Oleh: KH Athian Ali Dai
Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Tauhid memiliki makna mengesakan Allah SWT. Dalam surah Ibrahim ayat 24-25, tauhid digambarkan seperti sebuah pohon.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimna Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Dari ayat di atas, dapat ditafsirkan pohon sebagai manusia. Akar yang merupakan sumber dari hidupnya pohon menggambarkan tauhid atau keyakinannya terhadap Sang Pencipta. Akar yang menjadikan sebuah pohon menjulang ke atas dengan kokohnya. Sehingga tumbuhlah batang, ranting, daun dan buah. Apabila akarnya tumbuh dengan baik, tentu akan menghasilkan dahan, ranting, daun hingga buah yang baik. Begitu juga sebaliknya.
Seperti yang telah digambarkan, akar yang baik akan menghasilkan tumbuhan yang baik. Begitu juga dengan tauhid. Seseorang mengesakan Allah dengn baik akan menjadi pribadi yang baik. Berwibawa, bijaksana, saleh dan yang lainnya.
Hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya dipastikan hubungannya dengan sesama mahkluk Tuhan akan baik pula. Pun sebaliknya. Akidah seseorang yang lemah imannya akan berdampak pada perilakunya terhadap sesama mahkluk Tuhan. Oleh karena itu, sangatlah penting mempertahankan akidah dalam diri.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengn lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahana pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS ar-Rum: 30)
Kalimat tauhid “La ilaha illallah” diibaratkan tiket masuk surga Allah. Setiap orang yang meninggal dalam keadaan mempertahankan akidahnya, bisa langsung mendapat tiket masuk surga Allah secara cuma-cuma.
Namun, mendapatkan tiket surga bukan berarti bisa langsung masuk surga Allah. Jika memiliki amal yang terdapat dalam kitab Allah lebih berat dari dosa, maka bisa langsung masuk surga Allah. Bila sebaliknya, maka sebelum masuk surga, harus menikmati neraka Allah sebelum masuk surga.
“Orang-orang yang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata … sungguh, orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat mahkluk.” (QS al-Bayyinah: 1 dan 6)
Dari sini kita memahami pinsip tauhid yang berangkat dari cara mempertahankan akidah yang diyakini. Seseorang akan selamat dari api neraka ketika memiliki akidah yang kuat dan menjadikan dirinya hamba Allah. Hamba yang senantiasa melakukan segala hal hanya karena mengharap ridha Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar