Reuters
Oleh: Laporan Didi Purwadi dari Tanah Suci
MAKKAH -- Lelaki berparas Timur Tengah itu mendekat ketika kami duduk sila menantikan azan shalat Jumat berkumandang.
Wajahnya mirip Naseem Hamed, petinju legendaris Inggris yang dijuluki
The Prince. Tinggi dan kurus badannya persis petinju yang terkenal
dengan gaya atraktifnya di ring yang sungguh menghibur penonton
tersebut.
"Indonesia?" ujarnya. Sebuah kata pembuka yang manjur
membuka pembicaraan pada siang itu. Duduk bersila di lantai tiga Masjid
al-Haram, kami terlibat pembicaraan yang tersendat-sendat karena kendala
bahasa.
Lelaki itu terus tersenyum ketika mencoba menyimak
ucapan kami. Jari jempol dan jari telunjuknya dihubungkan seperti
emoticon 'oke' ketika tidak memahami ucapan kami. "Small," katanya.
Maksudnya,
sedikit kemampuan Bahasa Inggrisnya. Lewat gerakan kedua jarinya yang
seperti emoticon 'oke' tersebut, dia bermaksud memberitahu kami dia
tidak paham ucapan kami.
Meski pembicaraan tersendat-sendat dan
banyak tidak nyambungnya, kami tahu lelaki yang mirip petinju Muslim
kelahiran South Yorkshire tersebut berasal dari Palestina. Orang tuanya
telah tiada dan dia tinggal dalam pengungsian di Tanah Suci.
Lelaki
Palestina yang berjenggot tipis itu akhirnya mengeluarkan sebuah
fotokopi surat. Sebuah surat testimoni atas nama Imam Masjid al-Rahman
yakni Syeikh Abdulkarim bin Mansoor as-Salmi.
Tidak tahu apakah Masjid al-Rahman ini merupakan masjid di Jeddah
yang terapung di bibir pantai Laut Merah atau Masjid al-Rahman lainnya.
Namun,
lewat surat testimoni yang diketik dalam Bahasa Inggris tersebut,
banyak informasi yang didapat. Nama lelaki Palestina itu Khaled Ali
Saeed Nasser. Dia berasal dari Gaza. Ayahnya meninggal ketika agresi
(tidak disebutkan agresinya Israel) menghantam rumahnya. Ayahnya saat
itu sedang berada di rumah.
Dia kini tinggal bersama keluarga
besarnya yang berjumlah 14 orang anak-anak. Kebanyakan adalah perempuan.
"Sekarang mereka menjadi gelandangan," kata surat testimoni tersebut.
Arah
pembicaraan pun akhirnya bisa ditebak. Lelaki berparas seperti Prince
Naseem ini rupanya ingin meminta sumbangan. Sempat terbesit rasa curiga,
tapi saya ingat pesan seorang teman, "Jika orang ingin menipu, biarkan
itu urusannya dia dengan Sang Pencipta. Tapi, yang penting di Tanah
Haram, kita jangan berperasangka buruk pada orang."
Pembicaraan
pun ditutup dengan kesepakatan kami akan memberikan sedekah setelah
melaksanakan shalat Jumat. Khatib Jumat berceramah tentang makna Maqom
Ibrahim, jejak telapak kaki Nabi Ibrahim saat membangun Ka'bah. Khatib
menyebut Maqom Ibrahim merupakan bukti keikhlasan Nabi Ibrahim terhadap
perintah Allah SWT.
Usai shalat Jumat, kami berlomba dan
berdesak-desakan keluar Masjid al-Haram. Khaled Ali Saeed Nasser lincah
mengikuti arah pergerakan kami. Selincah Prince Naseem Hamed ketika
mengunci dan menguliti lawannya dengan tariannya di ring tinju.
Pesan
khatib terus terngiang-ngiang. Maqom Ibrahim merupakan bukti keikhlasan
Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah SWT. Sebuah makna, kita melakukan
segala sesuatu harus ikhlas karena mengharap ridha Allah SWT.
Di
ujung pintu Marwah, seorang rekan wartawan lainnya datang bersama dua
wanita dan dua lelaki. Mereka ternyata mencari Khaled Ali Saeed Nasser.
Dua wanita dan dua lelaki yang bersama kawan wartawan itulah 'jodohnya'
Khaled.
Mereka sedang kebingungan mencari orang yang mau
menerima bantuan infaknya. Sementara, Khaled sedang kebingungan mencari
uang untuk menghidupi keluarganya. Sungguh 'jodoh' bertemu di Masjid
al-Haram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar