Nilai investasi yang masuk ke start up atau perusahaan-perusahaan rintisan baru di Indonesia tidak main-main. Nilainya mencapai triliunan rupiah.
Alibaba, raksasa e-commerce Tiongkok, menyuntik dana ke Tokopedia, salah satu marketplace nomor satu di Indonesia senilai 1,1 miliar dolar AS atau Rp 14,7 triliun. Tencen, juga dari Tiongkok, menggelontorkan 1,2 miliar dolar AS, atau Rp 16 triliun, ke Gojek.
Traveloka, situs penyedia layanan pemesanan kamar hotel dan pesawat, juga mendapat kucuran dana 500 juta dolar AS dari perusahaan keuangan dan perjalanan daring dunia; Expedia Inc, East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, dan Sequoia Capital.
Penelitian Google dan AT Kearney menyebutkan nilai investasi asing ke start-up Indonesia melonjak dari 44 juta dolar AS pada 2012 menjadi 1,4 miliar dolar AS akhir 2016, atau naik tiga kali lipat. Rentang Januari-Agustus, nilai investasi melonjak lagi menjadi 3 miliar dolar AS.
Muncul pertanyaan mengapa investor asing gencar menggelontorkan uangnya ke perusahaan start-up di Indonesia?
Jimmy Gani, pendiri Indonesian Competitiveness & Economic Development (ICED) Institute, mengatakan fenomena ini terjadi akibat ketiadaan venture capital, atau pemodal ventura, di Indonesia. Investor asing bisa mengukur besaran risiko setiap start-up, pemodal Indonesia masih meraba-raba.
"Investor asing tahu mana start up yang akan sukses," kata Gani.
Mifza Muzayan, Sales Operation and Strategy Lead Google Indonesia, punya pendapat lain. Menurutnya, investor asing tertarik mendanai start-up lokal karena dalam lima tahun ke depan makro ekonomi Indonesia bernilai signifikan.
"Gross domestic product per kapita Indonesia naik dari 2.600 pada tahun 2016 menjadi 6.000 tahun 2021," kata Muzayan.
Kendati banyak start-up lokal yang mendapat suntikan dana dan menjadi besar, perusahaan rintisan akan tumbuh lebih besar lagi jika terus berinovasi. Menurut Presiden Joko Widodo, inovasi bisa apa saja. Salah satunya, penggunaan bahasa lokal.
Selain inovasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membangun dan mengembangan bisnis digital. Berikut empat di antaranya;
1. Peran co-founder
Pada tahap awal, co-founder biasanya memainkan sejumlah peran, seperti sebagai inisiator ide, eksekutor bahkan operator. Agar berkembang, peran-peran ini harus diberikan kepada anggota tim yang lain. Dan peranan co-founder tidak lagi soal teknis, tapi sudah masuk ke ranah manajerial.
2. Pekerjakan bagian keuangan dan sumber daya manusia lebih dini
Dengan adanya anggota tim yang mengurusi bagian keuangan dan sumber daya manusia, co-founder bisa memfokuskan diri untuk melakukan hal lain, seperti mengoptimalkan pemasaran dan mencari pasar baru.
3. Pilih anggota tim terbaik
Mencari talenta terbaik sangatlah penting. Tim harus berisi orang-orang yang terbaik untuk mengoptimalkan perkembangan bisnis. Tidak hanya soal teknis atau yang berkaitan dengan keahlian masing-masing, tapi juga mengenai kemampuan berbagi dan berkembang bersama tim.
4. Kerjasama lintas bagian
Coba selaraskan kerjasama antarbagian, seperti tim pemasaran dengan tim IT. Dengan demikian, hal-hal teknis mengenai pemasaran bisa mulai dipetakan dan diselesaikan dengan pendekatan IT.
Ingin tahu lebih banyak soal investasi, infrastruktur dan e-coomerce, silakan klik inspirasi.indonesiabaik.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar