Selasa, 07 Mei 2013
Biarkan Si Kecil Masuk Dapur
Si kecil senang bereksperimen memasak di dapur? Coba arahkan energinya dengan mengikuti kursus masak selama musim liburan. Aktivitas ini siapa tahu bisa menjadi pilihan kegiatan liburan yang mengasyikkan.
Senin (25/6/2012) pagi, suasana Restoran Cardamon di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, yang semula sunyi menjadi riuh rendah dalam celotehan dan jeritan belasan anak-anak. Pagi itu adalah hari pertama dari rangkaian empat hari kursus masak bagi anak-anak untuk usia 5-12 tahun yang diselenggarakan Dapur Anak (www.dapuranak.com). Di antara belasan anak-anak tadi tampak pula ada dua anak remaja yang turut serta.
Mengisi liburan dengan kursus masak tampaknya cukup diminati oleh anak-anak di perkotaan seperti di Jakarta. Beberapa program acara memasak di televisi, termasuk untuk anak-anak seperti Junior Master Chef, membuat anak-anak tergoda untuk menjajalnya.
Sebagian anak yang datang pagi itu ada yang didampingi orangtua, pengasuh, nenek, ataupun bibi. ”Saya hanya bisa menemani Mayla sebentar, setelah itu harus ke kantor, nanti asisten yang melanjutkan menemaninya. Saya tadinya bingung cari kegiatan untuk anak selama libur sekolah,” kata Ida Dewayanti, yang pagi itu mendampingi anaknya, Mayla Uma Gunawan (8).
”Sebelum mulai memasak, semua harus melakukan apa dulu?” tanya Sri Martini Fuji Astuty, yang dipanggil Kak Fuji, kepada anak-anak yang berkumpul mengitarinya. ”Cuci tangan…!” seru anak-anak itu bersemangat. Mereka kemudian berbaris rapi menuju wastafel di toilet untuk mencuci tangan.
Hari itu anak-anak akan memasak tiga menu, yakni steak tahu-daging, puding roti, dan lumpia ayam. Puding roti, yang terbilang mudah, dimasak lebih dahulu. Bahannya hanya roti tawar, susu cair, krim segar, gula pasir, telur, dan chocolate chips. Setiap anak lalu memotong-motong lembaran-lembaran roti tawar. Sebagian anak tampak telah terbiasa menggunakan pisau. Sementara itu bagi anak-anak yang belum terbiasa memegang pisau, pembimbing dari Dapur Anak membantu mereka dengan sabar.
Pembimbing dari Dapur Anak membagi peserta anak-anak dalam dua kelompok. Dengan demikian, aktivitas memasak dilakukan secara berkelompok, tidak individual. Anak-anak diajak bersabar untuk bergiliran melakukan tahapan memasak, misalnya memecahkan telur atau mengaduk adonan. Kemudian, tahapan lain seperti memberi taburan, menguleni, atau membentuk adonan, bisa dilakukan bersama-sama.
Selain belajar bekerja sama, mengasah kemampuan motorik halus dengan menggunakan berbagai peralatan masak, anak-anak juga belajar mengukur aneka bahan pangan. Misalnya saja mengukur berat gula dengan timbangan dan mengukur volume susu dengan alat takar.
”Kegiatan seperti ini secara tidak langsung mengajak anak- anak belajar bekerja sama, dan kemampuan motorik halusnya juga menjadi lebih terasah,” kata Ririn Agustarini, yang mendampingi keponakannya, Raffa Azzani Ratna Khansa (7).
Fuji mengatakan, para orangtua juga harus menginformasikan kondisi kesehatan anaknya serta alergi yang diidap jika ada. Dengan demikian, menu makanan yang akan dimasak disesuaikan dengan kondisi kesehatan anak-anak tersebut. Siang itu, misalnya, menurut Fuji, semula menu yang direncanakan salah satunya adalah lumpia udang. Namun, karena beberapa anak alergi udang, menu lumpia udang diganti dengan lumpia ayam.
Belajar tanggung jawab
Menurut Ririn, Raffa cukup aktif sehari-hari dan gemar bermain-main memasak di dapur. Raffa sebelumnya sudah pernah mengikuti kursus masak serupa saat liburan setahun sebelumnya. Kini ketika liburan sekolah datang lagi, kursus masak menjadi kegiatan yang dipilih Raffa.
”Aku sudah bisa bikin waffle saus cokelat di rumah,” ujar Raffa bangga.
”Daripada anak ngerecokin di dapur, lebih baik sekalian dilibatkan untuk membantu memasak. Di sini dia jadi ketemu komunitas bermain yang sama-sama sehobi,” kata Ririn.
Lenny Nurlaini (68), yang siang itu menemani cucunya, Trudy Kathelea H (9), juga merasa kursus masak untuk anak-anak bisa menjadi saluran bagi anak-anak yang senang memasak. Sejak di taman kanak-kanak, Trudy amat gemar bermain di dapur di rumah. Kini dia gemar memasak untuk anggota keluarganya. Bahkan, menurut Lenny, ketika ke toko buku pun Trudy langsung menyasar ke rak yang memajang buku-buku resep lalu meminta orangtuanya untuk membeli buku-buku tersebut.
”Kalau sudah libur begini, dia pasti minta ibunya untuk belanja macam-macam bahan untuk dia masak. Dia juga sudah bisa mengajari pembantu di rumah untuk masak macam-macam. Trudy juga senang banget masak untuk abangnya,” cerita Lenny.
Menurut Lenny, melalui memasak, anak juga diajak bertanggung jawab. Trudy misalnya, semula setiap kali selesai memasak membiarkan peralatan masak berantakan di dapur yang lalu dibereskan pembantu. Kini seiring usianya bertambah, Trudy diminta untuk mulai bertanggung jawab membereskan peralatan yang telah digunakannya untuk memasak.
Bagi anak-anak, bermain masak-masakan tentunya terasa berbeda dengan memasak sungguhan. Memasak sungguhan makanan dengan aneka resep yang sederhana membuat anak-anak dapat merasakan langsung proses membuat makanan. Tak hanya itu anak juga terdorong untuk lebih menghargai makanan. Saat anak gemar turut campur di dapur, orangtua juga tak perlu merasa direcoki, cukup mengawasi keterampilan sang anak saat menggunakan peralatan tajam dan api.
”Kita yang orangtua dukung saja apa yang disenangi anak selama itu positif. Siapa tahu nanti dia bisa jadi chef terkenal dan sukses buka restoran?” ujar Lenny.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar