LAZIMNYA, suami menginginkan frekuensi jima yang lebih tinggi
dibandingkan istri. Sedangkan istri cenderung menginginkan keteraturan
berjima secara berkala dibandingkan suami.
Dalam jima, suami sangat mengharapkan kenikmatan fisik melalui
sentuhan dan visual. Berbeda dengan istri, lebih banyak mengharapkan
kondisi layaknya rekreasi, yakni turut mendapatkan pengalaman batin yang
memuaskan.
Lalu bagaimanakah seharusnya jima yang sehat bagi suami dan istri, di mana memberikan manfaat yang seimbang bagi keduanya?
Solusi pertama yang harus dilakukan adalah mengomunikasikan dengan
pasangan mengenai kesepakatan frekuensi dan kualitas jima. Dalam hal
ini, Anda dan pasangan perlu saling jujur satu sama lain mengenai
pengalaman seksual yang didapat ketika berjima.
Jangan menutupi kekecewaan yang Anda rasakan jika memang Anda
mengalami ketidakpuasaan saat berjima. Dengan bersikap saling terbuka,
maka ke depannya akan memberikan pemahaman baru bagi masing-masing pihak
mengenai jima yang dapat memberikan kepuasaan maksimal satu sama lain.
Suami cenderung memiliki hasrat seksual yang menggebu saat berjima,
dan sayangnya istri butuh waktu lama untuk menyeimbangkannya. Hal ini
membuat suami merasa tidak mendapatkan kualitas jima yang maksimal,
begitupun istri yang merasa kesulitan untuk menyatu dengan gairah jima
pasangan.
Dalam hal ini, patutlah memerhatikan hadist yang diutarakan oleh Rasulullah. “Janganlah salah seorang dari kalian menjima’ istrinya seperti binatang ternak mendatangi pasangannya. Tetapi hendaklah ada ar rasuul antara keduanya.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah ar rasuul itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ciuman dan kalimat-kalimat obrolan (mesra),” (HR. Ad Dailami).
Melauli pemanasan saat berjima. Pemanasan atau foreplay, suami akan
tetap mendapat gairah melalui kontak fisik berupa sentuhan dan visual,
serta istri memiliki waktu yang cukup untuk membangun dan menyeimbangkan
gairah jima dengan pasangan. Hal ini memberikan kesempatan yang lebih
besar dalam mencapai titik klimaks yang impas.
Sangat disarankan untuk mengomunikasikan terlebih dahulu mengenai
keinginan untuk melakukan beberapa hal di tempat tidur kepada pasangan.
Hal ini untuk menghindari kemungkinan pasangan tidak suka atau tidak
puas.
Selanjutnya, usahakan untuk mendapatkan titik temu antara Anda dan
istri mengenai frekuensi yang akan memberikan kepuasan maksimal bagi
Anda dan pasangan.
Jika Anda dan istri merasa baik-baik saja dengan berjima setiap tiga
kali seminggu, teruskan. Jika tidak, maka kembali luangkan waktu untuk
mengomunikasikannya lebih jauh. Jadi jima yang sehat itu dimulai dari
komunikasi yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar