Selasa, 24 Mei 2016
Teladan Ummu Saad dan Ketetapan Hukum Waris ..
Islam datang salah satunya untuk memperbaiki tatanan sosial dan menerapkan hukum yang lebih adil bagi masyarakat jahiliah. Salah satu bukti keadilan itu adalah ditetapkannya hukum waris dalam tatanan masyarakat Muslim.
Ada berbagai kisah penetapan hukum waris, di antaranya tak jauh dari kelahiran Ummu Saad. Namanya Jamilah binti Saad bin Rabi. Ia terkenal dengan nama kunyah Ummu Saad. Ummu saad adalah seorang yatim. Ayahnya, Saad bin Rabi, mati syahid dalam Perang Uhud. Ia lahir beberapa bulan setelahnya.
Ketika Saad bin Rabi meninggal dunia, datang saudara laki-lakinya untuk mengambil harta warisan. Saad meninggalkan dua buah rumah beserta isinya. Ketika itu kaum Muslim masih menggunakan hukum jahiliah dalam perkara pembagian warisan. Menurut aturan tersebut, harta warisan hanya dibagikan kepada kaum laki-laki. Kaum perempuan tidak mendapatkan bagian sedikit pun.
Ibunda Ummu Saad tak dapat berbuat apa-apa ketika saudara iparnya mengambil semua warisan suaminya. Walaupun begitu, dalam hati ia merasa tersakiti. Ia juga mengingat kondisi dua anak yang harus ia pelihara sepeninggal sang suami.
Istri Saad ini kemudian datang kepada Rasulullah SAW. Ia meminta agar diterapkan hukum Islam yang adil. Dalam 150 Perempuan Shalihah disebutkan, Jabir bin Abdullah menceritakan peristiwa tersebut. Istri Saad bin Rabi berkata kepada Rasulullah SAW.
"Wahai Rasulullah, dua anak perempuan ini adalah putri dari Saad bin Rabi. Ayah mereka syahid ketika sedang berperang bersamamu dalam Perang Uhud," ujar dia mengawali ceritanya.
"Paman mereka mengambil semua warisan dan tidak meninggalkan sedikit pun untuk kedua anak ini. Mereka tidak bisa menikah jika tidak memiliki harta," kata dia melanjutkan. Rasulullah SAW bersabda, "Allah akan menentukan hal tersebut."
Tak lama kemudian, turun ayat Allah tentang hukum waris dalam Islam. Rasulullah lalu mengutus orang kepada paman Ummu Saad. Utusan itu mengatakan, "Berikanlah dua per tiga untuk kedua anak Saad dan seperdelapan untuk ibunya. Sisanya adalah untukmu."
Ummu Saad tumbuh di rumah Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia mendapat teladan terbaik dari sahabat Rasulullah SAW tersebut sehingga tumbuh menjadi perempuan yang mulia.
Setelah dewasa, Ummu Saad menikah dengan penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Ia adalah sahabat Rasulullah yang cerdas. Ummu Saad belajar banyak hal dari suaminya sehingga ia tumbuh menjadi perempuan yang pandai dari kalangan Anshar.
Dari pernikahan tersebut, lahir pula anak-anak yang unggul. Mereka adalah Kharijah, Sulaiman, Yahya, Imarah, Ismail, As'ad, Ubadah, Ishaq, Hasanah, Umarah, Ummu Ishaq, dan Ummu Kultsum.
Ummu Saad meriwayatkan kisah tentang Ummu Imarah ketika turut serta dalam Perang Uhud. Ketika itu, ia datang mengunjungi Ummu Imarah dan menanyakan kabarnya. Ia lalu meminta sang bibi bercerita tentang kisah tersebut.
Kepada Ummu Saad, Ummu Imarah menceritakan, di siang hari ia datang melihat kondisi orang-orang yang sedang berperang. Ia membawa tempat minum berisi air. Ia sampai kepada Rasulullah SAW yang sedang bersama sahabatnya. Pada saat itu, untuk sementara, kemenangan ada di tangan kaum Muslim.
Namun, kaum Muslimin diserang lagi. Ketika itu Ummu Imarah bersama dengan Rasulullah. Ia mengikuti peperangan dan berusaha melindungi Nabi Muhammad SAW dengan pedang.
Ketika itu, Nabi Muhammad terluka di pundak akibat sabetan pedang Ibnu Qam'ah. "Tunjukkan di mana Muhammad. Aku tidak akan selamat jika dia selamat," ujar dia.
Ummu Imarah, Mush'ab, dan beberapa sahabat masih melindungi Rasulullah. Ia mengayunkan pedangnya ke pundak Ummu Imarah. Melihat dirinya terluka, Ummu Imarah tak gentar. Ia memukulkan pedangnya berkali-kali kepada Ibnu Qam'ah.
Ummu Saad bisa menceritakan kisah kepahlawanan para Muslimah di medan Uhud dengan detail. Semangatnya dalam menuntut ilmu agama juga sangat tinggi. Namun, sayang, sedikit literatur yang menyebutkan kiprah lain dan kapan wafatnya Ummu Saad.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar