Kemuliaan ibu, bahkan diulang hingga tiga kali di dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA. "Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapa yang berhak aku pergauli dengan baik?' Rasulullah menjawab, 'Ibumu.'"
Laki-laki itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Rasulullah menjawab, "Ibumu." Ia bertanya lagi, "Lalu siapa?" Rasulullah menjawab, "Ibumu." Sekali lagi pria itu bertanya, "Kemudian siapa?" Rasulullah menjawab, "Bapakmu." (HR Bukhari).
Khidmat kepada ibu pernah ditunjukkan oleh seorang panglima perang Rasulullah, Usamah bin Ziad. Dikisahkan dari Muhammad bin Sirin, harga pokok kurma pada pemerintahan Utsman bin Affan amat tinggi. Bahkan, mencapai seribu dirham. Di tengah inflasi, Usamah tiba-tiba menebang sebatang pohon kurma. Ia kemudian mencabut bagian pangkal kurma yang berwarna putih, berlemak dan biasa dimakan dengan madu.
Lalu, ia memberikan bagian tersebut kepada ibunya. Orang-orang lantas bertanya keheranan. "Usamah apa yang engkau lakukan? Padahal, engkau tahu pokok kurma kini harganya menjadi seribu dirham." Usamah dengan amat ringan menjawab, "Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya."
Ibu Usamah adalah Ummu Aiman. Seorang yang merawat Rasulullah SAW saat kecilnya. Sementara, ayahnya adalah Zaid bin Haritsah, seseorang yang setia membantu Nabi SAW. Usamah adalah sahabat yang tumbuh dan besar dalam didikan orang terbaik, berada di lingkungan terbaik dan bertemu dengan orang paling baik. Dia paham benar betapa mahal bakti kepada ibu. Karena itu, keinginan ibunya jauh melebihi angka seribu dirham.
Islam pun mengatur tentang hak seorang ibu saat ditinggalkan anaknya. Dikutip dari Fiqih Sehari-Hari karangan Saleh Al Fauzan, ibu mempunyai tiga kondisi dalam ilmu faraidh. Tiga kondisi ini tertera dalam QS an-Nisa: 11. "Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal, tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), ibunya mendapatkan sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, ibunya memperoleh seperenam."
Kondisi pertama adalah ibu mendapatkan seperenam harta. Kondisi ini terjadi saat adanya al-far'ul warits (anak dan cucu dari anak laki-laki). Kondisi lainnya saat anak itu memiliki dua orang saudara atau lebih. Kedua, ibu mendapatkan sepertiga dari seluruh harta. Ini terjadi manakala tidak adanya al-far'ul warits dan tidak ada dua orang saudara atau lebih.
Ketiga, ibu mendapatkan sepertiga dari sisa harta. Ini terjadi manakala mayit anak laki-laki meninggalkan ahli waris suami, bapak dan ibu atau istri, bapak dan ibu. Kedua masalah dalam kondisi ketiga ini disebut Umariyyatain. Umar bin Khattab r.a yang menetapkan bahwa ibu dalam kedua masalah ini mendapat sepertiga dari sisa harta setelah salah satu dari suami atau istri mengambil haknya.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah berkata, "Dan perkataannya (Umar ibnul Khattab) adalah sangat tepat. Karena, Allah sebenarnya memberikan ibu sepertiga harta jika yang mewarisi mayit adalah kedua orang tua saja, yaitu yang disebutkan dalam ayat, 'Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja maka ibunya mendapat sepertiga.' (QS an Nisa:11)". Wallahualam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar