Perbedaan pendapat itu sifatnya alamiah. Setiap orang memiliki
pengalaman, pengetahuan, dan sikap yang kadang berbeda. Hanya saja,
perbedaan itu harus dibingkai komunikasi yang santun, mendorong pada
dialog yang terbuka, dan tetap memelihara sikap menghargai satu sama
lain. Kebenaran yang disampaikan, tapi bila caranya salah, dengan sikap
yang arogan dan ingin menang sendiri, akan diterima salah.
Rasulullah
SAW mencontohkan bagaimana beliau menghargai setiap perbedaan dan bila
pun ada kekeliruan, meluruskannya dengan lemah lembut. Tak pernah ada
cacian dan hinaan terucap, bahkan kepada musuhnya yang membencinya
sekalipun. Perdebatan yang dilakukannya selalu terpelihara dari sikap
menghinakan lawan bicara.
Sementara kini, komunikasi antara
sesama dan di ruang publik makin jauh dari sikap menghargai. Hanya
karena berbeda pendapat, cacian, sindiran, dan ucapan melecehkan begitu
mudah ditemukan dalam obrolan sehari-hari. Dalam acara televisi,
arogansi dan caci-maki seolah telah menjadi tradisi. Bahkan di media
sosial, mencela jadi biasa. Kesantunan dan menghormati sesama kini mulai
menjadi perilaku langka.
Di kalangan umat Islam, hanya karena
berbeda dalam pemahaman keagamaan, mengafirkan menjadi biasa. Padahal,
status kafir itu menakutkan. Siapa pun yang mengaku dirinya Muslim, akan
sangat sedih bila dilabeli status itu. Janganlah dengan mudah menuding
orang lain kafir karena hanya Tuhan yang tahu bagaimana kualitas
beragama kita.
Mengedepankan tabayun, komunikasi dua arah dan
utuh akan mengurangi perbedaan persepsi. Sertakan semangat untuk
memelihara ukhuwah Islamiyah. Jangan sampai perbedaan pendapat menjadi
laknat.
Ingatlah, Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untuk
menyampaikan dakwah dengan bijak, santun, dan jika pun harus
berbantahan, lakukanlah dengan baik. "Serulah pada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS an-Nahl: 125).
Ayat ini
salah satu maknanya memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
menyampaikan risalah tauhid. Bahkan bila ada yang menolak dan meragukan
Islam, bantahlah dengan cara yang terbaik. Apabila Rasulullah SAW saja
diajarkan membantah dengan cara yang baik, tentu saja sebagai umatnya
kita pun diperintahkan seperti itu.
Janganlah berbantah-bantahan
dan umpatan menjadi tradisi. Berkomunikasilah dengan menjaga perasaan
orang lain tanpa kekerasan dan sindiran yang menyakitkan. Apalagi bila
perbedaan pendapat itu dengan sesama Muslim, menahan diri dan
menghormati apa yang menjadi pendapat saudara kita sangat utama. Semua
kita tengah belajar beragama, tak ada seorang pun yang sempurna
pengetahuannya. Bila ada ulama ahli fikih, pasti beliau kurang memahami
bidang ilmu lain, demikian juga yang lainnya. Demikianlah, pengetahuan
manusia terbatas. Sejatinya, apa yang diketahui, amalkanlah sebaik
mungkin.
Rasulullah SAW mengingatkan: "Engkau tidak menjadi alim
sehingga engkau belajar, dan engkau tidak disebut mengerti ilmu sampai
engkau mengamalkannya. Cukuplah dosamu bila kamu selalu mendebat, dan
cukuplah dosamu bila kamu selalu menentang. Cukuplah dustamu bila kamu
selalu berbicara bukan dalam zikir tentang Allah." (HR Darimi).
Komunikasi
yang sopan akan membawa pada semangat untuk menemukan kebenaran hakiki,
bukan merasa benar sendiri. Ingatlah, kedalaman ilmu pengetahuan tidak
ditentukan seberapa hebatnya kita berdebat. Belajar dan mengamalkannya
menjadi penentu. Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar