jar
yakni dengan panjang total 8,6 meter, tinggi 3,5 meter dan lebar 2,6
meter. Kereta ini berjalan di atas enam roda ukuran besar dengan
diameter 2 meter dengan panjang jari-jari roda sepanjang 90 cm dan dua
roda kecil yang berdiameter 1,5 meter dengan panjang jari-jari roda 70
cm. Tidak hanya besarnya ukuran yang membuat pedati ini begitu istimewa
tapi juga teknologi yang terdapat dalam kereta itu dinilai oleh banyak
pengamat sebagai kereta yang melampaui teknologi zamannya. Teknologi itu
bisa dilihat dari terdapatnya semacam as terbuat dari kayu bulat
berdiameter 15 cm yang menghubungkan antar roda melalui poros yang ada
di tiap-tiap roda tersebut dengan pelumas dari getah pohon damar di tiap
pertemuan antara roda tersebut dengan poros agar disamping pertemuan
antara as dan porosnya tetap lancar juga membuat as tidak cepat aus.
Satu hal lainnya yang mengundang decak kagum adalah sistem rangkaian dari Pedati Gede Pekalangan ini menggunakan sistem knock down layaknya kereta api hingga jika pada saat itu yang diangkut tak cukup hanya dengan menggunakan pedati ini maka digunakan pedati-pedati lainnya dengan cara mencangkolkan pedati tambahan itu dibelakangnya dan ditarik dengan tenaga kerbau bule yang diyakini memiliki tenaga di atas rata-rata kerbau biasa pada umumnya.
Berdasarkan catatan dan dipercaya oleh beberapa ahli dibuat pada tahun 1371 ketika Cirebon masih berbentuk katumenggungan dan dipimpin oleh Pangeran Cakrabuwana. Dan pedati ini masih tetap digunakan hingga jaman kesultanan Sunan Gunung Jati di abad ke-15. Salah satu peran penting pedati ini adalah ketika pembangunan Masjid Agung Sang Ciptarasa tahun 1480 sebagai alat angkut bangunan dan juga sebagai alat transfortasi ketika menginfasi Sakiawarman yang bersembunyi di desa Girinata (kini wilayah Palimanan). Sakiawarman merupakan adik kandung Prabu Purnawarman yang merupakan Kerajaan Tarumanegara di daerah Cisadane, Bogor, yang memberontak kepada kakaknya tapi karena gagal kemudian melarikan diri ke Desa Girinata. Karena Girinata waktu itu merupakan wilayah Kerajaan Indraprasta, maka Purnawarman meminta bantuan kepada Wiryabanyu, Raja Indraprasta untuk menumpas para pemberontak ini. Dan karena Kerajaan Indraprasta dan Kesultanan Cirebon waktu itu bersahabat dengan Kerajaan Tarumanegara maka Kesultanan Cirebon pun ikut mengirimkan pasukannya berikut dengan alat-alat logistiknya menggunakan pedati gede ini untuk kemudian ikut membantu kerajan tersebut menumpas para pemberontak yang bersembunyi di Girinata. Kontur tanah Desa Girinata yang becek dan berbukit-bukit membuat Pasukan Cirebon sangat terbantu dengan adanya pedati gede Pekalangan ini. Disamping itu, tak hanya sebagai alat angkut, postur badan pedati gede ini yang sangat besar dan kokoh pun bisa dijadikan sebagi benteng dikala pasukan musuh menyerang.
Satu hal lainnya yang mengundang decak kagum adalah sistem rangkaian dari Pedati Gede Pekalangan ini menggunakan sistem knock down layaknya kereta api hingga jika pada saat itu yang diangkut tak cukup hanya dengan menggunakan pedati ini maka digunakan pedati-pedati lainnya dengan cara mencangkolkan pedati tambahan itu dibelakangnya dan ditarik dengan tenaga kerbau bule yang diyakini memiliki tenaga di atas rata-rata kerbau biasa pada umumnya.
Berdasarkan catatan dan dipercaya oleh beberapa ahli dibuat pada tahun 1371 ketika Cirebon masih berbentuk katumenggungan dan dipimpin oleh Pangeran Cakrabuwana. Dan pedati ini masih tetap digunakan hingga jaman kesultanan Sunan Gunung Jati di abad ke-15. Salah satu peran penting pedati ini adalah ketika pembangunan Masjid Agung Sang Ciptarasa tahun 1480 sebagai alat angkut bangunan dan juga sebagai alat transfortasi ketika menginfasi Sakiawarman yang bersembunyi di desa Girinata (kini wilayah Palimanan). Sakiawarman merupakan adik kandung Prabu Purnawarman yang merupakan Kerajaan Tarumanegara di daerah Cisadane, Bogor, yang memberontak kepada kakaknya tapi karena gagal kemudian melarikan diri ke Desa Girinata. Karena Girinata waktu itu merupakan wilayah Kerajaan Indraprasta, maka Purnawarman meminta bantuan kepada Wiryabanyu, Raja Indraprasta untuk menumpas para pemberontak ini. Dan karena Kerajaan Indraprasta dan Kesultanan Cirebon waktu itu bersahabat dengan Kerajaan Tarumanegara maka Kesultanan Cirebon pun ikut mengirimkan pasukannya berikut dengan alat-alat logistiknya menggunakan pedati gede ini untuk kemudian ikut membantu kerajan tersebut menumpas para pemberontak yang bersembunyi di Girinata. Kontur tanah Desa Girinata yang becek dan berbukit-bukit membuat Pasukan Cirebon sangat terbantu dengan adanya pedati gede Pekalangan ini. Disamping itu, tak hanya sebagai alat angkut, postur badan pedati gede ini yang sangat besar dan kokoh pun bisa dijadikan sebagi benteng dikala pasukan musuh menyerang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar