Salah satu teknologi yang deket banget sama kehidupan manusia modern adalah kamera. setuju nggak? setuju kan?! setuju dong! Bahkan menariknya, foto dijadikan bukti kalau kehidupan manusia itu ada. Buktinya, "No picture hoax" jadi slogan kita, masyarakat fotografis ini.
Ada juga tuh, P! artis yang namanya Kamera. Kamera Blezinsky.
Jreeeeng
Nah fungsi dasarnya kamera tuh emang untuk memotret, merekam realitas yang ada di depan mata kita menjadi sebuah foto. Tapi, bukan manusia namanya kalau nggak melenturkan interpretasinya terhadap kegunaan teknologi. Begitu juga pada kamera yang dari waktu ke waktu selalu berkembang. Nggak cuma fiturnya yang di-upgrade, fungsi, nilai dan mitos kamera pun selalu di-upgrade oleh manusia.
Asal tau aja nih, dulu, di masa awal kamera dateng ke Indonesia, ada masyarakat yang percaya kalau dengan difoto usia seseorang bakal berkurang, katanya, memotret itu mengambil ruh. Nah loh?!
Dan sekarang kita udah tiba di era dimana fotografi udah suangat canggih. Ibarat tokoh di komik Dragon Ball, kita adalah Tensinhan yang punya mata ketiga. Bedanya, mata ketiga kita itu nggak nempel di jidat melainkan menempel di tangan, yap, di smartphone. Tentu, kecanggihan kamera ini membawa gejala baru pada kehidupan kita sehari-hari. Apa sajakah itu? Ini dia lima di antaranya:
1. Memotret adalah mencatat
- Ada pengumuman penting di mading, foto!
- Ngeliat poster pensi pas lagi jalan di trotoar, foto!
- Guru nyatet panjang banget di papan tulis, foto!
Tapi P! pengin nanya nih, seberapa banyak foto-foto catetan itu kamu baca kemudian hari? Hmmm..
2. Kamera adalah Kaca
"Bang, beli jepitan sama kaca kecil dong, ada nggak?"
"adanya jedai nih, neng, mau?"
"Hah, jedai apaan tuh bang"
"Jepitan badai neng. Masa nggak tau sih. Yang kayak gini nih."
"Yaudah deh, nggak apa-apa. Terus kacanya ada nggak?"
"Yah, kaca mah udah nggak jual neng"
"Kenapa?"
"Lah kan, sekarang udah bisa ngaca pake kamera depan hape. Ah, eneng gimana sih, masa nggak tau. sini saya ajarin, sekalian selfie bareng kitah. Say jedaaaaai... klik..."
Begitulah, kamera depan yang berresolusi tinggi di smartphone, fitur live view serta layar smartphone-nya yang gede banget itu emang ngedukung banget untuk kita ngejadiin kamera sebagai kaca. Dan asiknya, dengan kamera, sambil ngaca, kita bisa sambil latihan selfie. Cari-cari angel gitu deh, biar pas selfie bareng udah nggak bingung-bingung nentuin gaya. Hihi.
2.b Kamera Adalah Spion
"Eh, eh, ada cowok ganteng tuh. Arah jam 6."
"Ye, tengsing ah kalau nengok."
"Yaelah, pake kamera lah. Pura-pura selfie ceritanya."
Masih berkaitan sama fungsinya sebagai kaca, kamera juga nggak cuma bisa dipake untuk ngaca muka, tapi juga untuk ngintip. Kayak kasus di atas tuh.
P! jadi inget jaman SD nih jadinya, banyak kan tuh yang ngintip pake kaca rautan. Sekarang, fungsi kaca rautan udah digantikan kamera.
3. Merekam Adalah Cara Menikmati Momen
Gejala ini paling gampang ditemui kalau lagi konser musik. Banyak banget penonton yang milih untuk mengangkat smartphone-nya lalu merekam aksi panggung di depan. Selain itu, tiap kali lagi jalan-jalan atau liburan, tiap ada momen-momen seru gitu, kita pasti langsung pengin foto-foto.
Gejala ini menunjukkan, pertama, fotografi adalah kegiatan yang bikin seneng. Kedua, kita adalah pemuja keabadian. Kita agak nggak rela kalau momen seru cuma kita alami selewat aja, kita selalu ingin merekamnya sehingga bisa kita rasakan dan kita 'alami' lagi di masa depan. Sebuah pengabdian pada sejarah(?)
Ketiga, kita nggak yakin bahwa indera, rasa dan memori kita nggak bisa mengingat dengan baik momen tersebut, sehingga kita mempercayakannya pada rekaman kamera. Keempat, kita memotret (lalu mempublisnya ke media sosial) karena ingin membuat orang tahu kalau kita berada pada momen tersebut.
Semoga aja sih perekaman momen itu nggak bikin kita malah nggak menghayati betul-betul momen yang sedang berlangsung tersebut. Nggak enak juga kan kalau kita terlalu berorientasi pada masa depan tapi nggak menghayati masa sekarang dan sibuk memberi tahu ke orang-orang tapi kita lupa sama diri sendiri.
4. Fotografi Bikin Kita Makin Sadar Kamera dan Kecanduan Citra
Fotografi itu bukan cuma soal dokumentasi tetapi juga soal pembuktian dan publikasi. Nah, di era di mana kita bisa menciptakan media publikasi sendiri (baca: media sosial), kita nggak perlu lagi nunggu ada wartawan motret wawancara kita cuma untuk jadi dikenal banyak orang, kita bisa memotret terus diri kita sendiri dan apa yang kita lakukan lalu mempublisnya.
Hasilnya, kita jadi sadar banget bahwa dengan kamera (dan media sosial) kita bisa nunjukin dan ngebuktiin diri kita kepada dunia. Nah, perkawinan antara pembuktian diri dan publikasi melahirkan pencitraan. Iya... (((( PENCITRAAN )))
Banyak dari kita yang latihan selfie di kamarnya sebelum selfie di depan orang-orangnya cuma untuk nyari angle biar mukanya keliatan oke.
Kita juga sering memfoto sushi di Sushi Tei, kopi di Starbucks, biar orang tau kalau suka dan bisa makan makanan kelas atas.
Cowok-cowok juga sering ngajak kakak-kakak SPG yang (terpaksa) pake baju seksi, untuk nunjukin kalau mereka adalah cowok yang 'menaklukkan' cewek seksi.
Kita juga selalu gatel untuk ngajak suatu band untuk foto bareng, untuk ngebuktiin (atau sekedar nunjukin) kalau kita anak musik, kita suka sama band itu, dan kita punya akses untuk ketemu band itu.
5. Kamera Membuat Dunia Jadi Makin "Transparan"
Kita emang nggak bisa ngikut Syahrini ke Bali, tapi kita bisa tau di sana dia ketemu Paris Hilton pake pake gaun warna-warni.
Ketika kita ragu si pacar lagi sama siapa, kita tinggal minta dia ngeshare foto atau video terus suruh dia muter-muter.
Kita lagi di Indonesia, tapi bisa tau kalau di Afrika sana, ada banyak anak kecil kelaparan karena foto dari wartawan.
Yap, sekarang ini kamera bikin kita bisa ngeliat sesuatu yang nggak bisa kita jangkau pake mata kita sendiri, karena kamera makin ringkas dan hasrat kita untuk moto-moto pun makin tinggi.