Pengembangan kawasan transit oriented development ( TOD) dalam beberapa waktu ke depan diperkirakan bakal menjadi primadona.
Kemudahan akses transportasi menjadi penawaran paling menarik, khususnya bagi mereka yang bekerja di kota besar.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, selama ini banyak masyarakat kelas menengah yang kerja di kota besar, memilih membeli rumah di kawasan pinggiran yang harganya terjangkau.
Namun belakangan, ketika rumah tersebut telah ditempati, tak jarang mereka justru mengeluh karena lokasinya yang jauh dari tempat kerja.
"Masyarakat (seakan) terjebak, dia beli rumah harga Rp 300 jutaan, tapi ketika dia beli, dia sudah cicil, sudah tinggal di sana, lho kok saya malah harus bayar ongkos lebih mahal? Belum lagi kalau harus ke Jakarta sama saja jaraknya. Jadi ujung-ujungnya mereka balik lagi ke Jakarta, kos lagi," ujar Ali saat BTN Golden Property Award 2017, Senin (11/9/2017).
Dia mengatakan, pemerintah semestinya dapat menangkap tingginya angka kebutuhan rumah, terutama bagi masyarakat yang bekerja di kota besar. Pasalnya, minimnya lahan membuat harga hunian semakin melambung tinggi.
Dengan demikian, perlu adanya mekanisme pengembangan kawasan hunian yang dapat memudahkan masyarakat dalam menjangkau hunian dan lokasi kerja.
"Dan sekarang mulailah, jangan sampai terlambat karena (harga) tanah-tanah Jakarta semakin tinggi pemerintah harus sigap, tanah-tanah BUMN harus diamankan dan dibangun TOD," kata Ali.
Saat ini sejumlah proyek infrastruktur penunjang kawasan TOD, seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT), tengah dibangun.
Guna mengantisipasi melonjaknya harga tanah, maka pemerintah perlu mengambil langkah mengamankan lahan-lahan yang berada di jalur transportasi tersebut untuk kemudiam dikembangkan menjadi kawasan TOD.
"Ketika 2019 semua infrastruktur, LRT dan MRT itu sudah jadi, maka semua TOD juga harus sudah jadi," tuntasnya.
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Hilda B Alexander
Tidak ada komentar:
Posting Komentar