DALAM sebuah kegiatan seminar, ada seorang ibu yang menceritakan bahwa anaknya di-bully
di sekolah. “Bu, anak saya memakai kursi roda, sekolahnya di SD
negeri, setiap pulang di tubuhnya terdapat luka lebam. Suatu hari ada
orangtua murid yang melihat kejadian ketika seorang anak dengan keras
secara sengaja mendorong kursi roda, anak saya terjatuh ke lantai,”
tuturnya. “Apa yang harus saya lakukan dengan hal ini?”
Suatu hari, keponakan saya mengalami hal yang sama di sekolahnya.
“bVsok saya mau datang ke sekolah Pia, ingin marah rasanya. Pia
kepalanya dipukul oleh 2 anak ketika pelajaran PAI,” tutur bundanya.
Kemudian saya bertanya kepada Pia, “Teteh apa yang terjadi tadi di sekolah?”
Ia pun menjawab, “Aku kan suka di suruh-suruh, tadi aku gak mau, eh tangan teman-teman dorong kepala aku.”
“Lalu Teteh bagaimana?” saya kembali bertanya.
“Ya, nangis lah,” jawabnya.
Saya pun berkata “Kalau ada teman yang berbuat tidak baik, Teteh bicara katakan ‘Aku tidak suka kamu berbuat seperti itu’.”
Keesokan harinya bunda Pia mendatangi sekolah untuk berbicara dengan
guru. Setelah diskusi agak lama, guru tersebut menyampaikan bahwa salah
satu siswa pelaku bully terhadap Pia sedang diterapi oleh
psikolog. Sang gurun menyampaikan bahwa anak pendiam yang sering jadi
korban, oleh sebab itu anak kita harus diberi pemahaman agar bisa
membela diri atau mempertahankan diri. Seolah-olah guru menyetujui anak
untuk melawan anak lain. Jika ada yang memukul maka pukul saja lagi.
Begitu seterusnya.
Kalau guru mempelajari bagaimana Rasulullah bersikap terhadap orang
yang menyakiti tentu saran seperti ini tidak akan pernah disampaikan
kepada orangtua.
Jika seorang anak membully temannya di sekolah, maka yang
patut dipertanyakan pertama kali adalah gurunya. Di mana guru pada saat
kejadian berlangsung? Apa yang guru lakukan sehingga anak melakukan hal
itu? Bagaimana guru mengajarkan kebaikan kepada anak didiknya?. Menjadi
guru anak usia dini mau tidak mau pendampingan penuh harus dilakukan.
Memang bukan hal yang mudah, guru yang memiliki 2 mata harus mengawasi
30, 40 bahkan 50 siswa dalam satu kelas.
Mengapa guru yang salah? Karena di dalam Islam tidak ada kesalahan
bagi anak usia dini. Apa pun yang dilakukan anak di atas bukan
kesalahannya melainkan kesalahan orangtua atau gurunya dalam mendidik.
Apa yang terjadi pada anak tersebut merupakan sebuah keterlambatan
perkembangan.
Anak kelas 1 SD, seharusnya bisa berbicara ketika menginginkan
sesuatu. Memukul teman karena keinginan tidak terpenuhi adalah
perbuatan anak toddler atau anak di bawah tiga tahun. Mereka belum mampu menyampaikan pesannya dengan bahasa verbal. Artinya ada kesenjangan antara tahap perkembangan usia biologis dengan usia kronologisnya.
Guru seharusnya mampu mendeteksi dan memahami tahapan perkembangan
anak ini. Sehingga bisa mengevaluasi diri apa program yang harus
diberikan bagi anak dengan kebolongan seperti ini. Kemudian
menyampaikan hal ini kepada orangtua. Agar kedua belah pihak bekerja
sama membantu anak menaikan tahap perkembangan usia biologis sama dengan
usia kronologisnya. Bukan sekadar menyuruh anak meminta maaf, lalu
menganggap masalah selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar