Senin, 09 Juni 2014

Dilematika UNAS: Saat Nilai Salah Berbicara

18 April 2014 pukul 9:36
Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
di tempat.


16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…

a. terpaksa

b. terpuji

c. tercela

d. terbiasa



Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu, salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…


Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca isinya.


Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak?


Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin…


Nggak, Jo, aku mau jujur aja.


Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa detik setelahnya,


Ah, cemen kamu.


Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo. 


Jujur itu keren.
UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil 'memaksa' pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus menunggu.


Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu, jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang partisipan yang melempar tanya:


"Bagaimana dengan kecurangan UNAS?"


Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari ketidakjujuran.


Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.


UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.


Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...


Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator 'menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan'?


Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, 'kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, 'kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.


Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata 'sedikit' ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, 'kan?


Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti... apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.


Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...


Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?


Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?


Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?


Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?


Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?


Etiskah menuntut sebelum memberi?


Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?


Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, 'Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan'. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak 'UNAS menyenangkan' itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas...


Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.


Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa "Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.


Iya langsung bersih cling begitu, toh?


Nyatanya tidak.


Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.

Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.


Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?


Tidak.


Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya... mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.

.........

.........


.........


Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.


Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?


Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.


Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.


Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?


Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, "Kita lihat saja hasilnya nanti."


Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah 'don't judge a book by its cover', akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para 'ghost writer UNAS'. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?


Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi...


Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, "Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita". Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?


(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom 'saya mengerjakan ujian dengan jujur' dari lembar jawaban UNAS.)


UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.


Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.


Dan saya tahu itu, Pak.


Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?


Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?


Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?


Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.


Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.


Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...

Dari anakmu yang meredam sakit,


Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.

Seperti Mengejar Kupu-Kupu ..

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga.
Ia tampak termenung. Tatapan matanya kosong,
menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata
angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik
yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap,
sampai ada suara yang menyapanya. Ada orang lain
disana.

"Sedang apa kau disini anak muda?"
tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek
tua. "Apa yang kau risaukan..?" Anak muda itu menoleh ke samping,
"Aku lelah Pak Tua. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku.
Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada
tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku
harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"

Kakek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan
dengan penuh perhatian. Di pandangnya wajah lelah di depannya.
Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada
sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu,
tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan.
"Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku
dengan tanganmu" sang Kakek mengulang kalimatnya lagi.

Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman.
Tak berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak
dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap,
ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput.
Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan.
Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak beraturan.
Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman untuk
mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar.

Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat
ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda.

Istirahatlah." Tampak sang Kakek yang berjalan perlahan.
Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan
di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang berkeliling,
sesekali hinggap di tubuh tua itu.

"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan?
Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak
tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?"
Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."

"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan
benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah
kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari
kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri."

Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yanghinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

***

Teman, mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat kita santap setelah mendapatkannya.

Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan
cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Teman, cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu
menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap
langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita. Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah
memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling kita,
namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

Wallahu A'lam Bishawab.

Kamu Akan Kembali Tersenyum ..

Kamu Akan Kembali Tersenyum,
Jika menyadari arti dirinya untukmu
Jika merasa keindahan hanya sementara
Jika mengerti yang abadi adalah kenangan
Jika yakin keikhlasan hanya dari hati
Jika memahami ketulusan hanya dari sanubari.

Kamu akan kembali Tersenyum,
Saat tahu tak mudah mencari yang telah hilang
Saat tahu bahwa mengejar impian itu tidaklah mudah
Namun mempertahankan yang ada itu begitu sulit
Karena walupun tergenggam kadang kala terlepas juga.

Kamu akan kembali Tersenyum,
Ketika teringat kata pepatah:” Jika kamu
tidak memiliki apa yang kamu sukai,
maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini".

Sahabat, belajarlah ..
Untuk bisa menerima apa adanya & berfikir positif
Ingatlah selalu, hidup bagaikan mimpi, seindah apapun
Ia akan sirna tanpa bekas jika kamu terbagun dari tidurmu
Ingatlah selalu, rumah mewah, kedudukan dan jabatan
Semuanya akan hilang ketika nafas terakhirmu telah tiba.

Sahabat, Sadarlah ..
Apalagi yang mau diperebutkan
Apalagi yang mau disombongkan
Maka jalanilah hidup ini dengan keinsafan nurani
Jangan terlalu perhitungan
Jangan hanya mau menang sendiri
Jangan suka menyakiti sesama, apalagi
terhadap mereka yang berjasa bagi kita.

Sahabat, Renungkanlah ..
Untuk selalu hidup dengan kasih
Selalu berlapang dada dan mengalah
Senantiasa ceria, leluasa dan gembira
Tak ada yang tak bisa di ikhlaskan
Tak ada sakit hati yang tak bisa dimaafkan
Tak ada dendam yang tak bisa terhapus.

Wallahu A'lam Bishawab.

Bukan Untuk Marah ..

Alkisah,
Pada suatu hari Seorang bos yang sangat menyukai
bunga Anggrek ingin pergi meninggalkan rumahnya
sebelum keberangkatannya Ia berpesan kepada
pegawai kepercayaannya untuk selalu menjaga
bunga Anggrek miliknya itu

Maka, Selama sang bos pergi
seseorang yang diberi amanah itu
dengan teliti memelihara bunga-bunga
anggrek tersebut. Namun, karena sudah takdir
ketika si penjaga bunga itu menyiramnya,
tanpa sengaja menyenggol rak-rak
pohon sehingga semua pohon anggrek berjatuhan
& pot anggrek itu pecah berantakan
& pohon anggrek berserakan.

Penjaga bunga Anggrek itu sangat ketakutan,
sekali dia takut apa yang sudah dibuatnya
berujung pemecatan atas dirinya
karena itu Ia bertekad untuk meminta maaf
kepada sang tuan, ketika sang Bos pulang
dari berpergian, Ia memanggil penjaga Bungga itu
tanpa sedikitpun menunjukkan kekesalannya
bahkan berkata, "Saya menanam bunga anggrek,
alasan pertama adalah utk dipersembahkan kpd org yg suka
melihatnya & yg kedua adlh utk memperindah lingkungan
di daerah ini, bukan demi utk marah
saya menanam pohon anggrek ini."

Perkataan tuan ini sungguh benar, "
Bukan demi utk marah
menanam pohon anggrek."

Dia bisa demikian toleran,
karena walaupun
menyukai bunga anggrek,
tetapi di hatinya tidak ada
rasa keterikatan akan bunga

anggrek. Oleh sebab itu
ketika dia kehilangan
bunga-bunga anggrek
tsb, tidak menimbulkan
kemarahan dlm hatinya.

Sedangkan kita dalam kehidupan kita,
sering terlalu banyak kekhawatiran,
terlalu peduli pada kehilangan, mendapatkn
sehingga menyebabkan keadaan emosi kita tidak stabil.
Kita merasa tidak bahagia. Maka seandainya
kita sedang marah, kita bisa berpikir sejenak:

"Bukan demi marah menjadi sahabat."

"Bukan demi marah menjadi suami istri."

"Bukan demi marah melahirkan & mendidik anak."

"Bukan demi marah menjadi atasan dan pemimpin."

"Bukan demi marah menjadi sakit dan tidak berdaya.".

Maka kita bisa mencairkan rasa
marah & kesusahan yg ada dalam hati
kita & merubahnya menjadi
rasa damai.

Setelah membaca ini, saat emosimu tinggi
dan hendak bertengkar (dgn siapapun juga),

ingatlah perjumpaan kalian di dunia,
bukan untuk marah ..

Wallahu A'lam Bishawab.

NILAI KEHIDUPAN ..

Alkisah,
Ada seorang pemuda
yang hidup sebatang kara.
Pendidikan rendah, hidup dari
bekerja sebagai buruh tani milik
tuan tanah yang kaya raya.

Walapun hidupnya sederhana
tetapi sesungguhnya dia bisa
melewati kesehariannya dengan
baik.

Pada suatu ketika, si pemuda
merasa jenuh dengan
kehidupannya. Dia tidak mengerti,
untuk apa sebenarnya hidup di
dunia ini. Setiap hari bekerja di
ladang orang demi sesuap nasi.

Hanya sekadar melewati hari
untuk menunggu kapan akan
mati. Pemuda itu merasa hampa,
putus asa, dan tidak memiliki arti.

"Daripada tidak tahu hidup untuk
apa dan hanya menunggu mati,
lebih baik aku mengakhiri saja
kehidupan ini," katanya dalam
hati. Disiapkannya seutas tali dan
dia berniat menggantung diri di
sebatang pohon.

Pohon yang dituju, saat melihat
gelagat seperti itu, tiba-tiba
menyela lembut. "Anak muda yang
tampan dan baik hati, tolong
jangan menggantung diri di
dahanku yang telah berumur ini.

Sayang, bila dia patah. Padahal
setiap pagi ada banyak burung
yang hinggap di situ, bernyanyi
riang untuk menghibur siapapun
yang berada di sekitar sini."

Dengan bersungut-sungut, si
pemuda pergi melanjutkan
memilih pohon yang lain, tidak
jauh dari situ. Saat bersiap-siap,
kembali terdengar suara lirih si
pohon, "Hai anak muda. Kamu
lihat di atas sini, ada sarang
tawon yang sedang dikerjakan
oleh begitu banyak lebah dengan
tekun dan rajin. Jika kamu mau
bunuh diri, silakan pindah ke
tempat lain. Kasihanilah lebah dan
manusia yang telah bekerja keras
tetapi tidak dapat menikmati
hasilnya."

Sekali lagi, tanpa menjawab
sepatah kata pun, si pemuda
berjalan mencari pohon yang lain.

Kata yang didengarpun tidak jauh
berbeda, "Anak muda, karena
rindangnya daunku, banyak
dimanfaatkan oleh manusia dan
hewan untuk sekadar beristirahat
atau berteduh di bawah
dedaunanku. Tolong jangan mati
di sini."

Setelah pohon yang ketiga kalinya,
si pemuda termenung dan
berpikir, "Bahkan sebatang
pohonpun begitu menghargai
kehidupan ini. Mereka
menyayangi dirinya sendiri agar
tidak patah, tidak terusik, dan
tetap rindang untuk bisa
melindungi alam dan bermanfaat
bagi makhluk lain".

Segera timbul kesadaran baru.

"Aku manusia; masih muda, kuat,
dan sehat. Tidak pantas aku
melenyapkan kehidupanku
sendiri. Mulai sekarang, aku harus
punya cita-cita dan akan bekerja
dengan baik untuk bisa pula
bermanfaat bagi makhluk lain".

Si pemuda pun pulang ke
rumahnya dengan penuh
semangat dan perasaan lega.

Teman-teman yang luar biasa,
Kalau kita mengisi kehidupan ini
dengan menggerutu, mengeluh,
dan pesimis, tentu kita menjalani
hidup ini (dengan) terasa
terbeban dan saat tidak mampu
lagi menahan akan
memungkinkan kita mengambil
jalan pintas yaitu bunuh diri.

Sebaliknya, kalau kita mampu
menyadari sebenarnya kehidupan
ini begitu indah dan
menggairahkan, tentu kita akan
menghargai kehidupan ini. Kita
akan mengisi kehidupan kita,
setiap hari penuh dengan
optimisme, penuh harapan dan
cita-cita yang diperjuangkan,
serta mampu bergaul dengan
manusia-manusia lainnya.

Maka, jangan melayani perasaan
negatif. Usir segera. Biasakan
memelihara pikiran positif, sikap
positif, dan tindakan positif.
Dengan demikian kita akan
menjalani kehidupan ini penuh
dengan syukur, semangat.

Wallahu A'lam Bishawab.

Saat Kamu Bertanya ..

Saat kamu sibuk dan merasa
hidup seperti diburu-buru,
hendaklah kamu menyadari bahwa :
Aktifitas memberimu kesibukan
Tapi Produktifitas memberimu hasil.
Aktifitas memakan waktu
Produktifitas membebaskan waktu.

Ketika kamu berfikir mengapa hidup ini rumit.
Berhentilah menganalisa hidup. Jalani saja.
Analisa-lah yang membuatnya jadi rumit.

Dan ketika kamu tidak pernah bahagia
Sadarilah bahwa Hari ini
adalah hari esok yang kamu khawatirkan kemarin.
Kamu merasa khawatir karena kamu menganalisa.
Merasa khawatir menjadi kebiasaanmu.
Karena itulah kamu tidak pernah bahagia.

Ketika kamu bergelut dengan ketidakpastian
yakinlah, ketidakpastian itu tak bisa dhindari
akan tetapi, kekhawatiran adalah sebuah pilihan
dan saat kamu mengalami rasa sakit karena ketidakpastian
percayalah, rasa sakit tidak bisa dihindari
tetapi penderitaan adalah sebuah pilihan.

Ketika kamu bertanya
mengapa orang baik selalu menderita?
Sadarilah, Berlian tidak dapat diasah tanpa gesekan.
Emas tidak dapat dimurnikan tanpa api.
Orang yang baik melewati rintangan, tanpa harus menderita.
Dengan pengalaman itu, hidup mereka menjadi lebih baik bukan sebaliknya.

Saat kamu bertanya
Apakah pengalaman pahit itu berguna?
yakinlah, pengalaman adalah guru yang keras.
Guru Pengalaman memberi ujian dulu, baru pemahamannya.
dan Masalah adalah Rintangan yang ditujukan
untuk meningkatkan kekuatan mental
karena Kekuatan dari dalam diri
bisa keluar dari perjuangan dan rintangan,
bukan dari berleha-leha.

Ketika kamu bertanya
Kemana aku harus melangkah ditengah segala persoalan ini,
Renungkanlah, Jika kamu melihat keluar,
maka kamu tidak akan tahu kemana kamu melangkah.
Lihatlah ke dalam. Melihat keluar, kamu bermimpi.
Melihat ke dalam, kamu terjaga.
Mata memberimu penglihatan.
Hati memberimu arah.

Saat Kamu bertanya
mengapa kadang2 ketidak berhasilan membuatku menderita.
Apa yang dapat saya lakukan?
ingatlah, Keberhasilan adalah ukuran yang dibuat oleh orang lain.
Kepuasan adalah ukuran yang dibuat olehmu sendiri.
Mengetahui tujuan perjalanan akan tarasa lebih memuaskan
daripada mengetahui bahwa kau sedang berjalan.
Bekerjalah dengan kompas, biarkan orang lain bekejaran dengan waktu.

Orang-orang yang gagal dibagi menjadi dua :
yaitu mereka yang berpikir gagal padahal tidak pernah melakukannya,
dan mereka yang melakukan kegagalan dan tak pernah memikirkannya.
(John Charles Salak)

Gagal dalam sebuah pertempuran akan lebih ksatria,
daripada gagal sebelum sempat menarik pedang.
(Julio Cesar)

Dan kamu bukan gagal, kamu hanya sedang belajar.
(Movie: The Tuxedo)

Saat kamu kehilangan motivasi
Selalulah melihat sudah berapa jauh saya berjalan,
daripada masih berapa jauh saya harus berjalan.
Selalu hitung yang harus kau syukuri, jangan hitung apa yang tidak kau peroleh.

sungguh jika kamu bertanya
Apa yang menarik dari manusia?
yang pasti kebanyaan manusia
Jika menderita, mereka bertanya “Mengapa harus aku?”.
Jika mereka bahagia, tidak ada yang pernah bertanya
“Mengapa harus aku?”.

Saat menderita dan kamu bertanya: “Mengapa aku ?”
Maka Tuhan akan menjawab: “Karena kamu adalah orang yang special di mata Ku.”
(Mario Teguh)

Saat kamu bertanya
siapa aku, mengapa aku di sini?
renungkanlah,Jangan sekali2 mencari siapa kamu,
tapi tentukanlah ingin menjadi apa kamu.
Berhentilah mencari mengapa saya di sini. Ciptakan tujuan itu.
Hidup bukanlah proses pencarian, tapi sebuah proses penciptaan.

Kelak aku ingin seseorang bertanya padaku :
“Siapa kamu ?”
Lalu akupun menjawab :
“Aku adalah sosok yang kuinginkan !”
(Sidney Poitier)

Ketika Kamu Bertanya
Bagaimana saya bisa mendapat yang terbaik dalam hidup ini?
Tenanglah, Hadapi masa lalumu tanpa penyesalan.
Peganglah saat ini Dengan keyakinan.
Siapkan masa depan tanpa rasa takut.
Lakukan atas apa yang kamu yakini.

Kebahagiaanmu di masa depan lebih berharga daripada kepedihanmu di masa lalu.
(2FuN)

Aku tidak tahu kunci kesuksesan, tapi saya rasa kunci kebahagiaan adalah “Ingatan yang buruk”.
(Bill Cosby)

Saat kamu bertanya
mengapa Seringkali doa2mu tidak dijawab.
sadarilah, Tidak ada doa yang tidak dijawab.
Hanya Seringkali jawabannya adalah TIDAK atau Belum saatnya !

DOA mampu mewujudkan hal yang mustahil, menjadi mungkin.
(A’a Gym)

Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban,
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.
(Q.S. 19.Maryam : 4)

Sahabat....
Bersabar, dan buanglah rasa takut.
Hidup adalah Pilihan,
Hidup adalah misteri untuk dipecahkan,
dan setiap masalah yang ada bukan untuk dihindari tapi untuk diselesaikan.

Wallahu A'lam Bishawab.

Cukup .. (itu Tanda Syukur).

Suatu hari seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib.
Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang banyak sekali.

Si Petani menjadi sangat kaya raya, dan ingin menumpuknya sebanyak mungkin.

Sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup".

Seketika Si Petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya.

Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan disana.

Kucuran uang terus mengalir sementara Si Petani mengisi semua karungnya,
seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya.

Masih kurang! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya Si Petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata CUKUP ..

Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata
"cukup".
Kapankah kita bisa berkata cukup?

Hampir semua orang merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya.

Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih dibawah target.

Istri mengeluh suaminya kurang perhatian.
Suami berpendapat istrinya kurang pengertian.
Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.

Semua merasa kurang dan kurang. Kapankah kita bisa berkata cukup?

Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.

Cukup adalah persoalan kepuasan hati. Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa men-syukuri.

Tak perlu takut berkata cukup. Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita
berhenti berusaha dan berkarya.

"Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri.

Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima,
bukan apa yang belum kita dapatkan.

Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.

Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini,
maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.

Belajarlah untuk berkata "Cukup"

"Cara yang Paling tepat untuk "mengatakan" Cukup adalah dengan BERSYUKUR, semakin Kita merasa "cukup" dan bersyukur maka Kita akan semakin dekat dengan kebahagiaan dan jauh dari rasa kekurangan"

Sahabat...

Walau bagaimanapun rasa syukur dan rasa cukup harus kita barengi dengan ibadah sebagai wujud nyata, ..

.. agar rezeki kita semkin bertambah bukannya makin berkurang

.. agar cahaya iman semakin terang menerangi jalan hidup kita.

"Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau kufur (akan nikmat-Nya). " (QS An Naml:40)

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim:7)

Wallahu A'lam Bishawab.

Saat Kita di Tanya ..

Hidup di dunia bagaikan mimpi. Seindah apapun, begitu bangun semuanya sirna tak berbekas.

Rumah mewah bagai istana, harta benda yang tak terhitung, kedudukan, dan jabatan yang luar biasa,

Namun .. Ketika nafas terakhir tiba, sebatang jarum pun tak bisa dibawa pergi. Sehelai benang pun tak bisa dimiliki ..

* Tuhan tidak akan bertanya jenis mobil apa yang dikendarai Anda, tapi akan bertanya berapa banyak orang yang tidak memiliki kendaraan yang Anda bawa.

* Tuhan tidak akan bertanya seberapa lebar rumah Anda, tapi akan bertanya berapa banyak orang yang Anda sambut dirumah Anda.

* Tuhan tidak akan bertanya tentang baju bagus di lemari Anda, tapi akan bertanya berapa banyak pakaian yang Anda bagi untuk membantu mereka yang memerlukan pakaian.

* Tuhan tidak akan bertanya tentang status sosial, tapi akan menanyakan apakah kehidupan Anda menceritakan siapa Tuhan Anda.

* Tuhan tidak akan bertanya berapa banyak harta yang Anda miliki, akan tetapi Tuhan bertanya apakah harta itu mengendalikan hidup Anda.

* Tuhan tidak akan bertanya apa jabatan Anda dalam pekerjaan, tapi akan bertanya apakah anda mengerjakan pekerjaan Anda dengan kemampuan terbaik Anda.

* Tuhan tidak akan menanyakan apa yang anda lakukan untuk membantu diri sendiri, tapi akan menanyakan apa yang anda lakukan untuk membantu orang lain.

* Tuhan tidak akan menanyakan berapa banyak teman yang Anda miliki, tapi Dia akan bertanya Anda menjadi teman sejati bagi berapa banyak orang.

* Tuhan tidak akan menanyakan apa yang anda lakukan untuk melindungi hak Anda, tapi akan menanyakan apa yang anda lakukan untuk melindungi hak-hak orang lain.

* Tuhan tidak akan menanyakan di lingkungan seperti apa Anda tinggal, tapi Dia akan bertanya bagaimana Anda memperlakukan tetangga di lingkungan Anda tinggal.

* Jangan bangga dengan rumah mewah, karena rumah terakhir kita adalah KUBURAN

* Jangan bangga dengan wajah yg ganteng/cantik, karena wajah kita yang terakhir adalah TENGKORAK

* Jangan bangga dengan mobil mewah, karena mobil terakhir kita adalah AMBULANCE

* Jangan bangga dengan handphone mahal/canggih, karena alat komunikasi yang bisa menyelamatkan kita adalah DOA.

Dengan demikian,

Apalagi yang mau diperebutkan?

Apalagi yang mau disombongkan?

Jalanilah hidup ini dengan keinsafan nurani. Jika kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini.

Belajar menerima apa adanya dan berpikir positif. Jangan terlalu perhitungan Jangan hanya mau menang sendiri Jangan suka sakiti sesama apalagi terhadap mereka yang berjasa bagi kita.

Belajarlah tiada hari tanpa kasih. Selalu berlapang dada dan mengalah.

Hidup ceria, bebas leluasa. Tak ada yang tak bisa di ikhlaskan
Tak ada sakit hati yang tak bisa dimaafkan. Tak ada dendam yang tak bisa terhapus.

Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa langit itu selalu biru, bunga selalu mekar, dan mentari selalu bersinar,

Tapi ketahuilah bahwa Dia selalu memberi :

Pelangi di setiap badai,
Senyum di setiap air mata,
Berkah di setiap cobaan,
Dan jawaban di setiap doa..
Jangan pernah menyerah sahabat,
Terus berjuang
hadapi segala rintangan

Hidup bukanlah suatu tujuan,
melainkan perjalanan, nikmatilah ..
denga ketaqwaan & kualitas hidup yang baik
dimulai dari diri kita sendiri ..

Wallahu A'lam Bishawab.

Bahasa Cirebon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Bahasa Jawa Cirebon)
Bahasa Cirebon atau disebut oleh masyarakat setempat sebagai Basa Cerbon ialah bahasa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat terutama mulai daerah Pedes hingga Cilamaya di Kabupaten Karawang, Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara, Pusaka Ratu, Compreng di Kabupaten Subang, Jatibarang di Kabupaten Indramayu, Ligung, Jatitujuh, Sumberjaya, Dawuan, Kasokandel, Kertajati, Palasah, Jatiwangi[1], Sukahaji dan Sindang[2] di Kabupaten Majalengka sampai Cirebon dan Losari Timur di Kabupaten Brebes di Provinsi Jawa Tengah.

Pengaruh

Dahulu dialek ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15 sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya Sunda Kuningan dan Sunda Majalengka dan juga dipengaruhi oleh Budaya China, Arab dan Eropa hal ini dibuktikan dengan adanya kata "Taocang (Kuncir)" yang merupakan serapan China, kata "Bakda (Setelah)" yang merupakan serapan Bahasa Arab dan kemudian kata "Sonder (Tanpa)"[3] yang merupakan serapan bahasa eropa (Belanda). Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa Baku.
Beberapa ahli percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sebelum permulaan zaman hindu dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat Jawa. sebagai hasilnya dapat ditemui dua macam hasil karya sastra cirebonan, yang disebut "tembang gedhe dan tembang tengahan" setelah Cirebon dijadikan pusat dari penyebar agama islam oleh walisanga, yang diperkirakan sekitar abad ke 14 - 15masehi, "tembang cilik" yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai "tembang macapat" muncul. setelah beberapa hasil karya sastra telah selesai ditulis, banyak cerita sejarah atau legenda menyebar ke masyarakat melalui komunikasi (tatap muka).[4]

Perdebatan Bahasa Cirebon (Dialek Bahasa Jawa atau Bahasa Mandiri)

Perdebatan tentang Bahasa Cirebon sebagai Sebuah Bahasa yang Mandiri terlepas dari Bahasa Sunda dan Jawa telah menjadi perdebatan yang cukup Panjang, serta melibatkan faktor Politik Pemerintahan, Budaya serta Ilmu Kebahasaan.

Bahasa Cirebon Sebagai Sebuah Dialek Bahasa Jawa

Penelitian menggunakan kuesioner sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar (makan, minum, dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata bahasa Cirebon dengan bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75 persen, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76 persen.[5] Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.[5]
Meski kajian Linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (Karena Penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena perda adalah kajian politik. Dalam dunia kebahasaan menurut dia, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya, kedua atas dasar politik, dan ketiga atas dasar Linguistik.
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.
Artinya, ketika perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi, dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda.[6]

Bahasa Cirebon sebagai Bahasa Mandiri

Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda.
”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya. Jika akan dilakukan revisi atas perda tadi, kemungkinan besar masyarakat bahasa Cirebon akan memprotes.
Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan.[7]

Cacarakan Cirebon

Aksara Cirebon

Bahasa Cirebon dalam perjalanannya menggunakan aksara yang dikenal dengan nama Cacarakan Cirebon dan juga Aksara Arab Pegon. Aksara Cacarakan Cirebon merupakan jenis aksara yang bentuknya lebih dekat dengan aksara Bali ketimbang aksara Carakan Jawa.

Kosakata

Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa ini tidak memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik. Memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon dengan di Indramayu itu meskipun termasuk bahasa Jawa, mempunyai perbedaan cukup besar dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya, yaitu Bahasa Jawa dialek Cirebon. [8] namun penerbitan buku penujang pelajaran bahasa daerah yang terjadi tahun selanjutnya tidak mencantumkan kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon" lagi, akan tetapi hanya menggunakan kata "Bahasa Cirebon" hal ini seperti yang telah dilakukan pada penerbitan buku penunjang pelajaran bahasa cirebon pada tahun 2001 dan 2002. "Kamus Bahasa Cirebon" yang ditulis oleh almarhum bapak Sudjana sudah tidak mencantumkan Kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon" namun hanya "Kamus Bahasa Cirebon" begitu juga penerbitan "Wyakarana - Tata Bahasa Cirebon" pada tahun 2002 yang tidak mununjukan lagi keberadaan Bahasa Cirebon sebagai bagian dari Bahasa Jawa, namun menunjukan eksistensi Bahasa Cirebon sebagai bahasa yang mandiri.

Perbandingan Bahasa Cirebon Bagongan (Bahasa Rakyat)

Berikut merupakan perbandingan antara bahasa Cirebon dengan bahasa lainnya yang dianggap serumpun, yaitu bahasa Jawa Serang (Jawa Banten), Bahasa Jawa dialek Tegal dan Pemalangan serta Bahasa Jawa Baku (dialek Surakarta - Yogyakarta) dalam level Bagongan atau Bahasa Rakyat.
Banten Utara Cirebonan & Dermayon[9] Banyumasan Tegal, Brebes Pemalang Solo/Jogja Sunda Priangan Indonesia
Ateng Enang Adi

Dimas Dede Adik Laki-laki
Nong Nok


Diayu Dede Adik Perempuan
kita kita/reang/isun inyong/nyong inyong/nyong nyong aku urang aku/saya
sire sira rika koen koe kowe maneh kamu
pisan pisan banget nemen/temen nemen/temen/teo tenan pisan sangat
keprimen kepriben/kepriwe kepriwe kepriben/priben/pribe keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe piye/kepriye kumaha bagaimana
ore ora/beli ora ora/belih ora ora henteu tidak
manjing manjing mlebu manjing/mlebu manjing/mlebu mlebu asup masuk
arep arep/pan arep pan pan/pen/ape/pak arep arek akan
sake sing sekang sing kadi/kading seko ti dari
kelambi Kelambi Kelambi Kelambi Kelambi Kelambi Acuk Pakaian
Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Kulon Barat
Tuku Tuku Tuku Tuku Tuku Tuku Meuli Beli
Durung Durung Durung Durung Durung Durung Acan Belum
Kependak Kepetuk Kepetuk Kepetuk

Kapendak Bertemu
Bise Bisa Bisa Bisa Bisa Bisa Bisa Bisa
Lan Lan Lan Lan Lan Lan Jeung Dan
Teke Teka Teka Teka Teka Teka Datang Datang
Kare Karo Karo Karo Karo Karo Sareng Dengan
Entek Entek / Kasepan* Entek Entek Entek Entek Séép Habis (* kasepan = kehabisan barang karena terlambat datang)

Perbandingan Bahasa Cirebon Bebasan (Bahasa Halus)

Berikut ini adalah perbandingan antara bebasan (Bahasa Halus) Cirebon, bebasan Pemalangan, dengan bebasan Serang (Jawa Banten)
Banten Utara Cirebonan & Dermayon[10] Pemalangan/Tegalan Sunda Priangan Indonesia
Kasih Jeneng Jeneng/nami/asmi Nami Nama
Boten Boten Mboten Henteu Tidak
Teteh Rara/Yayu Mbak/mbakyu Teteh Kakak perempuan (mbak)
Koh/iku/puniku Kuh/puniku Puniku/niku Eta Itu
Kepetuk Kapanggih Kepanggih Kapendak Ketemu
Iki Kih Niki Ieu Ini
nggih Inggih Inggih/nggih Muhun Ya
Ugi Ugi Ugi Oge Juga
Kelipun Punapa Kenging nopo Naha Kenapa
Hampura Hampura Ngampunten Hapunten Maaf
Sege Sekul Sekul Sangu Nasi
Linggar Kesah Tindak/kesah Angkat Pergi
Darbe Gadah Gadah Gaduh Punya
Seniki Seniki Sakniki Dinten ieu Sekarang
Matur nuhun Matur nuwun/kesuwun Matur nuwun Hatur nuhun Terima kasih
Ayun ning pundi Bade pundi Bade teng pundi Bade kamana Mau kemana?
Pasar Peken Peken Pasar Pasar
Salah Sawon Salah Salah Salah
Kule Kula Kulo Kuring Saya
Uning Uning Ngertos Ngartos Tahu
Bangkit Saged Saged Tiasa Bisa
Napik Sampun Sampun Ulah Jangan
Nire Sampeyan / Panjenengan Sampeyan Anjeun Anda
Cepe Capeh Capeh Saur Kata
Gelem Bade Bade Bade Mau
Sare Kilem Tilem Kulem Tidur
Mantuk Wangsul Wangsul Wangsul Pulang
Saos Mawon Mawon Mawon Saja
Wau Wau Wau Tadi Tadi
Maler Maksih Tesih Masih Masih

Kamus Bahasa Indonesia - Cirebon

Berikut adalah Kamus yang berisi kosakata bahasa Cirebon Bagongan, Bahasa Cirebon Bebasan, Indramayu Ngoko dan Indramayu Krama (Masyarakat Indramayu menyebut Bahasa Bagongan dengan sebutan Bagongan atau Ngoko dan Bebasan dengan sebutan Krama atau Besiken[11]) serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
Cirebon Bagongan Cirebon Bebasan dialek Indramayu Bagongan / Ngoko[12] dialek Indramayu Krama / Besiken[13] Bahasa Indonesia Penjelasan
Abad ? Abad Lestantum Abad
Abang Abrit Abang Abrit Merah
Abot ? Abot Awrat Berat
Adi
Adi
Adik (Secara Umum Laki-Laki dan Perempuan)
Nang / Enang Ayi Nang Rayi Adik (Laki-Laki)
Adoh Tebih Adoh Tebih Jauh
Adol Sadean Adol Sadean Dagang
Adu Aben Adu Aben Adu
Adus Siram Adus Siram Mandi
Adhem ? Adhem Asrep Sejuk
Agama Agami Agama Agami Agama
Aja Sampun

Jangan (Sampun teng Riku! = "Jangan Disitu!"
Akeh Katah Akeh Katah Banyak
Kakang Raka Kakang Raka Kakak Laki-Laki
Aki Ki Kaki ? Kakek
Aku Akên

Aku (Mengaku) ngaken (mengaku)
Alas / Luwung Wana Alas Wana Hutan
Alih ?

Pindah (Ingsun sampun ngalih teng Kuningan = Saya sudah pindah ke Kuningan)
Amarga Amargi

Akibat (amargi ingsun mboten uning kepripun pakemipun basa Bebasan Cirebon ingkang leres = akibatnya saya tidak tahu bagaimana peraturan bahasa Bebasan Cirebon yang benar)
Aig / Age Aglis Cepet / Gage Enggal Segera
Amba Wiwir Amba Wiyar Luas
Ambir Supadon

Biar
Amit /Permisi ? Amit Nuwun Sewu Permisi
Ana Wenten Ana Wonten Ada
Angel Susah Angel Sesaha Susah
Angon Angen Angon Angen Gembala Ngangon Kebo (Menggembala Kerbau)
Angot ? Kumat Kimat Kambuh
Antarane Antawise Antarane Antawise Antaranya
Apa Punapa Apa Punapa Apa
Apik Sae Apik Sae Baik
Aran Jeneng / Asmi Aran Nami/Asmi Nama
Arep Ajeng Arep Ajeng Akan
Arep mendhi Bade pundi Arep mendhi / Garep Mendhi Bade pundi Mau ke mana?
Asli ? Asli Sesupe Asli
Asu ? Asu Segawon Anjing
Ati Manah Ati Manah Hati
Aturan Pakem

Aturan
Awan Siyang Awan Rina / Siang Siang
Awak Selira / Badan Awak Salira / Badan Badan
Ayam Sawung Ayam Sawung Ayam
Bae Mawon Bae Mawon Saja
Bagen Sanggine Bagen Kêrsanipun Biarkan
Bagus Sae Bagus Sae Bagus
Baka Menawi Baka Menawa Kalau
Balik Wangsul Balik Wangsul Pulang
Banyu Toya Banyu Toya Air
Bapak Rama Bapak Rama Bapak
Batur Rencang Batur Rencang Kawan
Banyu Toya Banyu Toya Air
Bari Kaliyan Bareng Sesarengan Bersama
Bawi ? Celeng Andhapan Babi
Bebek ? Bebek Kambangan Bebek
Belah Palih Belah Palih Sepalih (sebelah)
Beli / Ora Boten

Tidak
Bênêr Lêrês Bênêr Lêrês Benar
Bendrongan ?

Main Musik (Main Musik Dengan Alat Seadanya disebut "Bendrongan"
Bêngên Rumiyen Bêngên Rumiyin / Sengen Dahulu
Bêngi Dalu Bêngi Dalu Malam
Beras Uwos Beras Uwos Beras
Bobad ? Bobad
Bohong
Bocah / Anak Lare Anak Lare Anak
Bokat ?

Takut / Barangkali "aja ning ngerep nok..!!, bokat ketendang!" (jangan di depan nak!! (perempuan), Takut tertendang!) "isun arep ngulur batur-batur nang alun-alun, bokat bae ana mengkana" (saya hendak mencari anak-anak di alun-alun, barangkali saja ada di sana)
Bonggan ?

Awas! Digunakan ketika kesal pada sesuatu atau Menantang
Brêsi Rêsik Bersih Rêsik Bersih
Bubar Bibar Bubar Bibar Bubar
Bulit ?

Curang
Buri Wingking Buri / Guri Wingking Belakang Nang Buri, Teng Wingking (Di Belakang)
Buru-Buru Kêsusu Buru-Buru Bujêng-bujêng Tergesa-gesa
Buwang Bucal Buwang Bucal Buang / Melemparkan
Cangkêm Lêsan Cangkêm / Tutuk Lêsan Mulut
Caos Seba ? ? Menghadap / Menemui
Carita ? Crita Crios Cerita
Cêg ? Cêkêl Ngasta Pegang Cêgcêgan (Pegangan)
Cilik Alit Cilik Alit Kecil
Coba Cobi Coba Cobi Coba
Cungur / Irung  ? Irung Grana Hidung
Cukur Paras Cukur Paras Cukur
Dadi Dados Dadi Dados Jadi
Dagang Sadean Dagang Sadean Dagang
Dake Gadah

Punya (Dapat)
Dalan Dêrmagi Dalan Marga Jalan
Dandan ? Dandan Dandos Berhias
Dawuk ?

Dewasa
Dêlêng Ningali Dêlêng Ningali / Mirsani Melihat
Dhadha Jaja Dhadha Jaja Dada
Damar Pandhêm Damar Pandam Lampu
Dêmên Tresna Dêmên Tresna Cinta
Dêmplon ?

Seksi
Dêngkul / Tur ? Dêngkul Jengku Lutut
Dewek Piyambêk

Sendiri
Di Di Di Dipun Di (Imbuhan) Cirebon Bebasan : "Dibarokahi", dialek Indramayu Krama : "Dipun Barokahi"
Dina Dintên Dina Dintên Hari (Sedinten-dinten = Sehari-hari)
Dolan ? Dolan ? Main
Dom Jarum Dom Jarum Jarum
Doyan Purun / Kersa Doyan Purun / Kersa Suka / Mau
Duit Yatra Duit Yatra Uang
Dulung Ndahari Dulang Ndahari Suap (Makan)
Durung Dêrêng Durung Dêrêng Belum
Duwe Gadah Duwe Gadah Punya
Duwur Inggil Duwur Inggil Tinggi
êling êmut êling êmut Ingat
êmbah êyang êmbah êyang Kakek-Nenek
Embuh Wikan Embuh Kirangan / Wikan Tidak Tahu
? ? Embun-embunan Pasundulan Embun-embun
Emong Boten Emong Mboten Tidak Mau
Enak Eca Enak Eca Enak
êndas Sirah

Kepala
êndhêp êndhap êndhêp / Cindek êndhap Pendek
êndi Pundi êndi Pundi Mana
êndog Tigan êndog Tigan Telur
êngko Ajeng

Nanti
ênom ênêm ênom ênêm / timur Muda
êntêk Têlas êntok Têlas Habis
Enteni ? Enteni Entosi Menunggu
Erti Ertos

Arti (Ngertos = Mengerti) (Basa Iku alat Komunikasi, Umpami panjenengan ngertos ya leres! = Bahasa itu alat komunikasi kalau anda mengerti ya bagus!)
Esuk Enjing Esuk Enjing Pagi
Etung Etang Etung Etang Hitung
Gajah Liman Gajah Liman Gajah
Gampang Gampil Gampang Gampil Mudah
Ganti Gantos Ganti Gantos Ganti
Gawa Bakta Gawa Bakta Bawa mbakta (Membawa), Gawaan / bektan (Barang Bawaan)
Gawe Damel Gawe Damel Kerja
Gedang Pisang

Pisang
Gede Ageng

Besar
Gêlêm Purun Gêlêm Purun Mau
Gelang Binggel Gelang Binggel Gelang
Gelung Ukel Gelung Ukel Gulung
Gemuyu Gemujeng Gemuyu Gemujeng Tertawa
Gen Ugi

Juga
Genap Jangkep Genap Jangkep Lengkap
Geni Brama Geni Brama Api
Gering / Kuru /Pêyang ? Gering Kera Kurus
Getek ?

Geli
Getih Rah Getih Rah Darah
Gigir Pêngkêran Gigir Pêngkêran Punggung
Godhong Ron Godhong Ron Daun
Golek ? Golek Pados Wayang Kayu (Golek)
Gugah Wungu Gugah Wungu Bangun
Gula Gêndis Gula Gêndis Gula
Gulu Jangga Gulu Jangga Leher
Gawean Damelan ? Guneman Pekerjaan
Guyon Gujêng Guyon Gujêng Bercanda Gegujengan (Bercandaan)
Idêp Ibing Idep Ibing Bulu Mata
Idu Kecoh Idu Kecoh Ludah
Iga ? Iga Unusan Iga
Ijo Ijêm Ijo Ijêm Hijau
Ilang Ical Ilang Ical Hilang
Ilat Lidah Ilat Lidah Lidah
Imbuh ? Imbuh Tanduk Tambahan
Inep ? Inep Sipeng Bermalam
Ingu Ingah Ingu Ingah Pelihara
Irêng Cêmêng Irêng Cêmêng Hitam
Isor Andhap Isor Andhap Bawah
Isin Lingsem Isin Lingsem Malu
Isun Ingsun / Kula Reang / Kita Kula Saya
Iwak Ulam Iwak Ulam Ikan
Iya Inggih Iya Inggih Ya
Jaga Raksa Jaga Reksa Jaga Njaga, Ngraksa (Menjaga)
Jago Sawung Jago Sawung Ayam Jago
Jagong Linggih Dodok Linggih Duduk
Jala Jambêt Jala Jambêt Jala
Jalir ? ? ? Pelacur
Jaluk Pundhut Jupuk / Jokot Pendhet Ambil
Jamu Jampi Jamu Jampi Jamu
Jaran ? Jaran Titihan Kuda
Jare Cape Jare Criyos Kata (Ucap) Cirebonan : "Cape sinten?" (Kata (ucap) siapa?)
Jenggot ? Jenggot Gumbala Jenggot
Jêriji ? Driji Racikan Jari
Jero Lebet Jero Lebet Dalam
Jingkat ? Kaget Kejot Terkejut
Joget ? Joged Beksa Goyang
Kabar / Warta Wartos Kabar / Warta Wartos Berita
Kabeh Sedantên Kabeh Sêdaya Semua
Kabênêran Kalêrêsan Kabêran Kêlêrêsan Kebetulan
Kaca
Kaca Paningalan Kaca
Kae Punika Kaen Punika Itu (Dekat dengan si Pembicara)
Kali / Lêpên Benawi Kali / Lêpên Benawi Sungai
Kalung ? Kalung Sangsangan Kalung
Kandha ? Kandha Sanjang Bercerita
Kanggo Kangge Kanggo Kangge Untuk
Karang Kawis Karang Kawis Karang
Karena Kêrantên

Karena
Kari Kantun Kari Kantun Sisa (Tinggal Terakhir) / Tertinggal / Terakhir Kantun-kantun (akhirnya)
Karo Kaliyan Karo Kaliyan Bersama Teng bioskop kalian sinten inggih? (Di bioskop bersama siapa, ya?)
Karo Sareng Karo
Dengan (Garam sareng Gendhis dicampur mawon Kang! = "Garam dengan Gula dicampur aja Kang!")
Katon Kêtingal Katon Kêtingal Dapat dilihat
Katok / Cangcut Lancing Katok Lancing Celana dalam
Kaweruh
Kaweruh Seserepan Pengetahuan
Kaya / ala-ala Kados Kaya Kados Seperti (Kados Mekoten = Sepeti Begitu / Seperti Itu)
Kayu Kajeng Kayu Kajeng Kayu
Kebanjur ? Kebanjur Kelajeng Tersiram
Kêbo ? Kêbo Maesa Kerbau
Kêdêr Ewed Kêdêr Ewed Bingung
Kelanjutan Kelanjêngan

Kelanjutan
Kelapa Kerambil Kelapa Kerambil Kelapa


Keliru Klentu Keliru
Kembang Sekar Kembang Sekar Bunga
Kêmit ?

Jaga (Tugas Jaga) Kêmit Desa (Orang yang menjaga Desa)
Kêmul Singep Kêmul Singep Selimut
Kên / Kahin / Jarit Sinjang Jarit Sinjang Kain
Kene Riki Kene Riki Sini
Kêponakan Kêpênakan Kêponakan Kêpênakan Keponakan
Kêpriben Kêpripun Kêpriben Kêpripun Bagaimana
Kêramas Jamas Kramas Jamas Keramas
Kêrasan / Bêtah ? Krasan Kraos Betah
Kêringet Riwe Kêringet Riwe Keringat
Kêris ? Keris Duwung Keris
Kêrtas Dalancang Kertas Dlancang Kertas Cirebonan : "Daluwang" (Kertas yang terbuat dari Kulit Kayu)
Kêtara
Ketara Ketawis Jelas
Kêtemu Kêpanggih Kêtemu Kêpanggih Bertemu
Kêtuwon ?

Percuma / tidak dilayani dengan baik
Kêyok ? Kalah Kawon Kalah Kekalahan (Cirebon : Kasoran)
Kie Puniki / Kih Enya / Kien Puniki / Niki Ini
Kijing Sekaran Kijing Sekaran Gilang Makam
Kira Kinten Kira Kinten Kira (Perkiraan) Kinten-Kinten (Kira-Kira)
Kirim Kintun Kirim Kintun Kirim
Klambi Rasukan Klambi Rasukan Pakaian
Kongkon Kengken Kongkon Kengken Suruh
Kuburan Pasarean Kuburan Pasarean Kuburan
Kudu / Mesthi Kedah Kudu Kedah Harus
Kuku ? Kuku Kenaka Kuku
Kulon Kulen / Kulwan Kulon Kulen Barat
Kumat
Kumat Kimat Kumat


Kumpul Kêmpal Kumpul
Kuna Kina Kuna
Kuno
Kuning Jener Kuning Jenar Kuning
Kuping Talinga Kuping Talingan Telinga
Kurang Kirang Kurang Kirang Kurang
Kuwasa
Kuwasa Kuwaos Kuasa


Kuwatir Kuwaos Khawatir
Kuwayang ?

Terbayang
Kuwe Kuh / Puniku Kuwen Kuh / Puniku Itu (Jauh dari si pembicara)
Lahiran ? Bayen ? Melahirkan
Lain Dudu / Sanes Dudu Sanes Bukan
Laka Botên wêntên Langka Botên wêntên Tidak Ada
Laki Jali

Suami
Lama Dangu Lawas Lami / Dangu Lama
Lamun Bilih

Seandainya
Lamun Umpami

Umpama
Lanang Jali / Jaler Lanang Jaler Laki-laki
Larang Hawis Larang Awis Mahal
Lenga Lisa

Minyak
Lenga Latung Lisa latung

Minyak tanah
Lêwih Langkung

Lebih
Lima Gangsal Lima Gangsal Lima
Lunga Kesah

Pergi
Lupa Lêpat Klalen Kesupen Lupa
Luru Ngilari

Cari
Luru Nggulati

Cari
Mabok Mêndhêm êndhêm Mêndhêm Mabuk
Maca Maos

Baca
Manfaat / Faedah Guna Manfaat / Faedah Gina Manfaat
Mangan Dahar

Makan
Mangkat Tindak

Berangkat
Maning Malih

Lagi
Manjing Mlebet

Masuk
Mata Soca

Mata
Mati Pejah

Mati
Mayid Laywan Jisim Layon Jenazah
Melu Milet

Ikut
Mencleng ?

Lompat
Mêngana Mrika

Kesana
Mênê Mriki

Kesini
Mêngkonon Mêngkotên

Begitu
Mêtu Medal

Keluar
Mlaku Mlampah

Berjalan
Mlayu Mlajeng

Lari
Mungkin ?

Mungkin
Nang / Ning Teng

Di (Tempat)
Nang Arep Teng Ajeng

Di Depan
Nang Isor Teng Andap

Di Bawah
Nang kana Teng Riku

Di situ
Nang Mendhi Teng Pundi

Dimana
Nini ? Nini ? Nenek
Ngaji Ngaos

Mengaji
Nginum Ngombe

Minum
Nguyu Nyeni

Kencing
Olih Angsal

Mendapat
Omong Gunêm Catur Ngendika Bicara
Pada Sami

Sama
Pada bae Sami mawon

Sama saja
Pancal ?

Tendang
Papat Sêkawan

Empat
Parêk Cakêt

Dekat
Pasar Pêkên

Pasar
Pate Padem

Padam
Pati Patos Pati Patos Terlalu Beli Pati Doyan (Tidak Terlalu Suka)
Payung Pajeng Payung Pajeng Payung
Pêrabot Pêranti Abah Pirantos Perabotan
Pêrcaya Pêrcantên

Percaya
Lawang Kontên Lawang Kontên Pintu Lawang arep (Pintu Depan), Lawang Gada (Pintu Gerbang)keramas
Pira Pintên

Berapa
Piring ? Ajang Ambeng Piring
Polah ?

oleh / laku akeh polah (banyak perlakuan, banyak tingkah)
Punten Hampura

Maaf
Purun ?

Mau Panjenengan purun?(kamu mau?)
Putih Pethak

Putih
Rabi / Kurên Istri Bojo Sema Istri Sekurên = Sejodoh
Rada Rabi

Agak Rada Manis (agak manis)
Rewel ?

Cerewet
Ro / Rua Kalih

Dua
Rungu Pireng Rungu Midhanget Dengar Ngrungu, Mireng (Mendengar)
Sabên Unggal

Setiap
Salah Sawon

Salah
Sambut Sambêt

Pinjam
Sapa Sintên

Siapa (Kaliyan Sinten? "Sama Siapa?")
Sawah Sabin

Sawah
Sedang Siweg

Sedang (Melakukan) (Siweg Punapa? "Sedang Apa")
Sega Sêkul

Nasi
Sejen Liya

Lain (Mangga diterasken Liya-liya ae = "Silahkan diteruskan lain-lainnya")
Sekien Sêniki

Sekarang
Sekiki Benjing Sukiki Benjing Besok
Senajan / Ari Menawi Ari Menawa Walau
Seneng Bungah Berag Bingah Senang
Setitik Sakedik

Sedikit
Siji Sêtunggal

Satu
Sira Panjenengan

Anda
Sira Panjênêngan Kowe / Sira Sampeyan / Panjenengan Kamu
Srog Mangga Enya Mangga Silahkan Ambil Cirebonan : "Ya Asrog (Silahkan Ambil)"
Suwe
Suwe Lami Lama
Ya Mangga Ayo / Elos Mangga Silahkan Cirebon : "Ya Asrog (Silahkan Ambil)"
Taken Dangu Takon Taken Tanya Andangu (Bertanya)
Tamu Sema

Tamu
Tanduk Singat Tanduk Singat Tanduk
Teka Dugi Teka Dugi Tiba
Telu Tiba ? ? Tiga
Terus Teras

Teruskan
Tua Sepuh

Tua
Tuku Tumbas

Beli
Tur Tunten Bacut Lajeng Selanjutnya
Turu Kilem / Tilem / Kulem

Tidur
Umah Griya

Rumah
Untap ?

Durhaka
Upai Sukani Upai Sukani Beri Ngupai, Nyukani (Memberi)
Urip Gesang

Hidup
Uwis Sampun

Sudah
Wadon Istri

Perempuan
Waktu Sela Waktu Waktos Waktu
Wanci Wayah

Saat
Wareg Tuwuk

Kenyang
Wong Tiyang

Orang
Wulan Sasi

Bulan
? Kajaba

Kecuali
? Lan

Dan
? Jentik

Kelingking
? Leb

Tutup "Dileb = Ditutup" (Penggunaan Pada "Pintu")
? Maksad

Maksud (Maksadipun = Maksudnya)
? Wiraos

Bicara
Belajar Sinau / Ginau Belajar Sinau Belajar
? Kah

Itu (dekat dari si pembicara)
? Waras

Sehat
? Bethek Adang Bethak Menanak Nasi
? Serat Jungkat Serat Serabut / Serat
? ? Kengulu Kajang Bantal

Dialek Bahasa Cirebon

Menurut Bapak Nurdin M. Noer Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon, Bahasa Cirebon memiliki setidaknya ada beberapa dialek, yakni Bahasa Cirebon dialek Dermayon atau yang dikenal sebagai Bahasa Indramayuan, Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh) atau Bahasa Jawa Separuh, Bahasa Cirebon dialek Plered dan dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah Utara)

Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh)

Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh (separuh) merupakan dialek dari Bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Brebes, atau sekitar Perbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kuningan. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari separuh Bahasa Jawa dan separuh bahasa Sunda. [14]

Bahasa Cirebon dialek Dermayon

Dialek Dermayon merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan secara luas di wilayah Kabupaten Indramayu, menurut Metode Guiter, dialek Dermayon ini memiliki perbedaan sekitar 30% dengan Bahasa Cirebon sendiri. Ciri utama dari penutur dialek Dermayon adalah dengan menggunakan kata "Reang" sebagai sebutan untuk kata "Saya" dan bukannya menggunakan kata "Isun" seperti halnya yang digunakan oleh penutur Bahasa Cirebon.

Bahasa Cirebon dialek Plered (Cirebon Barat)

Dialek Plered merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat Kabupaten Cirebon, dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "Sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat ini menggunakan kata "Siro" untuk mengartikan "Kamu", kata "Apa" menjadi "Apo" dan Jendela menjadi "Jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat Kabupaten Cirebon ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "Wong Cirebon", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan Bahasa Cirebon standar (Sira) yang menyebut diri mereka sebagai "Tiang Grage", walaupun antara "Wong Cirebon" dan "Tiang Grage" memiliki arti yang sama, yaitu "Orang Cirebon" [15]

Parikan Cirebon dialek Plered (Pantun Cirebon)

Berbalas pantun atau Parikan dalam Bahasa Cirebon dialek Plered antara Widudung Hamdan, Sipo dan Wahyu Pawaka
Widudung Hamdan :
Uwoh srikayo di paih tawas...
Sambel trasi enak di pangan..
Kayo kayo atine kulo keloas.
Inget rabi langko ning iringan..

maso iyo, digawo-gawo menggawe

Sipo :
Angon wedus ning jagat dermayu
Pengen adus mung sayang langko banyu
Widudung Hamdan:
ano sego dimot ning kardus..
Tuku srabi oline combo..
Ang sipo bli usoh adus..
Daripado rabi bli ngengumbo..
Wahyu Pawaka :
Isuk-isuk tuku srabi...
Tukue bari ngajar layangan...
Usuk-isuk ngobrol rabi...
Gawe kesirian wong bujangan...
Widudung Hamdan:
Miyang meng grage tuku penganan..
Olih berkat iwak cemplunge ano sing ngicipi..
Mulane gen gage kawinan..
Engko mangkat menggawe ano sing ngambunge pipi...

adaaaaauuw...
Wahyu Pawaka :
Uler gendon ngereketi pelem...
Olih berkat olih apem...
Nonton wayang langka tarube...
Bocah wadon durung ana kang gelem...
Bokat ana kang gelem...
Hayuh miyang ning pak lebe...

hehee...
Widudung Hamdan:
Gawe adon-adon kanggo gawe apem..
Tukuh sarung plekat larang regane..
Duduh saking wadon bli gelem..
Saking durung niat bae lanange..

glegek ndipit...
akaka...

Bahasa Cirebon dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah Utara)

Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik, Bahasa Cirebon dialek Gegesik sering digunakan dalam bahasa pengantar Pewayangan oleh Dalang dari Cirebon dan kemungkinan dialek ini lebih halus ketimbang dialeknya "wong cirebon" sendiri. [16]

Perbandingan Dialek Bahasa Cirebon

Bahasa Cirebon Baku Dialek Indramayu Dialek Plered Dialek Ciwaringin Dialek Pekaleran* Indonesia
Ana (Bagongan) Ana Ano Ana Ana Ada
Apa (Bagongan) Apa Apo Apa Apa Apa
Bapak (Bagongan) Bapak ? Bapa / Mama Bapak Bapak
Beli (Bagongan) Beli Beli / Ora Bli/ora Tidak
Dulung (Bagongan) Dulang Dulung Muluk Suap Suap (Makan)
Elok (Bagongan) Sokat Lok Sok Ilok Pernah
Isun (Bagongan) Reang Isun Isun / Kita Nyong / Kita Saya
Kula (Bebasan) Kula Isun Kula Kula Saya
Lagi apa? (Bagongan) Lagi apa? Lagi apo? Lagi Apa Lagi Apa Sedang apa?
Laka (Bagongan) Laka Langko Laka Laka / langka Tidak ada
Paman (Bagongan) Paman Mang Mang Mamang Paman
Salah (Bagongan) Salah Salo Salah Salah Salah
Sewang (Bagongan) Sewong Sawong - Sewang / Ewang Seorang (Masing-masing)
  • Dialek Pekaleran digunakan di wilayah Kabupaten Majalengka wilayah Utara, oleh karenanya disebut Pekaleran (Sebelah Utara), wilayah utama penggunanya ada di Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, sementara wilayah sekitarnya seperti Kecamatan Leuwimunding, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kasokandel, Sukahaji dan Sindang merupakan wilayah percampuran antara Bahasa Sunda dialek Majalengka dengan Bahasa Cirebon dan Banyumasan yang dikenal dengan Bahasa Jawareh (Jawa Sewareh) atau Jawa Setengah.

Daftar Pustaka

  1. ^ Tim Penyusun Disparbud Prov. Jawa Barat. 2011. "Peta Budaya Provinsi Jawa Barat". Bandung : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
  2. ^ Nurfaidah, Dedeh. 2008. "Basa Sunda Dialék Majalengka di Kacamatan Sukahaji". Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
  3. ^ Sudjana, TD. 2005. "Kamus Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press
  4. ^ Wulandari, Sri(Penyanyi Cirebonan). 2011. "Prefix A – Change from Middle to Modern Cirebonese (A case study of Serat Catur Kandha as a midlle Cirebonese texts and Nguntal Negara as a modern Cirebonese text)". Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
  5. ^ a b Menimbang-nimbang Bahasa Cirebon(Edisi Tahun 2009)
  6. ^ Amaliya. 2010. Alasan Politiklah Sebabnya. Bandung : Pikiran Rakyat
  7. ^ Amaliya. 2010. Alasan Politiklah Sebabnya. Bandung : Pikiran Rakyat
  8. ^ Rosidi, Ajip. 2010. "Bahasa Cirebon dan Bahasa Indramayu". : Pikiran Rakyat
  9. ^ Salana. 2002. "Wyakarana : Tata Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press
  10. ^ Sudjana, TD. 2005. "Kamus Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press
  11. ^ Sudibyo YS, Nurochman. 2011. "Bahasa Jawa Pantura Tak Terpeta, Lagu-lagunya Merambah Nusantara" : Surabaya. Kongres Bahasa Jawa
  12. ^ Tayudi. 2010. "Kamus Bahasa Indramayu" : tayudic.blogspot.com
  13. ^ Tayudi. 2010. "Kamus Bahasa Indramayu" : tayudic.blogspot.com
  14. ^ Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian" : PT Gramedia Pustaka Utama
  15. ^ Nieza. "Jalan-Jalan Ke Cirebon Sega Jamblang Sampai Batik Trusmian" : PT Gramedia Pustaka Utama
  16. ^ Noer, Nurdin M. "Wayang Kulit Di Mata Matthew Isaac Cohen" : Pikiran Rakyat

The World Its Mine