Bersalaman atau jabat tangan adalah bentuk ekspresi yang lumrah dilakukan, baik di belahan dunia barat maupun timur. Akan tetapi, sebenarnya setiap orang dari setiap budaya memiliki cara salaman yang khas.
Apa yang membedakan cara salaman masing-masing orang? Benarkah gaya salaman seseorang bisa menunjukkan kepribadiannya?
Menurut Jesse Bering, seorang ahli ilmu komunikasi dari University of Otago New Zealand dalam Scientific American, catatan mengenai jabat tangan sudah muncul sekitar abad ke-12 SM. Bukti-bukti sejarah juga telah membuktikan bahwa jabat tangan banyak terjadi di Afrika, Indian, Guatemala, dan Asia Tengah sejak masa lampau.
Dulu, salaman memiliki beberapa arti. Pertama, menunjukkan maksud untuk berdamai. Mengapa begitu? Orang yang mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan ingin menunjukkan bahwa dia bertangan kosong dan tidak membawa senjata apa pun serta tidak memiliki penyakit menular.
Kemudian, gerakan naik turun diartikan proses pembuangan senjata seperti pisau yang bisa saja disembunyikan di dalam lengan baju orang yang bersalaman.
Selain itu, makna lain dari salaman adalah sebagai simbol kepercayaan tinggi terhadap perjanjian atau janji yang telah dibuat.
Walaupun tidak sama persis, ternyata bentuk salaman juga ada pada hewan seperti simpanse. Namun, ada perbedaan yang cukup kentara antara cara salaman manusia dan simpanse.
Salaman yang dilakukan oleh simpanse dilakukan untuk menunjukkan dominasi atau kekuasaan. Jadi, simpanse yang mengulurkan tangannya duluan berarti ia lebih berkuasa dibandingkan simpanse yang diajak bersalaman.
Menunjukkan kepribadian
Ternyata salaman juga bisa menunjukkan kepribadian atau maksud orang yang melakukannya. Ini dilihat dari cengkeramannya, berapa lamanya, hingga bahasa tubuh ketika sedang berjabat tangan.
Salaman yang kuat dan kencang
Salaman yang dilakukan dengan keras biasanya dilakukan oleh mereka yang punya maksud mendominasi. Lillian Glass, Ph.D., seorang ahli bahasa tubuh dari Amerika Serikat berpendapat bahwa salaman jenis ini layaknya pertempuran untuk menujukkan siapa yang paling berkuasa.
Sebuah penelitian oleh para psikolog dari University of Alabama di AS juga menguak fakta yang serupa. Salaman dengan genggaman tangan yang kuat, kontak mata, dan durasi yang cukup lama menunjukkan sifat ekstrovert dan lebih terbuka terhadap pengalaman baru.
Orang-orang dengan sifat demikian umumnya memang memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi sosok yang dominan atau berkuasa.
Salaman yang lemas
Masih dalam penelitian dari University of Alabama, orang yang berjabat tangan dengan sangat pelan dan lemas ternyata cenderung menunjukkan kepribadian yang lebih mudah cemas, gugup, atau stres. Kondisi mental ini disebut dengan neurosis.
Akan tetapi, menurut Lillian Glass, salaman yang lemas juga bisa menandakan bahwa Anda tidak terlalu tertarik atau menghargai orang yang bersalaman dengan Anda. Yang ada di pikiran Anda hanyalah untuk cepat-cepat selesai berbasa-basi.
Salaman tanpa tatap mata
Memang ada beberapa orang yang merasa canggung saat bertatapan mata dengan orang lain. Apalagi dengan orang asing. Karena itu, bila Anda sering bersalaman tanpa bertatapan mata dengan orang lain, bisa jadi Anda adalah orang yang memang kurang nyaman berada di situasi-situasi sosial atau bahkan mengidap fobia sosial.
Namun, sekali lagi cara salaman ini juga bisa mengartikan hal yang berbeda.
Misalnya Anda sebenarnya malas atau tidak tertarik untuk berjabat tangan dengan orang lain. Jadi belum tentu punya fobia sosial, Anda hanya sedang tidak minat saja untuk beramah-tamah dengan orang yang bersalaman dengan Anda.
Salaman yang kelamaan
Kalau salaman tanpa tatap mata menunjukkan kecanggungan, salaman dengan tatap mata yang terlalu lama bisa menandakan sifat yang agresif. Begitu juga kalau Anda menjabat tangan seseorang terlalu lama.
Menurut para ahli bahasa tubuh, durasi salaman yang tepat tidak lebih dari dua detik. Karena itu, bila Anda tidak ingin terlihat terlalu agresif, tidak perlu salaman terlalu lama.
PenulisWisnubrata
EditorWisnubrata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar