Bismillahirrahmaarirrahim
“Ketika
anak Adam meninggal dunia, maka akan putuslah semua amalnya, kecuali
tiga hal, ilmu yang bermanfaat, shadaqah yang mengalir, dan anak yang
shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad)
Maka
sungguh sangat rugi, manakala seseorang sudah diberikan rezeki anak,
tapi dia tidak bersungguh-sungguh dalam mendidiknya menjadi anak yang
shalih. Potensi dan peluang besar di depan mata, terbuang tanpa ada
kebaikan yang di dapat. Berdasar pada pemahaman inilah, maka semestinya
kita sebagai orang tua sangat antusias, bersemangat, dan
bersungguh-sungguh dalam upaya mendidik anak – kita dengan
sebaik-baiknya. Pendidikan terbaik yang kita berikan kepada anak- anak
kita, sesungguhnya hasilnya akan kembali pada kita sendiri. Bagaimana
kita memperlakukan anak kita, seperti itu pula anak akan memperlakukan
kita sebagai orang tua.
Inilah yang dalam konsep pendidikan anak
dalam Islam, disebutkan bahwa metode pendidikan terbaik adalah melalui
contoh/teladan. Kalau orang psikolog mengatakan melalui metode
modelling. Dan ini juga rahasianya, maka Rasul saw di posisikan oleh
Allah swt untuk menjadi uswah/teladan (QS Al Ahzab 21) Secara fitrah
manusia akan gampang mengikuti sebuah nilai/konsep, manakala di sana ada
contoh. Jika kita ingin anak kita rajin membaca, mana, jadilah kita
orang tua yang rajin membaca, jika kita ingin anak kita suka tersenyum,
maka jadilah kita sebagai orang tua yang suka tersenyum. Jika kita ingin
anak kita menjadi anak yang pemurah, maka jadilah kita orang tua yang
pemurah. Kita menjadi cermin bagi anak-anak kita.
Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam memberikan contoh kebaikan pada anak,
terutama pada anak- anak balita yang masih berpikir kongkret:
1. Berilah contoh, sambil memberikan penjelasan.
Kisah
nyata yang sering terjadi misalnya begini. Seorang istri, memanggil
suaminya dengan panggilan “Mas Fulan” atau “Aa Fulan”. Nah jika kita
tidak memberikan penjelasan pada anak kita, maka pasti anak kita juga
akan memanggil ke ayahnya dengan sebutan “Mas Fulan” atau “Aa Fulan”.
Maka sebaiknya saat itu berilah penjelasan pada anak kita, bahwa kalau
ibu, panggil ayah dengan sebutan “Mas”, tapi kalau kamu, sebagai anak,
panggillah dengan sebutan “ayah”
2. Contoh diberikan secara berulang dan konsisten.
Sesuatu
yang diulang secara konsisten, akan dengan mudah diserap dan ditiru
oleh anak. Logikanya, jika hanya sesekali kita melakukan sesuatu, maka
memori penyerapan pada anak belum bisa menangkap secara sempurna.
Misalnya, ketika kita ingin memberikan contoh anak untuk membuang sampah
pada tempatnya, ini tidak cukup hanya sekali saja kita memberikan
contoh, terus besok buang sampah sembarangan, maka sudah bisa
dipastikan, anak juga akan membuang sampah secara sembarangan. Ini juga
rahasianya, ketika Rasul saw bersabda bahwa sebaik-baik amal adalah amal
yang dilakukan secara dawwam /kontinyu, terus menerus (khairul
adwaamuha).
3. Minta maaflah jika sesekali kita pernah kelupaan memberi contoh yang tidak baik/kurang tepat.
Pernahkah
Anda diprotes oleh anak-anak kita ketika suatu kali kita lupa, misalnya
makan/minum sambil berdiri? Atau lupa tidak komitmen dengan jadwal
keberangkatan yang sudah disepakati bersama? Ketika hal ini terjadi,
janganlah kita membela diri dengan menyampaikan argumentasi yang
dicari-cari, tetapi seharusnya secara sportif kita meminta maaf kepada
anak kita, atas kelalaian/kesalahan yang kita lakukan. Anak juga akan
dengan senang hati memaafkan kita, dan dia tahu, bahwa apa yang
dilakukan orang tuanya jangan diikuti, itu adalah sebuah kesalahan,
sekaligus di sini anak juga belajar dan mencontoh untuk menjadi orang
yang suka memaafkan, dan belajar untuk tidak segan meminta maaf manakala
terlanjur berbuat kesalahan pada orang lain.
Menjadi model buat
anak-anak kita, sekaligus juga adalah model buat masyarakat kita, karena
kita dan anak kita juga bergaul dengan masyarakat. Anak berlaku baik,
karena kebaikan contoh yang kita berikan, maka saat itulah “nilai
royalti” dari Allah akan diberikan kepada kita. Ayo… jadikan aktivitas
mendidik anak adalah sebagai prioritas dari sekian prioritas yang kita
miliki. Wa aslihlie fie dzurriyyatie… wallahu a’lam bishawab.
Karunia
Allah yang begitu besar bagi orang tua, adalah manakala diberikan
anak-anak keturunan yang shalih dan shalihah. Jika orang-orang yang
tidak beriman menjadikan anak sebagai aset kekayaan di masa depan, maka
sungguh…. bagi orang-orang beriman, anak adalah asset akhirat yang tak
ternilai harganya. Meski kita telah berkubang tanah dan menjadi tulang
belulang dan bahkan mungkin sudah hancur, kebaikan dan pahala akan terus
mengalir, manakala kita berhasil mendidik anak-anak kita menjadi anak
yang baik, seperti diharapkan oleh sang Penciptanya, Allahu Rabbul
izzati. Ibarat Royalti sebuah maha karya yang tak pernah putus. Pahala
itu akan terus mengalir, akan terus menemani hari-hari di alam barzakh.
Inilah yang dijanjikan oleh Allah swt, lewat lisan Rasul yang mulia,
Nabi Muhammad saw. Ketika dalam salah satu haditsnya, beliau bersabda:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar