Beberapa kali kita pernah mendengar kasus seorang atlet yang
meninggal mendadak setelah melakukan latihan olahraga. Padahal, anggapan
umum terhadap atlet adalah orang yang sehat. Lantas kenapa mereka bisa
meninggal secara mendadak?
Salah satu penyebab kematian mendadak pada atlet adalah berhentinya
kerja jantung secara tiba-tiba. Kejadian tersebut dipicu oleh olahraga
dengan intensitas tinggi yang dilakukan dalam waktu lama.
Dokter konsultan jantung dan elektrofisiologis Jeremy Chow
menjelaskan, ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang bisa
mengalami kematian jantung mendadak atau sudden cardiac death (SCD). Berikut di antaranya.
1. Kelainan jantung kongenital
Kelainan jantung
kongenital merupakan kondisi cacat pada jantung atau dikenal juga dengan
kelainan bawaan. Kondisi ini sudah ada sejak seorang individu
dilahirkan. Umumnya seseorang yang mengalami kelainan jantung kongenital
tidak dapat hidup lama, kecuali mendapat tindakan operatif pada
jantungnya.
2. Kelainan otot jantung
Kondisi ini bisa berupa
hipertropi (pembesaran) otot jantung yang berakibat dari gagalnya
jantung untuk berfungsi secara normal. Chow mengatakan, 80 persen SCD
disebabkan oleh kondisi ini.
"Ini merupakan faktor genetik sehingga tidak ada yang bisa dilakukan
untuk mencegahnya," ujar dokter dari Asian Heart & Vascular Centre,
Gleneagles Medical Centre, Singapura, dalam sebuah wawancara Selasa di Jakarta.
3. Aritmia
Aritmia dikenal juga sebagai gangguan
irama jantung. Kondisi ini disebabkan oleh permasalahan kelistrikan
jantung. Saat terjadinya aritmia, detak jantung bisa terjadi sangat
lambat bahkan berhenti. Inilah yang menyebabkan kematian.
4. Abnormalitas arteri jantung
Gangguan ini
berupa adanya penyumbatan pada arteri ke jantung sehingga mengakibatkan
fungsi jantung yang terganggu. Abnormalitas arteri juga bisa berarti
kelainan pada letak maupun cabang dari arteri.
5. Infeksi atau inflamasi
Virus atau bakteri bisa
menginfeksi organ-organ dalam tubuh manusia, termasuk jantung. Infeksi
menyebabkan inflamasi atau peradangan di jantung yang memicunya tidak
berfungsi dengan baik.
"Dengan memiliki salah satu faktor di atas, seseorang memiliki risiko
yang lebih tinggi mengalami SCD. Bahkan, di usia muda, di bawah 40
tahun, mereka bisa mengalaminya, terutama saat melakukan olahraga dengan
intensitas tinggi dalam waktu panjang," ujar Chow.
Tak bergejala
Chow menegaskan, SCD berbeda dengan serangan jantung meskipun
sama-sama menyebabkan jantung gagal berfungsi dan berujung pada
kematian. SCD, kata dia, umumnya tidak bergejala, tidak seperti serangan
jantung.
"Biasanya, saat mengalami serangan jantung, ada rasa nyeri di dada
yang menjalar dan orang bisa bertahan beberapa waktu. Namun, pada SCD,
kematian bisa langsung terjadi saat itu juga dan sayangnya tidak ada
gejala," ujarnya.
Serangan jantung kebanyakan disebabkan oleh penyakit jantung yang
berlangsung kronik dalam waktu lama. Misalnya, penumpukan plak di
pembuluh darah yang mempersempit pembuluh darah bisa menyebabkan
serangan jantung jika sudah tersumbat. Ini berbeda dengan SCD, yang
kebanyakan faktor pemicunya merupakan bawaan atau faktor genetik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar