Pernah bicara di depan ribuan perempuan dewasa dari berbagai latar belakang dan permasalahan? Saya baru saja mengalaminya minggu lalu. Rasanya campur aduk antara senang, ngeru, seru, dan deg- degan. Cerita ini bermula dari ajakan pasangan yang saya hormati @AngelaRachmat dan @JeffreyRachmat beberapa bulan lalu untuk mengisi Treasure Women's Conference 2012. Tanpa berpikir panjang langsung saya sanggupi- baru belakangan saya tahu kalau pesertanya bukan cuma puluhan, atau ratusan, tetapi ribuan. Mau pingsan rasanya. Ternyata persiapan panjang dan jam terbang bicara di depan publik tidak berarti banyak saat harus berhadapan langsung dengan ribuan pasang mata perempuan. Saking paniknya, saya ingat sempat berdoa agar sebagian besar yang hadir tidak sedang PMS (premenstrual syndrome) dan justru lupa berdoa untuk kelancaran penyampaian materi. Terlebih saat tahu akan ada tiga pembicara dari luar negeri, kekhawatiran bertambah karena tidak ingin mengecewakan. Semakin coba memahami apa yang ingin mereka dengar, semakin stres saya dibuatnya. Semakin berupaya memenuhi ekspetasi semua orang di ruangan tersebut, semakin menguap percaya diri saya.
Lebih heboh lagi saat presentasi yang sudah dipersiapkan sejak lama tidak muncul di layar karena kendala teknis. Berbagai cara dicoba, tetapi gambar tetap tidak muncul. Keringat dingin bercucuran walaupun wajah tetap berusaha senyum dan mulut mengomat-kamitkan gurauan ala standup comic dadakan. Sepuluh menit berselang, materi masih belum juga bisa ditampilkan. Saat panik semakin menjalar, tiba- tiba saya mendengar suara tenang, tetapi berwibawa dari @JeffreyRachmat "Take Your Time, Rene". Saat itu juga saya tersadarkan dan bisa merasakan setiap tarikan napas dengan tenang. Problem teknis juga terpecahkan dengan cara kreatif menyorotkan kamera langsung ke layar komputer. Ini juga ide Jeffrey. Presentasi akhirnya berjalan lancar dan saya merasakan keasyikan mendalam terutama saat berinteraksi langsung dengan para peserta saat sesi tanya jawab. Keasyikan justru muncul saat saya tidak berusaha jadi orang lain. Kenikmatan dirasakan saat saya melihat mereka apa adanya- hampir tanpa ekspetasi.
See the world it is- not as you expect it to be. Tidak mudah melihat dunia apa adanya. Ekspektasi saya bulan September bisa jadi sudah terbentuk lama setiap kali mendengarkan lirik tembang lawas "September Ceria". Bulan September biasanya dan seharusnya sudah masuk musim hujan yang ditandai dengan udara sejuk dan siraman air hujan yang menghijaukan kembali rumput kering. Kenyataannya September kali ini masih didominasi debu dan terik matahari dengan hanya beberapa kali hujan sesaat. Dunia sudah berubah, tetapi kita tetap melihatnya sebagaimana seharusnya (dulu) dan bukan perubahannya. Bagaimana dengan Anda?
Our inability - or unwillingness - to see things as thy are is the reason of many problems. Saya dapati kalau kesulitan terbesar bukan mengajak seseorang untuk berunah- ini bisa dilakukan dengan upaya keras dan kosinstensi. Namun, hal yang paling sulit justru terletak pada cara meyakinkan orang- orang di sekitarnya kalau dia/ kita sudah berubah. Kecenderungan manusia paling mendasar adalah membentuk persepsi melalui opini. Saat opini sudah terbentuk, luar biasa sulit untuk mengubahnya.
How things are the same vs how things are different. Kepastian memang mudah dan nyaman. Bukankah gaji selalu dibayarkan pada tanggal yang sama setiap bulan? Hal yang sama juga berlaku untuk jam kerja, waktu libur, dan segala bentuk kewajaran lain. Sering kali ekspektasi akan hal-hal yang kita anggap pasti memang benar. Namun, terkadang juga bisa salah. Apa jadinya jika ekspektasi yang selama ini benar ternyata kali ini salah dan kita tetap menolak untuk mengakui dan menerima kenyataan baru ini?
Kepastian adalah persepsi. Selama masih menjalani kehidupan di dunia, satu-satunya hal yang pasti adalah perubahan. Tidak ada jaminan perubahan akan mengantar pada hal-hal baik- tetapi semua pencapaian hal baik selalu butuh perubahan. Kenapa harus selalu mempermasalahkan setiap perubahan? Take your time. And ask this to yourself instead: What's changed? Or how to be the change you want to see in Indonesia and the world? Esse est precipe- essie quam videri
Rene Suhardono - GenFlux & Pendiri ImpactFactory
Penulis buku : "Your Job is NOT Your Career' & "UltimateU"
Colek saya di twitter : @reneCC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar