinya seolah-olah menjadi pemain sepakbola tersebut. Ajak anak menelusuri perasaannya, bagaimana rasanya jika ia berada dalam posisi tersebut. Bagaimana tekanan yang ia rasakan, sekaligus semangat dan kebanggaan yang luar biasa. Dengan cara ini anak belajar mempertimbangkan perasaan orang lain dengan menempatkan dirinya berada di posisi orang lain tersebut.
"Jika cara ini dilakukan terus menerus setiap tahun, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang mampu mengatasi situasi emosi dengan baik," jelas Dan Kindlon, PhD, penulis buku Raising Cain: Protecting the Emotional Life of Boys.
* Picu anak membaca novel
Studi yang masih berlangsung di York University di Toronto menunjukkan seseorang yang membaca buku fiksi lebih sering dibandingkan nonfiksi memiliki empati lebih tinggi.
Para peneliti menelaah pengaruh bacaan fiksi terhadap empati. Menurut mereka, bagian dari otak yang digunakan untuk memahami karakter fiksi dari sebuah novel, sama dengan yang digunakan seseorang ketika memahami perasaan atau kondisi orang lain. Ketika bagian otak ini semakin sering digunakan, kemampuan seseorang dalam berempati akan terus terasah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar