Kabupaten Ciamis pada awalnya bernama Kabupaten Galuh. Sebelumnya, nama Galuh dipakai sebagai nama kerajaan dalam kurun waktu yang lama, dari abad ke-7 sampai abad ke-16 Masehi. "Kerajaan Galuh muncul pada abad ke-7 Masehi, didirikan oleh Wretikandayun,". Kerajaan Galuh ini terus eksis sampai akhir abad ke-16 dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Prabu Niskala Wastu Kancana yang pusat kerajaannya di Kawali.
Sebagai kerajaan yang besar yang wilayah kekuasaannya pernah mencakup beberapa wilayah Jawa bagian tengah, Kerajaan Galuh meninggalkan ajaran atau falsafah yang sekarang disebut falsafah kagaluhan. "Falsafah kagaluhan di antaranya berasal dari prasasti Kawali I di Astana Gede, yakni pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya di buana, yang artinya harus membiasakan berbuat kebajikan agar lama jaya di dunia".
Ajaran kagaluhan lainnya diambil dari pandangan atau sikap Prabu Haurkuning mengenai kehidupan, antara lain, bahwa ―kehidupan harus berlandaskan pada silihasih dan budi pekerti yang baik. Manusia harus bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk; mana yang benar danmana yang salah. Prabu yang baik dan yang membuat harum seseorang tiada lain adalah ―budi yang luhur‖.
Pengaruh kerajaan Galuh sampai di Jawa Timur. Di Surabaya, tepatnya di Kecamatan Bubutan, terdapat nama Kampung Galuhan. Pada tahun 1970-an, orang-orang tua di sana mengaku dirinya sebagai keturunan Galuh. Nama Galuhan sendiri berasal dari Hujung Galuh atau Ujung Galuh. Nama ini bisa diartikan batas Kerajaan Galuh.
Sejak tahun 1595, Kabupaten Galuh menjadi daerah patalukan (vassal) Mataram dan wilayahnya hanya sebagai kabupaten. Demikian juga, pada waktu dikuasai oleh pemerintahan VOC dari tahun 1705 sampai akhir abad ke-18, Ciamis pamornya redup. Namun, pada saat dipimpin oleh bupati R.A.A. Kusumadiningrat (1839-1886), pamor Kabupaten Galuh sangat tinggi karena menjadi kabupaten yang disegani masa itu. Pada waktu itu, ibukota Kabupaten Ciamis berada di Imbanagara.
Penyebutan Galuh menjadi Ciamis dilatar-belakangi oleh peristiwa banjir darah pada tahun 1739 di daerah Ciancang sehingga terkenal dengan sebutan tragedi Ciancang atau Bedah Ciancang. Waktu itu, daerah Ciancang diserbu ratusan penjarah yang berasal dari Banyumas, namun pasukan Ciancangyang dibantu oleh pasukan dari Sukapura, Limbangan, Parakan Muncang, dan Sumedang, dapat menumpas-nya. Para penjarah banyak yang terbunuh. Air sungai waktu itu berubah merah darah dan tercium bau ―anyir, yang dalam bahasa Jawa-Cirebon disebut amis. Sejak itu, orang ramai-ramai menyebut cai amis, kemudian ciamis.
Penamaan Kabupaten Ciamis sebagai nama yang menggantikan nama Kabupaten Galuh terjadi sejak dikeluarkan dari Wilayah Keresidenan Cirebon dan dimasukkan ke Wilayah Keresidenan Priangan pada tahun 1915. Sejak itu, nama Galuh perlahan tapi pasti terpupus, terutama dalam administrasi pemerintahan kolonial Belanda. Akibatnya, nama Galuh hanya dijumpai dan dipakai pada hal-hal yang berkaitan dengan budaya dan sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar