Bukan tanpa sebab, jika beberapa waktu yang lalu, Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa selama 3 hari
berturut-turut. Dalam aksi yang dilakukan pada tanggal 21, 22 dan 23
Januari 2015 itu, KSPI hendak menegaskan komitment perjuangannya guna
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Aksi kali
ini sekaligus hendak memberikan sinyal tentang isu utama gerakan buruh
di tahun 2015.
Setidaknya ada tiga isu penting yang secara dominan akan mewarnai gerakan buruh di Indonesia dalam setahun mendatang.
Perlawanan Terhadap Upah Murah
Isu upah masih akan mendominasi di tahun ini. Apalagi setelah Menteri
Perindustrian menyatakan usulannya agar kenaikan upah minimum hanya 5
tahun sekali. Hal yang sama juga disampaikan Menteri Tenaga Kerja, yang
mewacanakan kenaikan upah minimum 2 tahun sekali. Apa yang disampaikan
Menaker, senada dengan keinginan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Sehari menjelang aksi itu dilakukan, Presiden KSPI Said Iqbal
mengkritisi pernyataan Menteri Perindustrian tentang usulan kenaikan
upah minimum yang hanya 5 tahun sekali. Alasan Menperin supaya ada
kestabilan dan kepastian usaha, dibantah oleh Iqbal.
“Itu alasan
yang sangat tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada,” kata Said Iqbal.
Selanjutnya peraih penghargaan The Febe Elisabeth Velasquez dari
Belanda itu menyampaikan, buruh Indonesia dengan tegas menolak usulan
kebijakan tersebut yang jelas-jelas tidak sejalan dengan program nawa
cita pemerintah yang berorientasi kerakyatan.
“Menteri
Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja ingin mempertahankan kebijakan
upah murah. Menperin mengusulkan kenaikan upah minimum 5 tahun sekali.
Sedangkan usulan Menaker sama dengan usulan Apindo, menetapkan Upah
minimum 2 tahun sekali. Kebijakan itu muncul ditengah ketidakberdayaan
buruh menyongsong pasar bebas ASEAN. Lihatlah, upah buruh DKI hanya Rp
2,7 juta. Lebih murah dibanding buruh Manila Rp 3,6 juta dan Bangkok
yang mencapai Rp 3,2 juta,” tegas Said Iqbal dalam keterangan persnya di
Jakarta, Rabu (21/01/2015).
Said Iqbal juga mengungkapkan bila
pemerintah menjalankan kebijakan tersebut, maka kedua menteri tersebut
melanggar UU no 13/2003 dan Permenaker no 13/2012 yang menyatakan
kenaikan upah minimum adalah setiap tahun dengan mempertimbangkan KHL,
pertumbuhan ekonomi, inflasi, dll. Kenaikan upah 5 tahun tersebut,
lanjut Said Iqbal, tidak tepat karena tingkat inflasi di Indonesia tidak
stabil. Setiap tahun, survei KHL harga barang, ongkos transportasi, dan
sewa rumah sangat tinggi kenaikannya sehingga akan sulit bila
diprediksi untuk 5 tahun.
“Kenaikan upah minimum setiap 5 tahun
sekali semakin menyebabkan ketidakpastian nasib buruh. Dengan kata lain,
kebijakan ini sangat neolib dan sangat sarat titipan suara ‘pengusaha
hitam’, khususnya dari Cina, Korea, dan Domestik.” Ungkapnya.
Iqbal menambahkan. Seharusnya yang dilakukan kedua menteri tersebut
adalah memperbaiki sistem pengupahan dengan merevisi KHL dari 60 menjadi
84 item. Membuat angka ukuran produktivitas dan membuat struktur dan
skala upah. Juga membuat skema dana pensiun buruh.
Outsourcing
Selain upah, isu yang diangkat adalah terkait dengan permasalahan
penyerahan pekerjaan kepada pihak lain atau dikenal dengan outsourcing.
Pelanggaran praktik kerja dengan system alih daya/outsourcing yang
dilakukan oleh Pengusaha masih marak dilakukan, di sisi lain Pemerintah
terlihat tidak benar-benar serius mencari solusi terbaik tentang
persoalan ini.
Koordinator aksi KSPI untuk Outsourcing BUMN Yudi
Winarno mengungkapkan jika BUMN sebagai perusahaan ‘plat merah’ atau
milik perusahaan Pemerintah justru banyak disorot karena banyak
melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan outsourcing. Perusahaan BUMN
sebagai representasi Negara yang berkewajiban menyediakan pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi setiap warga negara, sebagaimana yang
termaktub dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.
Sehingga, tanggungjawab BUMN kepada pekerja bukan hanya sebatas
contractual semata.
Lebih lanjut Yudi mengatakan bahwa, semasa
Menteri BUMN dijabat oleh Dahlan Iskan, KSPI pernah dipanggil oleh DPR
dan mendesak DPR untuk segera menyelesaikan permasalahan praktik
outsourcing di BUMN.
Bahkan DPR melalui Komisi IX DPR-RI telah
membentuk Panja OS BUMN dan telah mengeluarkan surat Rekomendasi kepada
Pemerintah pada tanggal 24 Oktober 2013 yang lalu agar segera
menyelesaikan permasalahan outsourcing di BUMN dengan mengangkat pekerja
outsourcing menjadi pekerja tetap di perusahaan BUMN tanpa syarat belum
juga dilakukan.
Upaya yang telah dilakukan oleh Menteri BUMN
adalah mengumpulkan seluruh direksi BUMN dan menawarkan beberapa solusi
praktik outsourcing yang ada dengan menawarkan kepada Pekerja
outsourcing untuk menjadi pekerja tetap vendor setelah mengikuti tes
terlebih dahulu dan dinyatakan lulus, apabila tidak lulus akan dianggap
telah habis kontrak tanpa mendapat kompensasi.
“Tentu saja solusi
yang ditawarkan oleh Dahlan Iskan, yang saat itu menjadi Menteri BUMN,
perlu dikritisi karena sebelum keluarnya Rekomendasi Panja OS BUMN
DPR-RI, Dahlan Iskan telah berjanji akan melaksanakan apapun hasil
Rekomendasi Panja OS BUMN.” Ungkap Yudi saat melakukan aksi bersama
ratusan pekerja OS BUMN lainnya yang kembali mendatangi Kementerian BUMN
dan telah dilakukan selama dua tahun lebih.
Sementara itu, Sabda
Pranawadjati juru bicara KSPI untuk isu outsourcing BUMN, mangatakan
bahwa, ” permasalahan outsourcing BUMN adalah adanya praktik outsourcing
yang diduga menyimpang di BUMN disebabkan praktik yang telah salah atau
keliru selama ini. Pada umumnya perusahaan BUMN telah berdiri bahkan
sebelum Negara Indonesia merdeka. Praktik-praktik outsourcing yang salah
telah dilakukan tidak sesuai dengan UU13/2003 juncto Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012. Atas kesalahan tersebut maka pada
pasal 66 UU 13/2003 disebutkan bahwa Demi Hukum pekerja outsourcing
tersebut secara otomatis menjadi Pekerja Tetap Pemberi Kerja dalam hal
ini adalah Perusahaan BUMN.
“Untuk itu, yang kami kritisi adalah
aturan yang dikeluarkan oleh Menaker melalui Permenaker no 19/2012 telah
membuat kerancuan hukum dalam pelaksanaan praktek kerja outsourcing
karena telah memberi peluang kepada Asosiasi Perusahaan untuk
membolehkan menggunakan tenaga outsourcing selain dari 5 jenis pekerjaan
inti. “ ungkapnya.
Menurutnya, seharusnya BUMN tidak melakukan
praktik outsourcing karena hanya akan menyengsarakan pekerjanya yang
telah puluhan tahun mengabdi untuk negara. BUMN harus memberikan
perlindungan dan kesejahteraan kepada setiap tenaga kerja yang melakukan
kontribusi kepada BUMN tersebut tidak perduli apakah pekerja tersebut
adalah pekerja sendiri ataukah pekerja yang bekerja pada perusahaan
outsourcing.
Oleh karena itu, KSPI menuntut agar perusahaan BUMN
dan Kementerian BUMN wajib melaksanakan amanah UUD 1945, aturan
perundangan serta rekomendasi Panja OS BUMN DPR-RI. Meneg BUMN juga
diharapkan segera mengeluarkan instruksi pengangkatan pekerja OS menjadi
pekerja tetap di PT PLN,Indofarma, Pertamina, PGN,BPJS Naker
(Jamsostek), Telekom, Pos Indonesia, dan BUMN lainnya.
Dalam
kesempatan terpisah, Said Iqbal menegaskan permintaannya kepada Menaker
untuk merevisi Permenaker No 19 tahun 2012 dan mencabut SE No 04/2012.
Hal ini untuk menghilangkan kewenangan Asosiasi membuat alur kerja untuk
menentukan core dan tidak core pekerjaan.
Kewenangan yang
diberikan asosiasi pengusaha rentan disalahgunakan untuk membuat alur
produksi yang keliru. Sehingga bagian-bagian yang semestinya tidak boleh
menggunakan pekerja outsourcing, masih terdapat pekerja outsourcing.
Jaminan Pensiun
Tahun 2015, sekaligus juga menandai untuk pertamakalinya Jaminan
Pensiun wajib bagi pekerja formal mulai berjalan. Oleh karena itu, buruh
mendesak akan pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah
tentang Jaminan Pensiun yang intinya memberikan jaminan pensiun tersebut
manfaat sebesar 75 % upah terakhir dan iuran sebesar 15 %.
Buruh
Indonesia meminta agar PP Jaminan Pensiun sudah selesai paling lambat
akhir Januari 2015. Jika tidak? Aksi-aksi besar buruh Indonesia akan
selalu menjadi pilihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar