Saya mengikuti berbagai macam forum di Facebook ataupun Kaskus. Banyak juga di antara pembaca artikel saya di Kompasiana atau blog pribadi saya bertanya kepada saya lewat email ataupun posting komentar. Pertanyaan mereka biasanya berkisar tentang apakah mereka menderita gangguan kecemasan yang banyak rupanya itu.
Untuk pertanyaan seperti ini, biasanya saya agak sulit memberikan jawaban karena tidak memeriksa langsung pasien. Biasanya saya hanya memberikan penjelasan sedikit tentang kemungkinan diagnosis yang dialami oleh penanya dengan dilatarbelakangi keluhan-keluhan yang ada. Namun ketika saya ditanyakan masalah obat apa yang paling cocok untuk gangguan kecemasan, maka tulisan di bawah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan para pasien selama ini.
A. Psikofarmaka
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran khususnya di bidang pengobatan telah melahirkan obat-obatan terbaru di bidang ini. Khusus untuk gangguan kejiwaan, tahun 1990an sampai sekarang kelihatan tampak pesat sekali perkembangan obat-obatan gangguan kejiwaan terutama gangguan kecemasan. Beberapa penelitian berbasiskan bukti telah dilakukan oleh peneliti di dalam maupun di luar negeri. Berbagai macam ras dan warna kulit telah mengikuti penelitian ini, hasilnya adalah suatu penilitian-penelitian yang berbasis bukti yang bisa diaplikasikan dalam praktek sehari-hari karena telah mengikuti metode yang tepat dan aman.
Obat-obatan seperti antidepresan golongan SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitor) belakangan dinilai dari berbagai penelitian sebagai obat yang tepat untuk mengatasi berbagai gangguan kecemasan. Sifat obat yang mampu banyak diterima berbagai golongan usia dan ras membuat obat ini menjadi pilihan utama pengobatan gangguan kecemasan. Dahulu sebelum obat ini ditemukan, pengobatan dengan obat golongan anticemas Benzodiazepine adalah pilihan utama. Obat seperti Alprazolam (yang dijual dengan berbagai macam merk) adalah salah satunya.
Namun dengan perkembangan waktu dan semakin banyaknya kasus-kasus ketergantungan dan toleransi obat ini maka belakangan penggunaannya diwaspadai dan tidak digunakan secara tunggal sebagai obat gangguan cemas yang membutuhkan pengobatan jangka waktu lama. Pengobatan pasien gangguan kecemasan dengan antidepresan SSRI juga membutuhkan waktu. Berbagai literatur barat mengatakan waktu antara 12-18 bulan pengobatan agar meminimalkan kekambuhan. Tetapi pada prakteknya banyak perbaikan di dapatkan ketika obat dipakai antara 6-12 bulan saja. Tentunya pemakaian obat ini harus sesuai petunjuk dokter dan sangat bersifat individual. Dalam artian tiap orang akan berbeda waktu pengobatannya tergantung dengan kondisi sakitnya.
B. Psikoterapi
Psikoterapi adalah menggunakan cara-cara psikologis dalam pengobatan. Terapi kognitif seperti CBT (Cognitive Behavior Therapy) adalah salah satu yang paling sering dipakai. Selain itu psikoterapi berorientasi tilikan seperti psikoanalisis pun bisa dilakukan. Trend belakangan adalah munculnya hipnoterapi yang dilakukan oleh banyak orang dengan klaim berbagai macam yang bisa dilakukannya. Secara teoritis untuk melakukan psikoterapi seorang praktisi harus memahami psikodinamika kepribadian manusia. Hal ini dipelajari dan diterapkan dalam latihan-latihan terstruktur yang biasanya didapatkan pada pendidikan dokter spesialis kedokteran jiwa dan pendidikan master untuk psikolog klinis.
Ini berarti sebenarnya tanpa mempelajari dinamika kepribadi dan berlatih secara benar, seseorang tidak bisa mengklaim dirinya mampu melakukan psikoterapi bahkan untuk psikoterapi suportif sekalipun. Namun pada kenyataannya di lapangan ada beberapa dokter non spesialis jiwa atau bahkan praktisi yang mengaku melakukan psikoterapi dalam prakteknya. Saya jadi bertanya-tanya apakah maksud psikoterapi yang dimaknai sama ?
Psikoterapi sendiri dilakukan bukan tanpa hambatan. Banyak kendala untuk melakukan hal ini. Resistensi pasien dan terapis sendiri sering menjadi kendala awal. Biasanya pasien menolak atau terapis mendapati dirinya mengalami countertransference (merasa ada perasaan tidak nyaman ketika bersama pasien diakibatkan pasien mengingatkannya pada sosok bermakna yang traumatis di masa lampau). Belum lagi masalah waktu yang harus ditepati dan disepakati. Tugas-tugas yang harus dilakukan pasien di rumah ketika tidak bersama terapis adalah hal-hal lain yang perlu mendapatkan perhatian. Intinya melakukan psikoterapi yang benar-benar itu ternyata memang tidak mudah.
C. Complementary and Alternative Therapy
Belakangan sering banyak pertanyaan dari penanya apakah ada cara-cara non-obat yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecemasan. Herbal, jamu, buah, atau apapun itu yang dianggap dapat memperbaiki kondisi kecemasan pasien seringkali ditanyakan. Intinya sebagai seorang ilmuwan maka saya hanya bisa mengatakan bahwa apapun terapi yang diberikan sepanjang itu belum atau tidak merupakan hasil penelitian berbasis bukti maka dimasukkan ke dalam terapi alternatif dan tambahan dalam kedokteran.
Kita tentunya tidak bisa langsung setuju jika ternyata ada suatu terapi yang hanya berhasil pada satu atau beberapa orang lalu dikatakan terapi itu adalah terapi yang mujarab untuk semua pasien. Penelitian berbasis bukti perlu untuk membuktikan klaim itu agar menjadi suatu hasil rekomendasi yang benar. Itulah mengapa walaupun mungkin berguna bagi banyak orang beberapa terapi tidak bisa direkomendasikan karena kemungkinan lemah ketika dilakukan dalam penelitian besar.
Memang intinya pengobatan untuk gangguan kecemasan itu sangat individual. Cara tertentu untuk seseorang belum tentu bisa cocok jika dilakukan kepada orang lain. Bahkan pada penggunaan obat-obatan yang sudah dibuktikan lewat penelitian juga bisa terjadi hal-hal yang berbeda untuk tiap orang. Tidak heran begitu banyak jenis obat dan terapi untuk satu jenis gangguan kecemasan saja. Maka dari itu jika anda bertanya kepada saya apakah obat terbaik untuk gangguan cemas, maka jawaban saya semua tergantung kondisi anda.
Salam Sehat Jiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar