Tukak lambung alias luka pada permukaan dinding lambung tidak hanya akibat peningkatan asam lambung. Hipoksia, yakni penurunan kadar oksigen dalam darah, juga bisa menyebabkan tukak lambung. Untungnya, tubuh memiliki daya adaptasi untuk mengatasi dan menyembuhkan luka itu.
Demikian hasil penelitian dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH (45) untuk disertasi doktor dalam Ilmu Biomedik dengan judul ”Patofisiologi Molekuler Perkembangan Lesi Mukosa Gaster Tikus pada Hipoksia Sistemik Kronis: Tinjauan Ekspresi Hypoxia Inducible Factor-1a, Heat Shock Factor, dan Heat Shock Protein 70”. Disertasi itu dipertahankan dalam sidang penguji dengan Ketua Sidang Dr dr Ratna Sitompul SpM(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI); dan Ketua Tim Penguji Prof dr Fransiskus D Suyatna SpF(K) PhD, Guru Besar Ilmu Farmakologi FKUI, Jumat (15/7), dengan nilai kelulusan 3,9.
Bertindak sebagai promotor, Prof dr Azis Rani SpPD-KGEH, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI; dan kop romotor Prof dr Mohamad Sadikin DSc, Guru Besar Ilmu Biokimia FKUI; serta Dr dr Septelia Inawati Wanandi, anggota staf pengajar Program Doktor Ilmu Biomedik FKUI.
Menurut Ari, yang kini menjabat Plh Kepala Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, dalam lambung terdapat keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresif dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa gaster (permukaan dinding lambung). Antara lain, asam lambung, pepsin, refluks cairan empedu, nikotin (rokok), alkohol, obat anti-inflamasi non-steroid, kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori, stres, serta iskemia (kurang darah dalam jaringan tubuh). Faktor defensif berperan mempertahankan keutuhan permukaan dinding lambung.
Hipoksia bisa disebabkan oleh gangguan sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), sistem respirasi (pernapasan, misalnya infeksi paru), atau turunnya pasokan oksigen, misalnya berada di ruangan tertutup tanpa sirkulasi udara baik, atau di pegunungan. Hipoksia sistemik menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada dinding lambung, menyebabkan iskemia pada dinding lambung, sehingga terjadi kematian sel jaringan dinding lambung dan tukak lambung.
Hipoksia sistemik kronik (terjadi dalam waktu lama) menyebabkan berat badan turun. Hal itu akibat peningkatan leptin, hormon terkait nafsu makan. Meningkatnya leptin menyebabkan nafsu makan turun. Peningkatan leptin saat hipoksia dipicu oleh HIF-1a. ”Tubuh memiliki reaksi adaptasi ditandai penurunan metabolisme dan penghematan energi,” kata Ari.
Hasil penelitian Ari pada tikus percobaan menunjukkan, dalam perjalanan waktu, luka bisa sembuh sendiri. Pada lambung, hipoksia meningkatkan hypoxia inducible factor (HIF-1) dan heat shock factor (HSF-1). HSF-1 mengaktivasi heat shock protein (Hsp), suatu protein pelindung.
Penelitian ini, kata Ari, selain membuka peluang untuk mencari obat-obatan yang berperan untuk pengobatan tukak lambung, juga mengingatkan perlunya pencegahan tukak lambung pada kondisi yang menyebabkan hipoksia sistemik kronis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar