Oleh : Irwan, Mahasiswa Universtas Islam Sultan Agung, Semarang
SAAT membaca catatan sejarah, kita akan menemukan bahwa pada awal islam disampaikan kepada penduduk Mekkah untuk menerima islam, mereka harus mengucapkan kalimat syahadat. Dengan mengucapkan kalimat syahadat, berarti mereka telah berubah statusnya menjadi orang muslim. Orang yang mengucapkan kalimat ini, berarti telah masuk islam dan keluar dari masa kejahiliahan.
Dengan mengucapkan kalimat ini, maka akan terjadi perubahan besar dalam hidup seseorang. Hal ini dikarenakan orang yang telah mengucapkan kalimat syahadat akan berkumpul dalam satu kelompok sedangkan yang menolak kalimat ini juga berkumpul dalam satu kelompok.
Selain itu, mengucapkan kalimat syahadat berarti telah memutuskan segala ikatan dengan orang lain yang tidak mengakui kalimat ini. Hubungan saudara terputus, hubungan ayah dan anak terputus, sehingga pada awal-awal islam, terjadi perang antara saudara melawan saudara, bahkan seorang anak melawan ayahnya sendiri, hanya karena ada yang mengucapkan kalimat syahadat dan ada yang menolak.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengapa hanya dua buah kalimat syahadat, membuat orang menjadi berani untuk melawan keluarganya sendiri yang tidak mengakui kalimat tersebut, padahal itu kan hanya sebuah kalimat. Ternyata, kalimat itu bukanlah kalimat mantra atau sihir yang dibaca kemudian dapat merubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain, seperti berubahnya tali menjadi ular pada masa Nabi Musa yang dilakukan oleh penyihir-penyihir Fir’aun.
Jawabannya dapat diketahui dengan membandingkan antara kalimat-kalimat sihir atau mantra dengan kalimat syahadat. Mantra terdiri dari kalimat yang jika diucapkan orang percaya akan mengubah sesuatu, meskipun arti dari mantra yang dibaca tersebut tidak dipahami oleh yang mengucapkan. Sedangkan dalam kalimat syahadat, kekuatannya bukan untuk mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain, bukan di situ kekuatannya. Tetapi kekuatan kalimat syahadat terletak pada makna yang terkandung dalam kalimat tersebut. Sehingga dalam kalimat syahadat yang diperlukan adalah pemahaman terhadap kalimat tersebut. Adalah percuma jika kita mengucapkan suatu kalimat sementara kita sendiri tidak paham akan maksud dari kalimat tersebut. Sebab, jika kita tidak paham terhadap sesautu, maka hal itu tidak akan mempengaruhi pola pikir kita dan pada akhirnya tidak akan mengubah perilaku kita.
Oleh karena itu mengucapkan kalimat syahadat berulang-ulang tanpa kita memahami makna dari kalimat tersebut adalah hal yang percuma. Sebagai contoh jika kita sakit demam, kemudian kita pergi ke dokter dan kita diberikan resep oleh dokter. Setelah diberikan resep oleh dokter tersebut, maka kita membaca resep tersebut secara berulang-ulang, maka yang terjadi sakit kita tidak akan sembuh-sembuh. Karena resep bukan untuk dibaca tetapi harus dipahami maksudnya kemudian kita bertindak atas maksud dari resep tersebut.
Pemahaman terhadap makna dari kalimat syahadat inilah yang menyebabkan orang-orang islam generasi awal rela meninggalkan harta dan memerangi keluarga sendiri, karena mereka menyadari dengan mengucapkan kalimat syahadat berarti mereka telah berkomitmen mengikrarkan diri untuk melepaskan segala ikatan di luar ikatan islam, melepaskan segala aturan hidup yang berasal dari luar islam, sehingga bagi mereka tidak ada kompromi antara islam dengan bukan islam. Yang tidak menerima kebenaran syahadat berarti adalah di luar dari islam.
Dengan mengucapkan kalimat syahadat berarti kita telah berikrar untuk berhukum berdasarkan apa yang telah dibawa oleh nabi Muhammad Saw, ide pemikiran kita harus sesuai dengan apa yang di bawa oleh beliau, sehingga jika kita berhukum pada sesuatu pemikiran yang berasal dari luar ajaran Nabi Muhammad, bisa-bisa kita keluar dari islam. Meskipun kita menyebut diri kita sebagai seorang muslim, tetapi kita keluar dari aturan islam, maka sebenarnya kita hanya menipu diri kita sendiri.
“…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Qur’an, aI-Maidah, 5:44)
“…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Qur’an, aI-Maidah, 5:45)
“…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (Al-Qur’an, aI-Maidah, 5:47)
Dari ayat-ayat di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa sesungguhnya kekuatan kalimat syahadat itu bukan pada kata-katanya, tetapi makna yang terkandung di dalamnya dan sejauh mana kita mengaplikasikan makna tersebut. Dari ayat di atas kita juga dapat mengukur diri kita, sejauh mana pikiran dan tindakan kita selama ini, apakah pikiran dan tindakan kita didasari oleh syahadat kita atau masih didasari oleh ide-ide lain yang bertentangan dengan makna Syahadat itu sendiri. Waallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar