Golongan darah A misalnya, memiliki antigen A di permukaan sel darah merahnya (eritrosit). Selanjutnya bila ditemukan antigen D, maka golongan darah tersebut menjadi A+. Adanya antigen A menyebabkan tubuh membentuk antibodi B. Sementara adanya antigen D menyebabkan tubuh tidak membuat antibodi. Dengan sifat seperti ini maka golongan darah A+, hanya bisa menerima dan menyumbang kepada golongan yang sama.
Sayangnya, sistem ini seolah tidak berlaku saat dihadapkan pada golongan darah langka, yang disebut parabombay. Parabombay sekilas mirip golongan darah O. Namun saat diteliti lebih jauh terdapat perbedaan pada antigen dengan golongan darah O pada umumnya. Akibatnya, sel darah bisa mengalami kehancuran (lisis) bila bercampur dengan golongan darah yang tidak sama. Bila tidak diketahui, penderita yang menerima tranfusi darah tidak sesuai bisa mengalami pendarahan, syok, hingga kematian.
“Parabombay sebetulnya adalah sistem penggolongan darah lain. Untuk Taiwan, sebagai negara yang paling dekat dengan Indonesia, angka prevelensi parabombay adalah 1:8.000. Sementara India, tempat pertama kali ditemukan parabombay, angka persebarannya adalah 1:10.000. Indonesia sampai saat ini belum ada datanya, namun tentunya tidak jauh beda dengan negara Asia lainnya,” kata Direktur Unit Donor Darah Pusat Palang Merah Indonesia (PMI), Yuyun SM Soedarmono, padaKOMPAS Health Senin (23/12/2013).
Yuyun menjelaskan, golongan darah parabombay sekilas tampak tidak punya antigen A atau B. Kondisi ini mirip seperti golongan darah O, sehingga tidak heran bila parabombay kerap dimasukkan dalam golongan darah O. Setelah diteliti lebih, parabombay ternyata memiliki antigen namun tidak terlihat di permukaan eritrosit.
Golongan darah O, jelas Yuyun, sebetulnya memiliki antigen yaitu H yang kemudian menghasilkan antibodi. Antigen ini bisa bersifat heterozigot (Hh) atau homozigot (HH/hh). Antigen heterozigot atau homozigot HH bisa terlihat di permukaan eritrosit dan menjadi golongan darah O seperti biasanya.
Kondisi ini tidak terjadi pada golongan darah parabombay. “Parabombay memiliki antigen homozigot hh, yang tidak bisa terlihat di permukaan. Kondisi ini baru akan terlihat bila darah kemudian lisis walau diberi donor dari golongan yang sama. Kondisi juga bisa terlihat melalui uji khusus antigen,” kata Yuyun.
Hal ini serupa dengan yang tercantum dalam situs National Centre for Biology Information (NCBI). Dalam salah satu bahasan dikatakan, parabombay menunjukkan adanya antigen H dan aktivitas anti-H yang lemah. Kondisi ini hanya bisa terlihat pada suhu 4°C, atau menggunakan teknik absorpsi dan elupsi. Akibatnya parabombay kerap dimasukkan dalam golongan darah O.
Sebagai golongan darah yang jarang dimiliki, PMI pun tidak memiliki donor atau stok darah parabombay. “Saat ini dalam data kita hanya ada dua donor parabombay, yang berdomisili di Jakarta dan Solo. Kita juga tidak memiliki stok darah sesuai, karena memang permintaannya sangat jarang. Selain itu umur darah tidak lama hanya 28-35 hari,” kata Yuyun.
Meski begitu, Yuyun mengatakan, sebetulnya tidak ada masalah dengan golongan darah parabombay. Pemilik golongan darah ini masih bisa hidup sehat dan normal, layaknya golongan darah lain. Masalah baru muncul jika golongan darah parabombay membutuhkan tranfusi, dikarenakan jarangnya donor yang tersedia.
Donor untuk pemilik darah parah parabombay biasanya berasal dari keluarga sendiri. “Untuk pemilik darah parabombay yang membutuhkan tranfusi, sebaiknya segera cari di keluarganya. Dalam keluarga bisa dipastikan ada yang memiliki golongan darah sama,” kata Yuyun.
Tak bergantung ras
Penyebaran golongan darah parabombay sama sekali tidak bergantung ras. Penyebaran semata bergantung pada jenis antigen yang dimiliki. Bila pemilik golongan darah O berantigen Hh menikah dengan orang dengan golongan darah sama, maka kemungkinan 25 persen anaknya memiliki golongan darah O parabombay. Tentunya, pemilik antigen Hh bisa berasal dari dalam atau luar Indonesia.
Hal ini jelas berbeda dengan penggolongan berdasarkan rhesus. “Dalam rhesus, kemungkinan besar rhesus negatif dimiliki warga Amerika, Eropa, atau Australia. Sedangkan orang Indonesia sebagian besar berhesus positif. Parabombay sama sekali tidak bergantung pada ras, semata jenis antigen yang ada,” kata Yuyun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar