Pengguna aktif Twitter global pada pertengahan 2016 berkisar 313 jutaan
atau hanya naik tiga persen dari tahun ke tahun. Sementara itu,
industri jejaring sosial makin disesaki dengan layanan-layanan yang
muncul belakangan seperti Snapchat, Path, dan Instagram.
Lantas, apakah Twitter mulai ditinggalkan? Pertanyaan itu buru-buru dijawab Country Head Twitter Indonesia Roy Simangunsong dalam acara #RameDiTwitter di Hook Cafe, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Sepanjang 2016, ia sesumbar ada 4,1 miliar kicauan yang dihimpun Twitter Indonesia. Bahkan, beberapa konsultan dan perusahaan pihak ketiga kerap menyebut Indonesia sebagai "Negara Twitter".
"Siapa bilang Twitter ditinggalkan? Pengguna Indonesia paling cerewet sedunia," ujarnya.
Roy mengatakan rata-rata kicauan per hari (tweet-per-day) pengguna Twitter di Indonesia naik 10 persen sejak Ramadhan tahun ini.
Ia juga mengklaim sebanyak 76 persen millenials (18-25 tahun) yang menggunakan Twitter aktif di layanan berlogo burung tersebut. Meski demikian, ia enggan mengumbar jumlah detil pengguna Twitter Indonesia.
"Yang terpenting bagi kami gaungnya, bukan sekadar jumlah," ia menuturkan.
Twitter tak punya kompetitor
Menurut dia, Twitter tak akan ditinggalkan karena layanan mikroblog tersebut tak punya pesaing. Ia pun mengklaim massa Twitter sudah solid dan memiliki jati diri yang mapan.
"Twitter nggak punya kompetitor karena Twitter bukan sekadar media sosial. Perannya lebih ke menghimpun perbincangan yang sedang ramai agar pengguna bisa bertukar informasi. Tiap peristiwa penting yang terjadi real-time bisa ditemukan pertama kali di Twitter," Roy menjelaskan.
Ia mengatakan media sosial yang ada saat ini punya peran dan fungsinya masing-masing. Misalnya Instagram untuk berbagi foto, Facebook untuk saling mengetahui update hidup teman-teman yang jauh, atau Snapchat untuk berbagi penggalan video kehidupan sehari-hari.
Roy pun memiliki akun di media sosial lain. Ia mengatakan ada konten-konten tertentu yang memang lebih cocok dibagi di Twitter, ada juga yang lebih cocok di Instagram dan Facebook.
"Tiap pesan yang ingin disampaikan akan berbeda resonansinya ketika dibagi di platform berbeda," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar