Hubungan sosial dan dinamika keluarga merupakan suatu keniscayaan
fitrah bagi umat manusia. Hubungan dan dinamika ini tidak terlepas dari
suasana harmoni maupun disharmoni yang semuanya itu bertolak dari
pengelolaan konflik dan sumber-sumbernya secara baik sehingga apapun
yang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan menjadi sebuah
potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya. Seni pergaulan
inilah sebenarnya substansi ajaran Nabi bahwa berjamaah, berkumpul,
bersatu dan bermasyarakat itu dengan dilandasi kesabaran dalam arti luas
lebih disukai daripada kepribadian kuper yang isolatif apalagi
antisosial. Seni pergaulan untuk mengatasi berbagai perbedaan,
perselisihan, kontradiksi, pluralitas, heterogenitas, dan berbagai
variabel ketegangan hubungan membutuhkan manajemen konflik yang baik
bagaikan sebuah sajian orkestra yang membutuhkan gerakan dan permainan
bunyi yang harmonis dari berbagai instrumen yang kontradiktif sehingga
menimbulkan suara yang merdu dan bukan bunyi yang fals yang memuakkan.
Konflik
yang ada dalam pergaulan sosial dan kehidupan keluarga bagaikan garam
yang menjadikan masakan lezat dalam kadarnya yang proporsional dan
merupakan garam bagi bahtera rumah tangga yang membantu pelayaran kapal
mengarungi samudera menuju cita-cita keluarga yang bahagia. Konflik
tidak selalu negatif dan yang membuat konflik berdampak negatif adalah
cara menyikapi dan memahaminya.
Manajemen konflik ini dimaksudkan
untuk menjadikan variabel konflik menjadi kontrol dan bahan evaluasi,
mencari cara untuk menekan ketegangan, meredam letupan maupun ledakan
dan menghindari sebab-sebab pemicunya, mengatasi konflik yang timbul
dengan memprioritaskan keutuhan dan persatuan demi maslahat dan kebaikan
yang lebih luas dan panjang serta mengingat kebaikan yang ada (QS.
Al-Baqarah:237). Di samping itu berusaha membangun sistem dan budaya
komunikasi keluarga yang baik, lancar dan terbuka agar hubungan selalu
harmonis.
Konflik dalam keluarga yang hampir menjadi perbincangan
sehari-hari sebenarnya dapat dihindari paling tidak dapat diminimalisasi
bisa setelah perkawinan masing-masing pasangan menjaga komitmen untuk
selalu menjadikan perlakuan baik, sopan santun dan etika pergaulan
dengan pasangan hidup menjadi perhatian utama, sebagaimana mencurahkan
perhatian kepada kawan baru. Sebab bila pengantin muda mencurahkan
perhatiannya sama banyak kepada pasangannya sebagaimana kepada kawan
baru maka niscaya pasangan akan berhenti mengecam dan mencari kesalahan,
bukankah suami istri itu sudah menjadi satu melebihi saudara yang di
situ terdapat hak dan kewajiban ukhuwah. Samuel Vauclain direktur
Baldwin Locomotive Work: “Anda bisa mendapatkan apa saja dari setiap
orang asal Anda menghormati orang lain, dan menunjukkan bahwa Anda
menghargai kecakapan-kecakapannya.” Shakespeare: “Bersikaplah
seolah-olah Anda sudah mempunyai sikap baik itu, meskipun Anda belum
mempunyainya.” (QS. An-Nisa:19, QS. Al-Hujurat:10-12)
Hilangnya
etika pergaulan suami-istri dan sopan santun merupakan bibit kanker yang
menggerogoti benih-benih rasa cinta dan simpati. Semua orang mengatakan
hal ini, namun aneh sekali bahwa kita ini lebih sopan terhadap
orang-orang lain daripada terhadap anggota keluarga sendiri. Bahkan
ironisnya justru anggota-anggota keluarga kita sendiri yang paling dekat
dan kita sayangi, kita berani dan sering menghina serta menyakitinya
dengan mengecam kesalahan-kesalahan kecil mereka. Memang aneh tapi nyata
bahwa sesungguhnya orang-orang yang paling kita hina dan sakiti hatinya
biasanya adalah orang-orang terdekat yang tinggal serumah dengan kita
sebab, seperti kata psikolog Prof. Henry James bahwa kita ini semua buta
dan tidak peka terhadap perasaan-perasaan orang lain.
Sopan
santun dan etika pergaulan keluarga dalam manajemen konflik keluarga
adalah sangat vital sama pentingnya dengan minyak dalam mobil. Namun
begitu banyak orang yang di benaknya sama sekali tidak punya pikiran
untuk melemparkan hinaan dan hal-hal yang menyakitkan kepada rekan kerja
atau pelanggan, dengan seenaknya membentak-bentak pasangan hidupnya.
Padahal bagi kebahagiaan sendiri tentunya perkawinan adalah jauh lebih
penting dan berarti daripada usaha ataupun karir kerjanya. Dan sulit
dipahami mengapa seseorang tidak berusaha sama kerasnya mensukseskan
perkawinannya, seperti ia berusaha mensukseskan usaha, karir dan
perjuangan moral-sosialnya. Kita juga tidak habis pikir dan sulit
memahami sikap para pasangan yang kurang diplomatis dalam berkomunikasi,
apalagi bahwa perlakuan yang sopan dan manis sebenarnya jauh lebih
murah dan menguntungkan daripada sebaliknya, yakni kasar dan kurang
sopan.
Setiap orang tahu bahwa seseorang yang puas dan gembira
akan bersedia melaksanakan apa saja dan mengalah dalam banyak hal.
Demikian pula beberapa pujian dan penghargaan yang sederhana sudah cukup
efektif meredam pemicu konflik serta mendorong untuk memberikan
pelayanan dan perhatian balik yang sangat besar dengan biaya yang hemat.
Selanjutnya setiap pasangan juga tahu bahwa ciuman di mata pasangannya
dengan penuh kasih akan menutupinya untuk melihat
kekurangan-kekurangannya, dan bahwa ciuman yang mesra di bibirnya akan
membuat kata-katanya yang tajam dan pahit menjadi manis seperti madu.
Pantaslah psikolog kondang Alfred Adler pernah mengatakan dalam bukunya
Arti Hidup Ini Bagi Anda : “Siapa yang tak ada perhatian kepada
sesamanya, tidak saja akan mengalami banyak sekali masalah dalam
hidupnya sendiri, akan tetapi juga akan mendatangkan masalah bagi
lingkungannya. Mereka itulah orang-orang yang gagal di dunia ini.” Hal
ini sesuai dengan Hadits Nabi SAW.: “Barang siapa yang tidak
mempedulikan saudaranya muslim yang lain, maka ia keluar dari komunitas
mereka.” Artinya orang yang egois akan berpotensi masalah dengan
membentangkan jarak dan memicu konflik horizontal.
Ajaran Islam
sangat mengecam konflik liar tanpa kendali yang mengakibatkan
perpecahan. (QS Al-An’am: 65.Al An-aam:159.) Nabi saw selalu menyerukan
kepada kehidupan berjamaah dan persatuan, mengecam sikap konfrontatif,
disintegratif, perpecahan, serta mengajak ukhuwah dan mahabbah.
Rasulullah saw bersabda:”tangan Allah bersama Jamaah”. “Seorang Muslim
adalah saudara bagi muslim lainnya. Barang siapa membantu keperluan
saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya.” “Tidaklah beriman
salah seorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya
sebagaimana dia mencintai dirinya.” “Tidak boleh seorang muslim
menghindari saudaranya di atas tiga hari. Keduanya bertemu kemudian
saling menghindar. Orang yang paling baik di antara keduanya ialah yang
memulai salam”.
“Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan
Kamis, kemudian diberikan ampunan kepada setiap hamba yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali seseorang yang sedang
bermusuhan; lalu dikatakan (kepada Malaikat):Tangguhkan dua orang ini
sampai keduanya akur, tangguhkan dua orang ini sampai keduanya akur,
tangguhkan kedua orang ini sampai keduanya akur.” “Tiga orang shalatnya
tidak akan terangkat walaupun sejengkal di atas kepalanya: orang yang
mengimami suatu kaum tetapi kaum itu belum datang tetapi kaum itu
membencinya, wanita yang dibenci oleh suaminya dan dua saudara yang
saling bermusuhan.”
Allah memang telah menciptakan manusia
beraneka ragam kecenderungan, watak dan pembawaannya. Setiap orang
mempunyai kepribadian, pemikiran dan tabiat tersendiri. Hal ini terlihat
dari penampilan lahiriyahnya dan sikap mentalnya. Namun perbedaan ini
hanyalah merupakan perbedaan yang bersifat variatif dan bukan perbedaan
paradoksal yang bertentangan dan konfrontatif, melainkan ia merupakan
kekayaan. Sebagaimana Allah menciptakan beraneka ragam tanaman dan
buahnya walaupun disiram dengan air yang sama. Tabiat alam adalah
memiliki beraneka bentuk, iklim dan warna. Namun perbedaan itu hanyalah
sebagai perbedaan variatif saja dan tidak menimbulkan pertentangan
antara satu dan yang lainnya. Oleh karenanya, konflik yang dikelola
secara positif dan menjadi kekuatan dinamis, konstruktif, evaluatif,
check and balance, dan kontrol merupakan keniscayaan sebagai rahmat yang
Nabi saw tekankan sisi positifnya : “Perbedaan ummatku adalah rahmat”.
Akan tetapi perbedaan pendapat atau konflik yang kontra produktif dan
destruktif yang mengakibatkan perpecahan, perceraian dan permusuhan
dicela dalam Islam. Konflik inilah yang sangat dikecam oleh Al-Qur’an
dan sunnah Nabi saw. (QS. Ali Imran:103, 105, Al-Anfal:46)
Rumah
tangga yang bahagia merupakan impian setiap manusia. Kadar kebahagiaan
tersebut sangat dipengaruhi berbagai faktor di antaranya: Faktor pertama
berhubungan dengan masalah ciri-ciri kepribadian, kondisi perasaan dan
hubungan timbal balik antara individu dalam keluarga. Masalah ini
merupakan faktor yang paling dominan. Faktor kedua, meliputi hal-hal
yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan manajemen keuangan keluarga.
Faktor ketiga berkaitan dengan pemikiran-pemikiran umum untuk
mencemerlangkan kehidupan rumah tangga. Terutama dalam usaha mencapai
idealisasi luhur dan mewujudkan akhlaq dan agama yang luhur. Faktor
keempat berhubungan dengan masalah sosial, hubungan eksternal keluarga,
serta yang bersifat pemanfaatan waktu senggang atau hiburan.
Salah
seorang sosiolog mengadakan penelitian tentang standar adaptasi
suami-istri sebagai modal manajemen konflik rumah tangga untuk mencapai
kebahagiaan suami-istri yaitu:
1. Rasa cinta suami-istri harus terpatri erat
2.
suami-istri harus mau mengembangkan cara yang benar dan baik dalam
bergaul, saling menolong, membantu serta berusaha menjauhi hal-hal yang
dapat menyebabkan keretakan rumah tangga karena perbedaan pribadi.
3. suami-istri harus mau bekerja sama, mengenang memori bersama-sama, membangun benang kasih sayang dalam setiap kesempatan.
4. Suami-istri harus saling menjamin agar tercapai kepuasan masing-masing. Terutama dalam hubungan seks.
5. Suami-istri wajib berusaha bersungguh-sungguh memecahkan setiap problem rumah tangga yang muncul.
6.
Suami-istri harus saling memberikan kebebasan mengekspresikan hal yang
mungkin dilakukan. Bekerja untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
selama tidak bertentangan dan mengganggu kehidupan suami-istri dan
keluarga. Masing-masing pihak harus berusaha saling mengenal dengan baik
agar kesesuaian antara mereka dapat tercapai.
Lock berhasil
menyimpulkan dalam penelitiannya yang berkenaan dengan masalah urgensi
adaptasi suami istri untuk meredam konflik. Yaitu:
1. adaptasi merupakan faktor penting dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia.
2.
Saling pengertian berlandaskan pada benih-benih cinta dan emosi. Serta
tumbuhnya semangat dan keinginan untuk beraktivitas bersama. Juga rasa
saling menghormati dan saling pengertian.
3. Adaptasi bertumpu pada kemampuan masing-masing pihak menerima perasaan dan merespon emosi pihak lain.
Dr.
Zakaria Ibrahim mengkonfirmasikan bahwa kehidupan suami istri itu harus
diisi dengan rasa kebersamaan, saling mengisi dan merasa senasib
sepenanggungan. Suami istri hendaklah bersama-sama bersumpah untuk
saling setia. Masing-masing harus merasa sebagai bagian yang lain.
Ketulusan dalam berhubungan amat diperlukan. Perasaan, emosi, pemikiran
dan tujuan kehidupan harus merupakan satu kesatuan yang utuh.
Dr. Dale Carnegie merumuskan enam cara untuk membangkitkan kebersamaan dan persatuan:
1. Memberikan perhatian, simpati dan empati yang tulus kepada orang lain
2. Memberikan senyuman yang jujur bagaikan mekarnya bunga di taman
3. Menyapa dengan panggilan yang menyejukkan hati
4. Menjadi pendengar yang baik dan doronglah orang lain untuk mengungkapkan isi hati dan mengalirkan gumpalan pikirannya
5. Berbicara mengenai hal-hal yang mengasyikkan orang lain
6. Berusaha membuat orang lain itu merasa bangga dan penting serta mengaguminya dengan ikhlas.
Kadangkala
tidak dipungkiri bahwa suami istri memiliki pandangan yang berbeda dan
salah satu harus dapat meyakinkan dan menjelaskan alasannya. Di antara
metode komunikasi dan dialog yang sejuk serta meyakinkan orang lain
adalah:
1. Satu-satunya cara yang benar dalam mengatasi konflik, jangan emosi dan bertengkar.
2. Hormatilah pendapat orang lain dan jangan cepat memvonisnya salah
3. Jika Anda yang salah cepat-cepat dengan kesatria mengakuinya dan mohon maaf secara ikhlas
4. Memulai segalanya dengan cara yang ramah tamah
5. Mencoba merubah orang dalam pendekatan persuasif bukan konfrontatif
6. Biarlah orang yang Anda hadapi itulah yang banyak berbicara
7. Biarlah dia mengira bahwa gagasan terpilih itu datangnya dari dia
8. Coba melihat persoalan melalui kacamata orang lain
9. Bersikaplah simpatik terhadap gagasan dan pemikiran orang lain
10. Sentuhlah perasaan orang lain dengan cara yang baik
11. Jelaskan maksud dan pikiran Anda dengan jelas dan menarik (QS. Fushilat:34)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar